SURABAYA, beritalima.com – Gubernur Jatim, Dr. H. Soekarwo mengusulkan adanya diskresi kebijakan yakni dengan memasukkan kasus suap dan pemerasan dalam kategori pungutan liar atau pungli.
Usulan tersebut disampaikannya saat membuka Rapat Koordinasi dan Analisa Evaluasi/Rakor dan Anev Unit Pemberantasan Pungli (UPP) Provinsi Jatim T.A 2018 di Hotel Wyndham Surabaya, Kamis (13/9).
Menurut gubernur yang akrab disapa Pakde Karwo ini, kasus suap dan pemerasan merupakan masalah kriminal serius dan sangat marak akhir-akhir ini.
Dalam kasus ini, lanjutnya, ada pihak yang memiliki otoritas seperti DPRD yang memiliki kewenangan menyetujui peraturan daerah, mengganggu pihak lainnya dalam hal ini kepala daerah.
“Masalahnya kepala daerahnya juga mau, sehingga saya mengusulkan diskresi peraturan saber pungli ini agar korban lain tidak berjatuhan,” katanya.
Perlunya diskresi ini, lanjutnya, agar ke depan permasalahan suap dan pemerasan bisa diselesaikan oleh tim UPP di daerah, tidak perlu sampai ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Syaratnya, diskresi kebijakan ini tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan mampu mengisi kekosongan hukum.
Pakde Karwo mengatakan, masalah pungli ini sangat penting karena mempengaruhi daya saing suatu daerah dan berkaitan dengan kemudahan berbisnis atau investasi. Hal ini sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo untuk meningkatkan surplus perdagangan dan investasi.
“Imbauan Presiden ini harus kita tindaklanjuti dengan memberikan kemudahan berbisnis dan berinvestasi di daerah, sekaligus menindaklanjuti kegelisahan pemerintah agar ekspor kita naik, neraca berjalan kita surplus dan kemudahan berbisnis kita baik,” kata orang nomor satu di Jatim ini.
Ditambahkannya, menurut hasil riset yang dilakukan Asia Competitiveness Institute (ACI) pada tahun 2017, Jatim dinobatkan sebagai provinsi dengan tingkat kemudahan berbisnis nomor satu di Indonesia. Hasil ini berdasarkan tiga kategori penilaian yakni daya tarik investor, keramahan bisnis, dan kebijakan yang kompetitif.
“Mohon Pak Kapolda dan Kajati melakukan langkah diskresi dalam rangka menanggapi keluhan Presiden dalam krisis ini. Semoga ini menjadi bagian dari kinerja baru kita untuk ke depan,” katanya.
Sementara itu, Kapolda Jatim, Irjen. Pol. Drs. Luki Hermawan, M.Si mengatakan pungli merupakan permasalahan yang perlu mendapat perhatian serius karena menyebabkan high cost economy sehingga menghambat pembangunan dan investasi.
Menurutnya, sejak terbentuk pada tanggal 4 November 2016 lalu, hingga saat ini UPP Polda Jatim dan jajaran polres di wilayah Jatim telah berhasil melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) sebanyak 133 kasus. Jumlah tersangka sendiri sebanyak 229 orang, dengan rincian 112 PNS, 14 honorer, 69 pihak swasta dan 34 staf pemerintahan. Barang bukti yang berhasil dikumpulkan diantaranya uang tunai sebesar empat miliar rupiah lebih, sertifikat tanah, mobil, sepeda motor dan laptop.
Kapolda menjelaskan, berbagai modus operandi yang dilakukan seperti pemotongan alokasi dana desa, meminta imbalan pelayanan publik dan pemerasan. OTT yang berhasil diungkap terdiri dari enam kategori, seperti pemotongan dana desa, prona, pengurusan surat tanah, perizinan, pemerasan dan masalah SK jabatan PNS.
Atas kerja keras ini, lanjutnya, pada tahun 2016 dan 2017 Polda Jatim berhasil mendapat ranking satu dalam penyelesaian perkara. Ke depan, ia berharap UPP tingkat provinsi dan daerah dapat saling bersinergi untuk menjaga pembangunan dan iklim investasi di Jatim agar kondusif.
Acara Rakor dan Anev ini diikuti oleh 344 orang yang terdiri dari unsur Forkopimda Jatim, para pejabat utama Polda Jatim, Wakapolres/Polresta/Polrestabes se-Jatim, Jajaran PJU Polda Jatim, serta anggota UPP dari kab/kota se-Jatim. (rr)