JAKARTA, Beritalima.com– Sejak zaman baholak belum ada sejarah Provinsi Sumatera Barat dan 19 kabupaten/kota dipimpin perempuan. Padahal soal perempuan jadi pemimpin dari Ranah Minang tak perlu disanksikan, sebut saja Raja Pagaruyung, Bundo Kanduang.
Lalu, perempuan heroik dari Ranah Minang, ada Rohana Kuddus serta Siti Manggopoh. Pada era kemerdekaan dan pembangunan ada Aisyah Hamini yang mendapat julukan ‘Macan Parlemen’. Pada masa reformasi ada Emma Yohana (tiga kali jadi Senator DPD RI).
Bahkan Pemilu kemarin ada tiga perempuan menjadi legislator Sumbar di DPR RI, Athari, Nevi Zuairina dan Lisda Hendrajoni. Untuk Kepala Daerah tdiak ni hil perempuan.Namun, sampai saat ini kenapa dan kenapa tidak ada perempuan yang menjadi Kepala Daerah. Itulah pertanyaan yang ada dipikiran orang di Sumatera Barat.
Anggota DPR RI yang juga istri Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno, Hj Nevi Zuairina mengatakan, aktualnya perempuan Minang menjadi Kepala Daerah di Sumatera Barat bukanlah Ilusi. “Ada kecendrungan terutama dari perempuan Minangkabau itu seakan mereka dihambat budaya.
Sebenarnya, itu hanya dari ketidakyakinan perempuan itu terhadap kapasitas dirinya. “Secara budaya dalam sistem matrilineal Minangkabau, perempuan Minang yang tidak dibolehkan jadi Penghulu, Manti, Malin, Dubalang, Imam, Khatib,Bilal dan Kadhi,” ujar Nevi yang heran saat tahun Pilkada perempuan Sumbar tidak muncul dalam konstelasi calon Kepala Daerah.
Kepada Beritalima.com, Sabtu (11/7), politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut mengatakan, dari delapan fungsi tabu dipegang perempuan, tidak ada lagi jabatan menghalangi perempuan Minang berkiprah termasuk menjadi Kepala Daerah.
Ingat sejarah kerajaan Pagaruyung ada beberapa orang perempuan yang menjadi Sulthanah/raja. “Masalahnya mungkin tergantung kepada pilihan dan memilih pilihan perempuan itu dengan sungguh-sungguh dan dengan perhitungan yang tepat. Itu beberapa hal yang menurut ambo (saya) perlu dikaji,”ujar Nevi.
Kemudian, kata politisi perempuan anggota Komisi VI DPR RI ini, yang paling utama perlu jelas bagi perempuan apa tujuan perempuan Minang menjadi kepala daerah? Terus apakah perempuan itu sudah bisa/selesai menjalankan fungsinya dalam keluarga dan kaumnya dengan baik? “Ini penting dijawab oleh perempuan Minang sendiri, untuk bisa berperan terhadap masyarakatnya. Agar jangan menjadi perempuan salah langkah,” ujar Nevi.
Nah, kalau itu semua sudah oke, why not perempuan minang menjadi kepala daerah. Untuk itu, perempuan Sumatera Barat harus meningkatkan kapasitas, integritas, kredibilitas dan intelektualitas juga isi tas, agar perempuan bisa bersaing dengan kaum laki-laki dan kaum laki-laki memberikan ‘karpet merah’ kepada kaum perempuan,”ujarnya.
Ingat, kata Nevi, gerakan feminisme pada hakekatnya adalah untuk memperjuangkan hak atas properti. “Perempuan Minangkabau secara budayanya adalah pemilik properti (Sako dan Pusako), dan itu tidak lakang dek paneh indak lapuak dek hujan,” demikian Hj Nevi Zuairina. (akhir)