JAKARTA,beritalima.com- Revisi Undang – Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN, diharapkan dapat mengakomodir status bidan pegawai tidak tetap (PTT), apalagi RUU Kebidanan sudah masuk prolegnas 2017 yang diusulkan oleh DPR RI itu.
Sedangkan Data FK-Bidan PTT Indonesia menyebutkan bahwa di Jawa Barat berjumlah 3.955 bidan PTT, Jawa Tengah 5.123, Banten 4.159, Jawa Timur 7.220, Sumatera Barat 4.569, Aceh 2.368, DI Yogyakarta 276, Sumatera Utara 5.155, Lampung 4.279, Bangka Belitung 376, Bengkulu 827, Sulawesi Barat 571, Sulawesi Tengah 463, NTB 453, Bali 422, Pekanbaru 251, Kepulauan Riau 281, dan Jambi berjumlah 489 bidan PTT.
Dari jumlah total seluruh Indonesia sebanyak 41.237 bidan PTT, diharapkan terakomodir dalam revisi UU ASN yang targetnya akan selesai 2017. Namun sayangnya sekarang ini, anggota Komisi IX DPR RI, Imam Suroso dari Fraksi PDI Perjuangan menyatakan sedih dan prihatin melihat kondisi bidan desa dan dokter desa yang sampai saat ini belum terakomodir oleh pemerintah. Mengingat kunjungan kerja ke Sumatera, Kalimantan dan Papua kerap terjadi kematian ibu hamil melahirkan dan bayi baru lahir di wilayah perbatasan.
“Ibu Mega sendiri selaku usernya sudah menyatakan setuju terhadap 41.237 bidan PTT termasuk ditambah dokter PTT menjadi sekitar 46 ribu. Mereka semua bekerja mengejar nyawa bahkan sudah mengikuti ujian tapi sampai saat ini belum cair. Yang pada akhirnya bidan dan dokter PTT merasa stress dan tidak semangat bekerja karena merasa dibohongi oleh pemerintah khususnya Kemenkes dan Kemenyan RB,” imbuh Imam Suroso.
Sementara Menpan RB mengatakan tahun ini akan melantik tapi nyatanya tidak terwujud. Akhirnya kematian ibu melahirkan dan anak baru lahir meningkat. Ironis bagi pekerja mengejar nyawa itu perlu ekstra bersabar dengan alasan menunggu perubahan ASN. Sedangkan perubahan ASN tidak disebutkan secara eksplisit.
“Menurut saya, Menkes memiliki otoritas sendiri, ya gunakanlah Peraturan Menteri atau Permen. Kalau memang sudah digunakan, ya sudah diangkat saja bagi mereka yang sudah bekerja sudah puluhan tahun dan sudah senior,” tegasnya.
Namun kata Imam, tindakan itu adalah untuk meminimalisir kematian ibu hamil melahirkan dan kematian bayi baru lahir. Karena banyak yang ketinggalan apalagi berada dipelosok – pelosok yang harus menyeberangi sungai, laut, bahkan naik turun gunung. Padahal itu sudah dianggarkan sebesar Rp1 triliun lebih untuk gaji bidan dan dokter PTT. Bahkan dari Komisi IX DPR RI telah menganggarkan Rp2 triliun untuk membayar bidan dan dokter PTT tersebut.
“Persoalan itu, konon kabarnya diundur – undur untuk menjawab 46 ribu bidan PTT termasuk dokter PTT yang sudah dianggarkan Rp2 triliun itu. Sedangkan dari uang yang sudah diposkan itu mending digunakan untuk menyelesaikan permasalahan itu demi untuk bidan dan dokter yang kerjanya mengejar kematian dibanding menunda – nunda. Ini sepertinya tidak dipertanggung jawabkan oleh Menteri Kesehatan,” jelasnya. dedy mulyadi