JAKARTA, Beritalima.com– Politisi senior di Komisi VII DPR RI, Dr H Mulyanto mendesak Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempercepat pembangunan jaringan gas (jargas) secara nasional agar program substitusi impor Liquefied Petroleum Gas (LPG) dengan gas alam dapat dioptimalkan.
Upaya ini perlu dilakukan dalam rangka menekan defisit transaksi berjalan dan membangun ketahanan energi secara lebih massif. “Target Pemerintah 2024 adalah 4 juta Sambungan Rumah tangga (SR) jargas. Realisasi sampai dengan 2020, baru mencapai total 660 ribu SR atau sekitar 16,5 persen. Masih sangat jauh dari target. Padahal waktu yang tersisa tinggal 3 tahun lagi,” tegas Mulyanto kemarin.
Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bidang Industri dan Pembangunan itu menilai, sejauh ini Pemerintah kurang serius mengembangkan jaringan gas di wilayah-wilayah produktif.
Contoh hingga kini di wilayah Kota Tangerang dan Tangerang Selatan belum terjangkau jargas.
Padahal pilot project jargas di rumah susun Tangerang sudah lama berjalan. “Beberapa wilayah di Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi sudah masuk jargas. Tapi Tangerang sampai sekarang masih belum. Ini kan menunjukan Pemerintah tidak serius menjadikan jargas sebagai sumber energi alternatif bagi masyarakat,” kritik Mulyanto.
Wakil rakyat Dapil III Provinsi Banten tersebut mengatakan, secara umum program substitusi LPG dengan gas alam dapat menghemat devisa. Hitungannya, harga gas alam lebih murah daripada LPG.
Selain itu, cadangan gas alam berlimpah.
Dengan begitu secara nasional, masyarakat dapat berhemat Rp. 0,3 triliun per tahun. Sementara Pemerintah dapat menghemat subsidi LPG sebesar Rp 3,3 triliun per tahun. “Jumlah yang lumayan besar,” tegas dia.
Mulyanto menyambut baik upaya Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk substitusi LPG dengan Dimethyl Ether (DME), sebagai hasil gasifikasi batubara yang dilakukan dalam rangka meningkatkan ketahanan energi nasional dan mengurangi ketergantungan impor LPG. “Sepanjang menguntungkan dan sesuai dengan keekonomiannya, upaya komplementatif DME ini juga penting untuk dikembangkan,” kata Mulyanto.
Berdasarkan data Kementerian ESDM yang dihimpun dari Neraca Gas Bumi Indonesia 2018-2027, per Januari 2017 Indonesia punya cadangan gas bumi 142,72 TSCF atau setara dengan 1,53 persen cadangan gas bumi di dunia. Dari jumlah itu, 100,36 TSCF merupakan cadangan gas terbukti dan 42,36 TSCF merupakan cadangan gas potensial.
Kementerian ESDM juga mencatat, lifting gas bumi Indonesia akan mengalami fluktuasi hingga mencapai puncaknya 2022 yakni 8.661 MMSCFD, kemudian mengalami penurunan menjadi 8.048 MMSCFD di tahun 2027 nanti.
Pada 2019, lifting gas bumi Indonesia berada di level 1.060 MBOEPD. Sedangkan di tahun ini pemerintah mematok target lifting gas bumi 1.191 MBOEPD. Cadangan gas bumi di Indonesia pada dasarnya masih sangat melimpah. Belum lagi bila dilaksanakan eksplorasi baru, angka-angka ini diyakini akan meningkat. (akhir)