JAKARTA, Beritalima.com– Beberapa waktu belakangan marak terjadi pemangkasan hukuman terhadap para koruptor yang mengambil uang negara secara berjamaah sehingga merugikan rakyat.
Yang teranyar, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta baru saja memotong hukuman terhadap terdakwa kasus korupsi kelas kakap, Djoko Soegiarto Tjandra. Sebelumnya hal serupa juga dilakukan terhadap Jaksa Pinangki Sirna Malasari yang mendapat diskon hukuman.
Disebutkan hal yang meringankan hukuman karena Djoko Tjandra telah menjalankan hukuman atas kasus hak tagih dan telah menyerahkan dana Escrow Account atas rekening Bank Bali Rp 546.544.738.
Sedangkan terkait hukuman Pinangki, dihukum empat tahun penjara dari sebelumnya sepuluh tahun. Hakim memberikan keringanan hukuman terhadap Pinangki dari 10 tahun menjadi empat tahun lantaran terdakwa sudah menyesali dan mengakui perbuatannya. Selain itu, Pinangki ibu yang mempunyai anak berusia empat tahun.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap, sudah ada 20 kasus yang ditangani leembaga anti rusuah itu berakhir dengan pengurangan hukuman baik oleh Mahkamah Agung (MA) pada tingkat kasasi maupun Peninjauan Kembali (PK).
Praktisi hukum, Arbab Paproeka tidak mau berkomentar banyak terkait dengan pengurangan hukuman terhadap peelaku Korupsi belakangan ini. “Mengadili merupakan kewenangan Peradilan. Itu diluar wewenang Presiden,” kata Arbab Paproeka kepada Beritalima.com, Senin (2/8) pagi.
Berkaitan deengan Pengurangan hukuman terhadap Jaksa Pinangki dan Joko Candra, kata anggota Komisi III DPR RI 2004-2009 yang membidangi hukum dan keamanan tersebut, sepenuhnya adalah pertimbangan Majelis Hakim Tinggi dan Majelis Hakim Agung terkait aturan hukum yang dilanggar serta pembebanan hukuman yang dianggap adil.
Yang kadang sulit dipahami, jelas Arbab, menyangkut disparitas hukuman.
Aspek disparitas penjatuhan pidana antara satu kasus dengan kasus lainnya, itu adalah hak mutlak dari hakim. Ada yang dihukum berat dan ada yang dihukum ringan seperti halnya Jaksa Pinangki yang begitu ringan dibandingkan dengan Angelina Sondak misalnya,” kata Arbab.
Budayawan Sudjiwo Tedjo turut menyoroti soal maraknya pemangkasan hukuman bagi para koruptor di Indonesia. Dengan narasi khasnya sepeerti ditulis Galamedia, budayawan ini merespons fenomena diskon hukuman pada koruptor dengan menyentil Menko Maritim dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.
Sudjiwo Tedjo berkelakar, maraknya diskon hukuman koruptor sebab mal-mal saat ini sedang ditutup akibat pandemi Covid-19. “Pak Luhut, mohon maaf, ini akibatnya kalau mal-mal ditutup. Diskon pindah ke pengadilan, mohon direnung ulang, Pak,” cuit Sudjiwo Tedjo dalam akun Twitternya, Jumat (30/7). (akhir)