JAKARTA, beritalima.com – Menjelang pemilihan kepala daerah 2018 dan Pilpres 2019, politisasi SARA dimainkan banyak pihak. Bahkan, isu SARA dimanfaatkan secara bebas dan terbuka.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Hukum dan Demokrasi (LKHD), Hipatios Wirawan Labut di Jakarta, Jumat (01/05/2018).
Hipatios menyatakan, Politisasi SARA sangat disayangkan terjadi di Indonesia yang merupakan Negara Demokrasi dengan Ideologi Pancasila.
“Demokrasi pada dasarnya memberikan kesempatan yang sama bagi siapapun untuk menjadi pemimpin. Karena itu dalam sistem Demokrasi tidak ada pembatasan berdasarkan suku, agama, ras dan antar golongan,” jelas mantan Ketua Front Mahasiswa Hukum Indonesia (FROMHI) ini.
Lebih jauh dikatakan Hipatios bahwa sistem demokrasi memiliki prinsip inklusif yang berarti terbuka bagi setiap orang untuk ikut berpartisipasi.
“Inklusivitas demokrasi sebenarnya mencerminkan ciri demokrasi Pancasila yang kita anut di Indonesia. Pancasila sebagai ideologi negara mempersatukan bangsa kita yang multikultural. Bhineka Tunggal Ika, Berbeda tapi Satu,” tegas Lulusan Terbaik Fakultas Hukum Universitas Nasional Jakarta ini.
Hipatios menambahkan, jika kita alergi terhadap perbedaan maka Pancasila yang menjadi ideologi Indonesia tak bermakna apa-apa.
Karena itu, kata dia, sudah seharusnya kita meninggal cara berpolitik yang justeru bertentangan dengan ideologi Pancasila.
“Konsekuensi kita tinggal di Indonesia adalah menerima perbedaan, baik itu suku, agama, ras atau golongan. Demokrasi Pancasila mengajarkan kita bahwa semua warga negara sama dan memiliki hak yang sama untuk menjadi pemimpin,” ujar Hipatios. (***)