Pengamat: Reformasi Yang Perjuangkan Mahasiswa 1998 di Persimpangan Jalan

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Gerakan reformasi dipelopori mahasiswa dalam usaha menumbangkan rezim Orde Baru pimpin Soeharto yang dinilai Otoriter, Korup, Kolusi Neporisme (KKN) Mei 1998 beberapa tahun belakangan tampaknya sudah bergeser dari tujuan awal.

Reformasi politik dan hukum serta melenyapkan praktek KKN sudah tidak tampak lagi. Bahkan beberapa tahun belakangan KKN semakin merajalela. Itu terbukti dengan banyaknya para wakil rakyat maupun kepala daerah dan jajaran birokrasi tersandung kasus korupsi

“Demokratisasi di semua bidang kehidupan secara perlahan sudah mulai meredup. Masyarakat sudah mulai takut menyatakan pendapatnya secara terbuka baik di media massa maupun di media sosial,” ungkap pengamat politik, Muhammad Jamiluddin Ritonga ketika bincang-bincang dengan Beritalima.com di Jakarta, Jumat (21/5) petang.

Hal itu juga, jelas pengajar Isu dan Krisis Manajemen, Metode Penelitian Komunikasi serta Riset Kehumasan Universitas Esa Unggul Jakarta ini,
ditunjukkan dalam laporan The Economist Intelligence Unit (EIU) yang bertajuk Indeks Demokrasi 2020.

Dalam rilis EIU bertajuk Indeks Demokrasi 2020 itu disebutkan, indeks demokrasi Indonesia menduduki peringkat ke-64 dengan skor 6.3. Hasil ini merupakan angka terendah yang diperoleh Indonesia dalam kurun waktu 14 tahun.

Hasil ini mengindikasikan, kata Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Institut Ilmu Sosial Ilmu Politik (Fikom IISIP) Jakarta 1996-1999 itu, demokrasi di Indonesia terus menurun. Hal tersebut tentu tidak sejalan dengan cita-cita reformasi yang menginginkan demokratisasi di semua bidang kehidupan.

Di bidang hukum, ungkap laki-laki yang akrab disapa Jamil ini. juga masih dirasakan tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Praktek hukum seperti ini secara substansi tidak jauh berbeda dengan hukum di era Orde Baru.

Yang paling memprihatinkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selaku ‘anak kandung’ reformasi, semakin tumpul taringnya dalam memberantas pengemplang uang negara.

Bahkan lembaga anti rusuah tersebut yang sebelumnya dikenal galak mengawasi para koruptor, belakangan ini malah orang-orang di KPK justeru yang harus diawasi agar tidak korupsi. Semua itu terjadi setelah UU tentang KPK direvisi DPR RI bersama dengan Pemerintah,

Sebenarnya, upaya pelemahan KPK melalui revisi UU tentang KPK itu sempat mendapat tantangan dari para mahasiswa berserta sejumlah elite politik. Bahkan mahasiuswa bersama kaum buruh sempat turun ke jalan menentang pelemahan KPK tersebut.

Usaha mereka untuk bertemu para wakil rakyat di DPR RI maupun Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka gagal. Para demontran tersebut malahan harus berhadapan dengan aparat kepolisian yang ditugaskan mengawal aksi demo. Sejumlah pendemo ditangkap dan dikandangkan.

Dikatakan Jamil, revisi UU tentang KPK dinilai menjadi titik awal melemahnya KPK. Bahkan kisruh 75 pegawai KPK yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) juga kelanjutan dari hasil revisi UU KPK.

Jadi, upaya pelenyapan praktek KKN, khususnya korupsi, menjadi anti klimaks. Dengan lemahnya KPK, saat ini sudah sulit untuk berharap korupsi dapat diminimalkan di negeri tercinta.

Jadi, cita-cita reformasi makin jauh perwujudannya. Demokratisasi di semua bidang kehidupan dan melenyapkan KKN terkesan sudah diabaikan.
Reformasi hanya indah di atas kertas.

“Itulah realitas kekinian yang memiluhkan. Ada rasa berdosa telah abai atas perjuangan mahasiswa. Bahkan reformasi ’98 yang dipperjuangkan mahasiswa itu sudah di persimpangan jalan,” demikian Muhammad Jamiluddin Ritonga. (akhir)

 

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait