beritalima.com | Perkembangan kendaraan bermotor mulai di era tahun 2000-an atau sedikit sebelumnya, terjadi di Jakarta karena sebagai ibukota negara yang cepat berkembang, mengalami peningkatan kebutuhan, serta peningkatan ‘gengsi’ bagi sebagian besar warga kota. Apalagi ketika ‘gengsi’ ini justru melanda sebagian warga kota lain yang sangat terpengaruh oleh dampak gemerlapnya metropolitan.
Ketika mereka “merasa” membutuhkan sebuah mobil tetapi sebenarnya tidak demikian (karena tingkat ekonomi mereka belum mampu dan kegiatan hidup mereka hanya disekitar rumah mereka), maka dengan menabung hanya untuk DP mobil yang sangat murah (tetapi tidak mampu untuk cicilannya), mereka mempunyai mobil. Sihingga mereka semakin sering begadang berkeliling kota, menambah beban lalu lintas, sementara pemerintah belum mampu meningkatkan panjang dan lebar jalan kota.
Akibatnya jelas terpikir, bahwa kemacetan semakin melanda. Belum lagi ‘kran’ kendaraan bermotor tidak ditutup, lalu berkembang menjadi ‘gengsi’ jika tidak memiliki mobil. Dimana mobil-mobil murah (bahkan dibawah 100 juta, banyak sekali), melanda pasar bisnis kendaraan bermotor, dengan target warga kota menengah kebawah. Dan lagi-lagi, pemerintah belum mampu membangun panjang dan lebar jalan kota, secepat datangnya kendaraan-kendaraan bermotor di kota-kota besar seperti Jakarta, dan Surabaya.
GAIKINDO memilih Surabaya sebagai kota tujuan pertama GIAAS. Ketua Penyelenggara GIIAS 2019 Rizwan Alamsjah mengatakan bahwa Surabaya merupakan kota terbesar di Jawa Timur dan memiliki pertumbuhan ekonomi yang besar di Indonesia. “Jawa Timur punya pertumbuhan ekonomi di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Surabaya punya magnitude sangat besar seperti Jakarta,” kata Rizwan.
Populasi kendaraan setiap tahunnya tentu akan terus bertambah, mengacu pada target penjualan setiap tahunnya 1,1 juta unit mobil terjual di seluruh Indonesia.
Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) target penjualan industri mobil di Indonesia tahun ini dicanangkan mencapai 1,2 juta unit setahun. Angka tersebut tentu akan menambah populasi kendaraan yang sudah ada saat ini.
Semakin bertambahnya jumlah kendaraan terutama di Jabodetabek sudah sangat terasa dengan banyaknya titik kemacetan di hampir setiap jam kerja. Tak hanya itu, masalah baru kini juga mulai dirasakan para pemilik mobil terhadap lahan parkir yang terbatas.
Bahkan masyarakat perkotaan lebih memprioritaskan membeli mobil daripada rumah sebagai tempat tinggal. Hal tersebut sering kita jumpai di rumah susun, kampung deret atau rumah sempit yang tidak punya lahan parkir tetapi berjejer mobil-mobil pribadi. Saya kira kepemilikan mobil saat ini memang lebih kepada gengsi dan upaya menunjukkan status sosial-ekonomi tertentu daripada fungsi dan utilitasnya.
Ada risiko yang harus dihadapi ketika konsumen dihadapkan pada angsuran kredit mobil bekas yang besar. Apalagi jika yang bersangkutan mengabaikan faktor aftersales. Memang dia mampu cicil per bulan, tapi saat buat jalan-jalan dia nggak punya uang. Soalnya gaji kan bukan cuma buat setor mobil doang. Ada biaya buat rumah tangga, belum lagi perawatan mobil, bensin dan sebagainya.
Ini akan menjadi dilema. Ujung-ujungnya mobil nggak ke mana-mana, stay aja di rumah. Maka kadang sales menggali kebutuhan calon pembeli. Mobil untuk apa dulu. Jangan sampai cuma buat gengsi atau gaya-gayaan doang.
Budi Raharjo, Financial Planner One Shildt mengatakan milenial harus mempertimbangkan banyak hal sebelum membeli sebuah mobil. Karena, mereka harus menyiapkan biaya cukup besar untuk membeli dan merawat mobil tersebut.
“Mobil adalah barang konsumtif, jadi Anda sebaiknya memprioritaskan hal yang lebih penting,” kata Budi.
Kecuali kalau mobil tersebut dibuat untuk usaha, antar jemput anak sekolah, kirim barang dagangan, atau ngeGrab. Akan tetapi semua itu harus dipertimbangkan secara matang, dihitung untung ruginya. Karena bagaimanapun juga mobil butuh perawatan, dan masa ekonomis tersendiri.
Jika dikakulasi masih kurang menguntungkan, dan dirasa belum sangat mendesak lebih baik Anda urungkan dulu untuk memiliki sebuah mobil. Mungkin dana Anda bisa ditabung, untuk keperluan yang lebih penting seperti biaya anak sekolah, atau buat uang muka beli rumah.
Jangan termakan oleh gengsi dan rayuan iklan yang ditanyangkan di media massa. Pertimbangkan masak-masak sebelum memutuskan membeli sebuah mobil. Mungkin setelah kebutuhan primer seperti sandang, pangan dan papan tercukupi baru terpikirkan untuk membeli mobil.
Lalu lintas yang padat, lahan parkir yang semakin berkurang, ditambah mahalnya harga mobil, membuat banyak orang lebih memilih kendaraan roda dua. Efeknya, terjadi pembengkakan jumlah motor yang signifikan. Dari tahun ke tahun, pertumbuhannya selalu meningkat.
Angka pengguna sepeda motor di Indonesia sudah mencapai 137,7 juta. Di 2018 sendiri, ada penambahan sekitar 6,3 juta.
Jika hal ini tidak cepat diantisipasi oleh pemerintah, dibuatkan regulasinya maka akan menjadi bom waktu yang siap meledak. Kemacetan di Jakarta dan kota-kota besar di Indonesia bakal semakin parah.
Mau bagaimana lagi masyarakat sekarang lebih memilih kredit motor ketimbang harus naik angkutan umum. Transportasi massal di Indonesia tahu sendiri lah. Di perkampungan, angkutan umum tidak menjangkau ke pelosok-pelosok bagian dalam. Sehingga tentu lebih praktis, efektif dan efisien ketika masyarakat desa memilih kendaraan motor sendiri.
Sedangkan di kota-kota besar, macetnya parah pisan. Perjalanan angkutan umum atau naik Grab dari tempat tinggal menuju tempat kerja membutuhkan waktu hampir 2 jam. Sedangkan menggunakan motor, waktu tempuhnya hanya 30-40 menit. Selain itu naik motor lebih irit, paling cuma butuh beli bensin seliter.
Orang lain pun tentu berfikiran sama. Kebanyakan orang lebih suka memiliki kendaraan motor sendiri ketimbang menumpang angkutan umum atau harus naik Grab. Maka itulah jumlah kendaraan motor semakin tahun semakin membengkak.
Solusinya adalah pemerintah harus punya regulasi yang jelas, membangun sarana dan prasana infrastruktur sampai pelosok kota, serta memperbaiki moda transportasi umum. Mobil, Motor antara kebutuhan dan gengsi sudah menjadi gaya hidup masyarakat kita. Bagaimana pendapat Anda?
Surabaya, 11 Oktober 2019
Cak Deky