JAKARTA, beritalima.com – Adanya Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Muhammad Santoso Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Ahmad Yani Staf dari Wiranatakusumah Advocate & Legal Consultant menambah semakin jelas maraknya praktik mafia peradilan yang melibatkan pejabat pengadilan dan advokat.
Demikian ditegaskan Ketum IKADIN, segala bentuk praktik mafia peradilan pada lembaga peradilan seandainya dari advokat menolak untuk melakukan suap terhadap hakim, maka praktik suap-menyuap pada lembaga peradilan tidak akan terjadi. Oleh karena itu adanya operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh KPK yang melibatkan advokat sebagai pemberi suap, maka sudah seharusnya Komisi Pengawas Advokat meminta kepada organisasi advokat untuk memberikan sanksi tegas terhadap advokat yang terlibat suap antara lain dengan memberhentikan advokat yang terlibat suap dan telah diputus oleh pengadilan dengan ancaman pidana 4 tahun atau lebih.
“Sanksi pemecatan itu harus dilaksanakan oleh organisasi advokat tanpa bulu. Demikian pula bagi hakim atau pejabat pengadilan yang terlibat dalam praktek suap-menyuap, maka sudah seharusnya untuk diberikan sanksi tegas oleh Mahkamah Agung,” imbuhnya.
Dengan demikian diungkapkan Sutrisno yang juga Wakil Ketua Umum PERADI menyatakan, bahwa semakin maraknya praktek mafia peradilan seluruh Indonesia merupakan pelemahan dari Mahkamah Agung dalam melakukan pengawasan terhadap hakim atau panitera atau pejabat pengadilan, sehingga dalam situasi badan peradilan seluruh Indonesia subur dengan praktek mafia peradilan, maka Mahkamah Agung tidak hanya menggantungkan diri kepada KPK untuk melakukan operasi tangkap tangan, tetapi seharusnya Mahkamah Agung mempunyai sistem manajemen yang dapat menilai tentang sikap hakim termasuk permainan yang dilakukan oleh pejabat pengadilan atau dengan kata lain harus ada keseragaman di dalam mengetrapkan sistem pengawasan bagi peradilan pada semua tingkatan.
Oleh karena itu menurutnya seharusnya pimpinan Mahkamah Agung yang selama ini dirasa tidak mampu dalam melakukan pengawasan sudah seharusnya untuk diganti oleh perjabat yang mempunyai latar belakang yang baik dan bersih dari praktek kolusi, korupsi, dan nepotisme. “Karena kalau hal ini tidak segera dilakukan maka berakibatr citra badan peradilan di Indonesia merupakan saranga dari praktek mafia peradilan,” terangnya.
Salah satu cara yang perlu dilakukan oleh organisasi advokat untuk menghentikan praktik suap pada lembaga peradilan, menurut pandangan Sutrisno adalah dengan diberlakukan fakta integritas bagi setiap advokat serta perlunya dukungan bagi semua pihak terhadap organisasi advokat yang bersifat single bar.
“Hal ini untuk menghindari adanya sikap dari advokat apabila sudah dikenai sanksi oleh satu organisasi advokat kemudian akan dipindah kepada organisasi advokat yang lain. Sikap semacam ini yang akan merugikan bagi pencari keadilan dan proses penegakan hukum,” tambahnya. dedy mulyadi