SURABAYA, beritalima.com| Sikap Risma Walikota Surabaya dan DPP PDIP merahasiakan nama nama yang didaftarkan menjadi Bacawali Kota menuai komentar pro dan kontra. Seperti Lia Istifhama, contohnya, memilih tidak mempermasalahkan hal tersebut.
“Beliau (Risma) tidak menyampaikan ke publik siapa yang didaftarkan sebagai cawali, itu bukan hal yang kita patut permasalahkan. Karena itu hak beliau, pasti beliau memiliki alasan untuk itu. Begitupun sikap DPP PDIP yang juga belum memberi bocoran, itu juga wilayah mereka. Kita jangan suka kepoin, lah”, ujar Lia kepada beritalimacom dengan santai.
Alih-alih mengkritik soal Tri Rismaharini yang memilih menyimpan nama jagonya, Lia justru mengapresiasi kinerjanya sebagai walikota Surabaya.
“Kalau saya pribadi, yang jelas proses sosialisasi tetap berjalan. Semua harus positif mikirnya. Kalau seseorang yang sudah masuk bursa pilwali benar-benar ingin membangun Surabaya, maka seharusnya mikir bagaimana dia bisa diterima semua kalangan dan apa yang mau dilakukannya,” paparnya.
Kalau kemudian ditakdirkan sebagai walikota maupun wakil walikota, lanjut Lia. Jangan kaghok, istilahnya jangan juga mikir sebagai elitis karena wong asli Suroboyo suka karakter pemimpin yang bekerja, bukan yang bossy.
“Saya sudah bertahun-tahun pernah bekerja sebagai karyawati jadi tahulah, bagaimana pimpinan bisa disukai bawahan jika mereka peduli dan tidak magabut istilahnya, alias jangan sampai jadi pemimpin untuk makan gaji buta”, jelas ketua III STAI Taruna Surabaya ini.
Ditanya soal peluangnya meraih rekom pilwali dari PDIP, Lia atau dikenal dengan Ning Ceria, enggan terlalu muluk-muluk.
“Harapan saya, rekom yang akan diturunkan dari Teuku Umar adalah kombinasi pas, yaitu merah dan hijau, yang tentunya ada yang mewakili millenial karena millenial cenderung lebih bisa adaptasi dengan semua kalangan. kalau mau menang di surabaya, maka pemimpin harus seperti bu Khofifah dan bu Risma ya, yaitu energik, semangat kerja tinggi tapi tetep tampil ‘opo onoe’,” tandasnya. [red]