JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi VII DPR RI membidangi Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) serta Lingkungan Hidup (LH), Dr H Mulyanto meminta Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program pembauran energi baru terbarukan dalam bentuk pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa).
Sebaiknya, kata Mulyanto kepada Beritalima.com di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (11/11) pagi, Pemerintah tidak memaksakan diri membangun PLTSa di 12 kota jika program tersebut dinilai tidak efektif dan sulit direalisasikan. Pemerintah dapat memaksimalkan upaya lain dalam mengejar realisasi target bauran energi baru terbarukan.
“Pemerintah tidak perlu memaksakan diri karena persoalan tipping fee dan subsisidi atas biaya pokok produksi listrik dapat menguras keuangan daerah atau tambahan pengeluaran untuk APBN. Operasi PLTSa ini kan pengeluaran bukan untuk satu dua tahun, tapi kontrak jangka panjang. Apalagi di tengah pandemi Covid-19, yang menuntut kerja fokus kita. Kita perlu memfokuskan anggaran pemerintah untuk penanggulangan pandemi yang mendesak ini,” ujar Mulyanto.
Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bidang Pembangunan dan Industri tersebut menilai, program pembangunan PLTSa belum terlalu mendesak. Apalagi untuk kota-kota di Jawa saat ini pasokan listrik PLN sudah surplus. Tidak ada keperluan untuk penambahan pembangkit baru, apalagi dari sumber yang tidak efisien.
Wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten tersebut melihat pembangunan PLTSa ini perlu dikaji lebih komprehensif, tidak sekedar gagah-gagahan, konsep inovasi ini mampu mensinergikan dan mengubah sampah menjadi listrik. “Secara teknologi, itu ide yang bagus. Namun penerapannya harus tepat baik secara teritorial maupun tekno-ekonomi,” tegas Mulyanto.
Politisi senior tersebut melihat persoalan utama yang dihadapi kota besar adalah penanganan sampah yang terus menggunung, sementara lahan penimbunannya sudah sangat terbatas. Karena itu, dia meminta sebaiknya Pemerintah fokus menuntaskan masalah sampah, bukan menyelesaikan dua masalah sekaligus, yakni: masalah sampah dan soal bauran Energi Baru Terbarukan (EBT).
“Kalau bisa dan efisien menangani keduanya sekaligus, ya bagus-bagus saja. Namun kalau tidak efisien dan subsidi pemerintah yang dikeluarkan akan menguras APBD atau menambah pos pengeluaran APBN, maka kita harus kembali ke pokok persoalan, yakni masalah sampah perkotaan, bukan masalah listrik. Soal listrik di Jawa sudah surplus,” imbuh dia.
Doktor nuklir lulusan Tokyo Institute of Technology (Tokodai) Jepang 1995 tersebut sepakat dengan Komisi Pemberantasan KOrupsi (KPK) yang dalam kajiannya menyarankan agar kita fokus kepada upaya mereduksi volume sampah, soal waste to energy bukan waste to electricity. “Namun, untuk kota yang sudah siap, dipersilahkan saja jalan sambil kita evaluasi beban tambahan anggaran baru untuk pos ini, demikian Dr H Mulyanto. (akhir)