Nevi Zuairina: Kasus PT Asabri, PR Besar Pemerintahan Jokowi Dalam Kelola BUMN

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi VI DPR RI, Hj Nevi Zuairina mengaku sangat prihatin dengan gejolak kasus besar yang menimpa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang merupakan wajah Negara dalam mengelola aset bangsa.

Soalnya, kata Nevi dalam keterangan tertulis yang diterima awak media, Selasa (16/2), belum selesai kasus yang menjerat perusahaan Asuransi Jiwasraya, muncul lagi kasus menimpa perusahaan Asuransi PT Asabri.
Dalam konferensi pers, 1 Februari 2021, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan, kerugian uang negara yang dihitung Tim Penyidik Kejagung Rp 23,7 trilun, lebih besar dari jumlah kerugian negara dalam skandal korupsi Jiwasraya Rp16,81 triliun. Namun, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masih menghitung berapa besar kerugian negara dari kasus yang ada di PT Asabri.

“Terus bermunculannya kasus yang menimpa perusahaan BUMN menandakan bahwa pengelolaan BUMN masih sangat perlu diperbaiki lagi. Dan ini menjadi PR besar Pemerintah untuk dapat memperbaiki tata kelola BUMN, agar kedepannya BUMN yang ada dapat memberikan kontribusi bagi negara dan juga rakyat Indonesia,” kata Nevi.

Dikatakan wakil rakyat dari Dapil II Provinsi Sumatera Barat ini, sampai dengan akhir 2019 BUMN di Indonesia ada 142 perusahaan. Bila dihitung dengan anak cucu perusahaan, total bisa mencapai 800 perusahaan di bawah naungan BUMN.

Namun, sangat disayangnya kontribusi BUMN dalam memberikan deviden ke negara ternyata tidak maksimal. Menurut data yang dipublikasikan oleh Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2018, total penerimaan pemerintah dari pembayaran deviden BUMN hanya Rp 45,06 triliun dan itu sekitar Rp38,74 triliun atau setara dengan 85,97 persen dari total dividen yang diterima pemerintah ternyata hanya berasal dari 10 BUMN saja.

Berdasarkan keterangan yang disampaikan Kejagung Februari 2021, kasus PT Asabri ini diawali dengan adanya kesepakatan yang dibuat manajemen PT Asabri 2011-2016 dan 2016-2020 dengan Benny Tjokrosaputro (Bts) alias Bentjok dan Heru HIdayat (HH) untuk mengatur dan mengendalikan portofolio investasi Asabri dalam bentuk saham dan reksa dana.

Banyak hal yang sangat disayangkan, salah satunya kesepakatan yang diambil kedua orang yang bukan merupakan konsultan investasi ataupun manajer investasi itu justru membuat rugi perusahaan dan sebaliknya yang diuntungkan adalah kedua pihak tersebut.

“Pembenahan tata kelola BUMN seharusnya diawali dengan pembenahan jajaran Direksi dan Komisaris yang ada di perusahaan BUMN, mengingat posisi mereka memiliki peranan yang sangat penting dalam menjalankan BUMN,” kata Nevi.

Ditambahkan, UU No: 19/2003 tentang BUMN khususnya Pasal 16 dan Pasal 28 mengamanatkan bahwa pengangkatan direksi dan komisaris BUMN harus berdasarkan pertimbangan integritas, jujur, perilaku yang baik, keahlian, dedikasi tinggi untuk memajukan dan mengembangkan.
Karenanya, untuk mengawali perbaikan tata kelola BUMN, penunjukkan Direksi dan Komisaris BUMN harus benar-benar melihat pertimbangan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Jangan sampai Direksi dan Komisaris ditunjuk karena balas budi Pemerintah sehingga faktor kapasitas dan integritas diabaikan. “Selain itu, transparansi pengelolaan BUMN ke publik juga menjadi kunci perbaikan tata kelola BUMN ke depannya,” lanjut Nevi.

BUMN sebagai badan usaha yang didanai negara melalui APBN, harusnya rakyat Indonesia mengetahui bagaimana kondisi badan usaha yang jadi kebanggaan rakyat Indonesia tersebut.

“Pemerintah dapat mempertimbangkan diberlakukannya konsep Non Listed Public Company (NLPC) pada BUMN, agar rakyat dapat memantau perkembangan BUMN tanpa harus khawatir sahamnya dibeli oleh publik”, demikian Hj Nevi Zuairina. (akhir)

 

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait