SURABAYA – beritalima.com, Terdakwa Ir. Syaiful Arifin Bin Mochamad Sidiq diadili di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Ia terjerat kasus penipuan pengangkatan CPNS dengan penempatan di wilayah Jawa Timur pada Juni 2014 silam.
Kali ini Ir. Syaiful Arifin yang adalah seorang PNS dengan jabatan fungsional penyuluh pada Dinas Ketahanan pangan dan Pertanian Pemerintah Kota Surabaya tersebut, menjalani sidang pemeriksaan saksi korban, Selasa (18/5/2021).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Surabaya, Suwarti SH menghadirkan empat orang saksi korban pada kasus penipuan CPNS itu. Mereka adalah Tatang Budianto dan orang tuanya yang bernama Abdullah serta Fahmi Januar Syaiful yang merupakan anak kandung dari Syaiful Rakhman.
Dari keterangan para saksi, mereka diiming-iming bisa terangkat menjadi Honorer K2 CPNS tanpa tes di seluruh wilayah di Jawa Timur namun dengan satu syarat harus membayar sejumlah uang kepada terdakwa yang memiliki rumah di Jalan Wiguna Selatan 3/35RT. 04 RW 05 Surabaya tersebut.
Saksi Abdullah pada 17 Juni 2014 menyerahkan uang sebesar Rp. 200 juta dan saksi Syaiful Rakhman sebesar Rp. 150 juta.
Kapan kejadian penipuan itu anda alami,? Dijaman pemerintahan Jokowi apa sebelumnya,? Tanya Ketua Majelis hakim Suparno kepada para saksi korban.
“Tahun 2014 Pak Hakim,” jawab saksi.
“Kalau jamannya Jokowi tidak ada yang seperti itu. Jamannya Jokowi itu bersih,” tandas hakim Suparno.
Usai memeriksa 2 orang saksi, kemudian majelis hakim mendengarkan keterangan terdakwa. Menurut terdakwa, dirinya mengaku bersalah dan menyesali perbuatannya.
“Saya menyesal Pak Hakim. Memang saya menerima uang dari mereka berdua tapi sebagai itikad baik saya sudah mengembalikan 70 juta untuk korban Abdullah. Uang 70 juta tersebut saya berikan ke saudaranya Abdullah,” ungkap Terdakwa Ir. Syaiful Arifin dalam persidangan secara Online di ruang sidang Sari 1 PN. Surabaya.
Sempat terjadi perdebatan antara Terdakwa dan saksi Abdullah terkait uang pengembalian tersebut. Terdakwa Ir. Syaiful Arifin bersikukuh menyatakan sudah menyerahkan uang 75 juta kepada saudara Abdullah. Sebaliknya Abdullah menolak mentah-mentah pernyataan adanya penyerahan uang 75 juta tersebut.
“Kami sudah memiliki saksi yang mengetahui persis bahwa Pak Abdullah benar-benar ada penyerahan uang 75 juta. Saksi tersebut akan kami hadirkan di persidangan,” kata Novli Thyssen, ketua tim penasehat hukum Ir. Syaufuk Arifin saat dikonfirmasi selesai persidangan.
Menurut Novli, uang 75 juta tersebut sebagai bukti itikad baik dari Klienya menyelesaikan persoalannya dengan Abdullah.
“Uang 75 juta tersebut diserahkan oleh terdakwa sendiri. Biar nanti proses persidangan selanjutnya yang akan membuktikan semua itu,” pungkasnya.
Dalam dakwaan dijelaskan, Juni 2014 terdakwa melaui saksi Hj. Kamariah Als Hj Kama menyampaikan kepada korban Abdullah dan korban Syaiful Rakhman ada pengangkatan CPNS melalui Honorer K2 tanpa melalui tes.
Tertarik dengan kabar tersebut pada 15 Juni 2014, korban Abdullah dan korban Syaiful Rahman menemui terdakwa di rumahnya di Jalan Wiguna Selatan 3/35RT. 04 Rw. 05 Kota Surabaya. Saat bertemu dengan korban-korbannya terdakwa menyampaikan agar tidak ragu dengan penerimaan CPNS tersebut sebab paling lama 6 bulan akan ada SK Pengangkatan Honorer K2. Yakin dan percaya dengan bualan terdakwa selanjutya pada 17 Juni 2014 korban Abdullah menyerahkan uang sebesar Rp. 200 juta dan korban Syaiful Rakhman menyerahkan uang sebesar Rp. 150 juta yang akan digunakan untuk masuk CPNS melalui Honorer K2 bagi anak-anaknya yakni Tatang Budianto dan Fahmi Januar Syaiful Rachma tidak pernah diangkat sebagai PNS Pengangkatan Honorer K2. (Han)