SURABAYA – beritalima.com, Terdakwa Eka Dirmawan alias Tumpe, pemilik percetakan Teman Sejati Grafika, Jalan Petemon II No. 103 Surabaya, mengakui kesalahannya karena sudah menerima order pembuatan Rupiah pecahan Rp 100.000 mainan yang ukuran, bentuk dan warnanya sama persis dengan uang Rupiah pecahan Rp 100.000 asli. Senin (12/9/2022).
Pengakuan itu diucapkan Eka Dirmawan dihadapan ketua majelis hakim dalam perkara ini, Taufan Mandala, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Surabaya Darwis dan Furkhon serta Risky Satria Dirmawan alias Kiki dan Sunar Bin Tukiman, dua anak buah Eka Dirmawan yang ikut terseret kasus ini.
“Mohon maaf yang mulia, saya hanya warga negara dan rakyat biasa. Jadi untuk masalah hukum tentang mata uang sendiri saya tidak tahu dan tidak memahami,” katanya saat menjalani sidang pemeriksaan di ruang sidang Tirta 1 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Senin (12/9/2022).
Ditanya hakim Taufan Mandala, ketika akan mencetak uang-uangan yang sama persis dengan uang yang asli, pernahkah saudara terdakwa berkonsultasi pada pihak Bank Indonesia (BI),?Terdakwa Eka Dirmawan menjawab tidak,
“Tidak pernah yang mulia,” jawabnya.
Menurut saudara, apakah diperbolehkan mencetak uang-uangan dengan bentuk dan ukuran yang sama dengan uang asli,? tanya hakim Taufan Mandala lagi.
“Tidak boleh yang mulia,” jawab terdakwa Eka Dirmawan.
Dihadapan majelis hakim PN Surabaya, terdakwa Eka Dirmawan juga mengaku tidak sedikitpun terlintas di benaknya dampak buruk ketika dirinya menerima order pesanan uang mainan dari Taufan Dirgantara. Sebab kata terdakwa Eka Dirmawan saat mendisain Uang Rupiah palsu pecahan Rp.100.000 tersebut dia sengaja membuat beberapa pembeda, antara lain ada tulisan uang mainan, ada tulisan Rp 100.000 saja dan tinta warnanya berbeda dengan uang yang asli.
“Waktu itu saya tidak menaruh curiga sama sekali yang mulia. Bahkan saya menganggapnya seperti order biasa karena si pemesan pada saat order pertama menginkan uang mainan yang bentuknya mirip uang asli. Apalagi si pemesan bilang kalau uang-uangan tersebut akan dipakai untuk ritual orang yang meninggal dunia,” sambungnya.
Terkait order pembuatan Rupiah pecahan Rp 100.000 mainan tersebut, terdakwa Eka Dirmawan mengaku mendapatkan orderan awal pada Pebruari 2020 sebanyak 1 Juta lembar. @ Rp 39 dari seseorang yang bernama Taufan Dirgantara yang dikenalnya melalui media sosial (medsos).
“Pembayaran pesanannya sebagian secara transfer dan sebagian lagi dibayar tunai. DP (downpayment) yang saya terima dari Taufan Rp 10 Juta pada Pebruari,” pungkasnya
Sementara terdakwa Risky Satria Dirmawan alias Kiki danTerdakwa Sunar Bin Tukiman keukeuh mengaku tidak bersalah dalam perkara ini.
“Saya hanya bertugas memotong. Proses cetak dan memotong pegawai dibaya seperti biasa secara harian, tanpa ada insentif khusus,” kata terdakwa Risky Satria Dirmawan.
Terdakwa Eka Dirmawan alias Tumpe dan terdakwa Risky Satria Dirmawan alias Kiki serta terdakwa Sunar Bin Tukiman diancam pidana dalam Pasal 36 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang jo. Pasal 56 ke-1 KUHP.
Kasus ini berawal ketika pihak Kepolisian mengamankan Mualim alias Gus Ali Bin Misnatun dan Tomasan alias Sofi Bin Adil (berkas perkara terpisah) di kamar 203 hotel Lava Lava Kota Probolinggo dengan barang bukti uang Rupiah palsu pecahan Rp 100.000 sebanyak 2.400 lembar.
Saat polisi melakukan penggeledahan dirumah Tomasan alias Sofi Bin Adil di Dusun Patemon Kelurahan Mangaran, Kabupaten Jember ditemukan 12 kardus warna coklat berisi uang Rupiah palsu pecahan Rp.100.000,- sejumlah 444.649 lembar dan 1 satu tas warna merah berisi uang Rupiah palsu pecahan Rp. 100.000, sebanyak 5.732 lembar.
Kepada polisi Tomasan alias Sofi Bin Adil mengaku kalau seluruh uang Rupiah palsu tersebut titipan dari Ahmad Fauzi Alias Gus Fauzi (berkas perkara terpisah).
Ahmad Fauzi alias Gus Fauzi mendapatkan uang Rupiah palsu tersebut dengan cara membeli seharga Rp. 48.000.000 dari Taufan Dirgantara.
Taufan Dirgantara sebelumnya mendapatkan seluruh uang Rupiah palsu tersebut dari terdakwa Eka Dirmawan alias Tumpe dengan cara memesan dengan harga Rp. 39.000.000.
Diketahui, Terdakwa Eka Dirmawan alias Tumpe mendapatkan uang Rupiah palsu tersebut dengan cara mencetak sendiri pada sekitar bulan Maret 2020 di percetakan Jalan Petemon II No. 103 Surabaya dibantu oleh saksi Risky Satria Dirmawan alias Kiki dan saksi Sunar Bin Tukiman (berkas perkara terpisah).
Cara Terdakwa Eka Dirmawan alias Tumpe memalsu uang Rupiah tersebut awalnya mencari gambar uang Rp. 100.000,- di internet. Kemudian gambar tersebut di download untuk dijadikan contoh.
Selanjutnya berdasarkan contoh gambar tersebut Terdakwa Eka Dirmawan alias Tumpe membuat cetakan plat dan masukkan kedalam mesin cetak Oliver Sakurai, lalu memasuka kertas HVS dan tinta warna diatas plat.
Proses pencetakan uang palsu tersebut dilakukan saksi Sunar Bin Tukiman dengan melalui 4 kali tahapan. Setelah uang Rupiah palsu tersebut jadi kemudian dipotong oleh saksi Risky Satria Dirmawan alias Kiki menggunakan mesin potong.
Seluruh proses memalsu uang rupiah tersebut dari awal sampai selesai dilakukan dan diawasi sendiri oleh Terdakwa Eka Dirmawan alias Tumpe.
Berdasarkan Pemeriksaan Laboratoris Uang Rupiah tanggal 31 Maret 2022 yang ditandatangani oleh Analis Senior Devina Anthony dan Analis Reinaldy Akbar Ariesha terhadap 452.781 lembar pecahan Rp. 100.000 Tahun emisi (TE) 2016 Nomer seri ABC1234567 disimpulkan bahwa uang tersebut tidak asli.
Gambar dan warna terlihat buram dan tidak terang. Bahan kertas yang digunakan bukan merupakan bahan kertas uang. Bahan kertas berwarna dasar putih dan memendar di bawah sinar ultra violet (UV).
Benang pengaman dicetak dengan teknik cetak offset printing menggunakan tinta biasa sehingga tidak terdapat efek perubahan warna apabila dilihat dari sudut pandang berbeda.
Terdapat mini text berupa tulisan ‘BI 100000’ berulang-ulang yang dicetak menggunakan teknik cetak offset printing namun tulisan yang dihasilkan tidak jelas. Tidak terdapat gambar Watermark.
Teknik cetak yang digunakan adalah offset printing. Tinta Berubah Warna (Colour Shifting Ink). Logo BI pada bidang perisai dibuat dengan teknik offset printing menggunakan tinta biasa, sehingga tidak terdapat efek perubahan warna apabila dilihat dari sudut pandang yang berbeda.
Hasil cetakan pada area tertentu yang seharusnya menggunakan teknik cetak rotogravure, dicetak dengan menggunakan teknik cetak offset printing, sehingga tidak menghasilkan cetakan timbul dan tidak terasa kiasar apabila diraba. Tidak terdapat micro text.
Terdapat logo BI yang dicetak menyerupai teknik rectoverso namun dengan kualitas yang rendah sehingga potongan logo BI antara sisi bagian depan dan sisi bagian belakang tidak saling mengisi/tidak presisi yang menyebabkan logo BI terlihat tidak sempurna.
Tidak terdapat multi colour latent image. Tidak terdapat latent image. Nomor seri dibuat dengan teknik cetak Offset Printing menggunakan tinta biasa sehingga tidak memendar dibawah sinar UV.
Hasil cetak blind code yang seharusnya menggunakan teknik cetak rotogravure dicetak dengan teknik cetak offset printing, sehingga tidak menghasilkan cetakan timbul dan tidak terasa kasar apabila diraba.
Tidak terdapat visible ink pada gambar ornament batik, kepulauan Indonesia, dan gambar bunga. Tidak terdapat invisible ink berupa angka nominal, gambar burung, dan huruf BI. (Han)