JAKARTA, Beritalima.com– Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman yang lebih dikenal dengan nama Eijkman diminta untuk meningkatkan penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan (litbangjirap) di bidang biologi molekuler kedokteran strategis serta aktif melakukan sosialisasi hasilnya kepada masyarakat.
Soalnya, selama ini sedikit masyarakat yang mengetahui keberadaan serta fungsi Lembaga Eijkman. Padahal tugas pokok dan fungsi (tupoksi) salah satu lembaga penelitian biologi molekuler tertua di Indonesia tersebut sangatlah ini penting, diantaranya meneliti penyebab timbulnya penyakit infeksi dan non-infeksi sekaligus mencari alternatif pencegahannya.
Permintaan tersebut disampaikan politisi senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Komisi VII DPR RI yang membidangi Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Mulyanto dalam keterangan tertulis yang diterima Beritalima.com, Rabu (11/12) malam.
Sebagai lembaga penelitian Pemerintah yang beroperasi menggunakan APBN, kata Mulyanto, Eijkman mempunyai kewajiban mempublikasikan hasil kerjanya sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat.
Secara kelembagaan, LBM Eijkman selama ini kurang dikenal masyarajat.
Anggota Komisi VII DPR RI saja, ungkap Wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten tersebut, banyak yang tidak mengenal atau mengetahui apa itu Lembaga Eijkman, apalagi masyarakat luas.
Sebenarnya, kata Master Engineering jebolan Tokyo Institute Technology (Tokodai) tersebut, hasil penelitian Lembaga Eijkman secara scientific maupun terapan sangat luar biasa. Kualitas penelitiannya sangat bagus.
Karena itu, tidak heran jika beberapa kali hasil penelitian dari lembaga tersebut dimuat dalam jurnal Nature, salah satu jurnal ilmiah tertua dan bereputasi tinggi di dunia.
Namun sayang, informasi menarik tersebut hanya diketahui sedikit orang. Padahal, yang sudah dicapai Lembaga Eijkman sangat membanggakan,” kata Mulyanto.
Mulyanto yang juga mantan Sekretaris Kementerian Riset dan Teknologi ini maklum jika LBM Eijkman kurang dikenal. Sebab, secara struktural saja Pemerintah terkesan ambigu menempatkan Lembaga Eijkman: apakah menggunakan pendekatan Negara atau private.
“Status kelembagaan dan SDM penelitinya tidak jelas,” ujar Mulyanto.
Laki-laki kelahiran Jakarta, 26 Mei 1963 tersebut menambahkan, pada masa lalu tupoksi Kemenristek hanya menjadi perumus kebijakan dan kordinasi. Karena itu, tidak bisa menampung Lembag Eijkman dalam sebuah kedeputian, yang punya fungsi pelaksanaan penelitian.
Namun, sekarang Kemenristek memiliki BRIN yang punya fungsi teknis melaksanakan penelitian. Hal tersebut tentu menjadi peluang besar untuk Lembaga Eijkman dijadikan deputi tersendiri di Kemenristek/BRIN serta formalisasi status penelitinya.
Sebab itu, kata Mulyanto, Fraksi PKS DPR RI
mendorong Kemenristek/BRIN untuk mendefinitifkan status kelembagaan dan SDM peneliti LBM Eijkman ini. “Dengan begitu diharapkan kerja Lembaga Eijkman bisa lebih optimal,”
demikian Mulyanto. (akhir)