Persoalan Tanah Konservasi, Lilik Hendarwati Disambati Warga Yang Tidak Bisa Menggarap Lahannya

  • Whatsapp

SURABAYA, beritalima.com|
Berbagai persoalan masyarakat bisa diangkat dan diberikan solusi, saat para anggota DPRD baik dari provinsi maupun dari kota Surabaya ini, melaksanakan tugas Penyerapan Aspirasi Masyarakat. Reses tahap 3 tahun 2022 kali ini, Hj Lilik Hendarwati Disambati warga Keputih tentang blunder masalah tanah konservasi.

Sebagian besar masyarakat warga Keputih, tanahnya “Bermasalah” ada yang memiliki SHM double, ada yang tanahnya di “Klaim” Pemkot Surabaya sebagai lahan konservasi, walaupun belum ada pembebasan dan ganti rugi dari Pemkot Surabaya. Bahkan Pemkot Surabaya terkesan melakukan “Pembiaran” sehingga warga Keputih hidup dalam ketidakpastian.

Kawasan lindung Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya) telah ditetapkan sebagai Ruang Terbuka hijau (RTH). Ketetapan ini telah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Surabaya Nomor 3 Tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang Tata Wilayah (RTRW).

Setidaknya ada enam kelurahan di empat wilayah kecamatan Pamurbaya yang telah ditetapkan sebagai kawasan lindung. Yaitu, Kelurahan Gunung Anyar Tambak, Medokan Ayu, Wonorejo, Keputih, Dukuh Sutorejo dan Kejawan Putih Tambak.

Menanggapi fenomena tersebut, Hj Lilik Hendarwati mengungkapkan bahwa Pemkot Surabaya mengeluarkan Perda
tanpa mensosialisasikan, sehingga warga tidak tahu harus bagaimana dan harus berbuat apa. Mengingat lahan tersebut sudah berpuluh tahun dan turun temurun dimiliki warga.

Bendahara DPW PKS Jatim ini menuturkan bahwa sebenarnya
justru Perda itu untuk melindungi Oligarki

“Kalau tidak ada Perda bisa habis semua dibabat pengembang yang punya uang dan masyarakat enggak punya tanah garapan,” terang anggota komisi C DPRD provinsi Jatim ini.

Lilik menyebutkan bahwa tanah tambak itu adalah tanah olor (pengembangan lahan). Dulu Keputih hanya sampai daerah SD Muhammadiyah, tapi kemudian ada pengurukan-pengurukan, sehingga wilayah sekitarnya kian melebar.

“Sampai pada tanah tambak yang diceritakan semalam sebagai tanah konservasi. Kalau menurut saya “mis” nya adalah masyarakat tidak dipahamkan oleh pemerintah setempat. Sehingga mereka bisa memahami bahwa dengan adanya Perda konservasi, tanah tidak akan dijual, tapi tetap bisa dimanfaatkan. Nah itu yang mestinya juga harus diperjelas.
Kewajiban memperjelas ya pemerintah setempat,” sambungnya.

Menurut Lilik, pemerintah memiliki kewajiban untuk melakukan pendekatan secara persuasif, sehingga misi dari Perda sendiri bisa tersampaikan ke masyarakat.

“Coba diajak ngomong biar masyarakat juga paham, bahwa maksud disyahkannya Perda tersebut justru untuk melindungi masyarakat,” pungkasnya.(Yul)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait