JAKARTA, Beritalima.com– Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI menilai undang-undang perlu disesuaikan dengan perkembangan kehidupan dan kebutuhan masyarakat.
Hal itu terungkap dalam Rapat Kerja (Raker) PPUU DPD RI dengan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Suharso Monoarfa membahas RUU Perubahan UU No: 25/2009 tentang Pelayanan Publik, Senin (21/6).
PPUU menilai undang-undang perlu disesuaikan dengan perkembangan kehidupan dan kebutuhan masyarakat, sehingga diperlukan perubahan, di antaranya mengenai penerapan teknologi informasi dalam kehidupan dan ada mekanisme pengawasan mengarah pada penyelenggaraan pelayanan publik yang baik, efektif, efisien, optimal dan bertanggung jawab,” ucap Wakil Ketua PPUU DPD RI, Angelius Wake Kako.
Dalam rapat secara virtual, Angelius menjabarkan PPUU merumuskan sejumlah substansi perlu diatur dalam RUU Perubahan UU Pelayanan Publik. RUU ini memperluas ruang lingkup Pelayanan Publik sehingga tak hanya mengatur pelayanan barang, jasa dan administratif, tetapi akan ada ruang-ruang baru yang belum diatur pada UU Pelayanan Publik saat ini.
Dalam RUU ini disusun perencanaan dan standar pelayanan, maklumat, pengelolaan sarana, prasarana, tarif, jangka waktu, perilaku pelaksana, pengelolaan pengaduan, pengembangan kompetensi, penilaian kinerja, evaluasi dan pengelolaan pelaksana. RUU ini juga mengatur pelayanan khusus kepada kelompok rentan, yaitu lansia, anak-anak, ibu menyusui,
wanita hamil, disabilitas dan korban bencana alam/sosial.
Ke depan pelayanan publik harus dilakukan berbasis elektronik atau e-government. Ini untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas pemerintah.
“RUU ini juga mengupayakan adanya inovasi dalam rangka perbaikan berkelanjutan dalam pelayanan publik,” ucap Angelius, Senator dari Nusa Tenggara Timur (NTT) ini.
Dalam rapat itu, Suharso menyatakan setuju terhadap PPUU jika UU Pelayanan Publik perlu diperbaharui. UU ini dinilai perlu diadaptasikan pada perubahan zaman. Menurut dia, harus ada UU yang punya norma, dapat mengakomodir fenomena baru terkait dengan pelayanan publik.
“Perlu disesuaikan atas kondisi perkembangan zaman. Apalagi sampai dengan tahun 2045 dunia menghadapi 10 kecenderungan besar atau yang disebut global megatrend,” kata Suharso.
Diharapkan kebijakan pelayanan publik ke depan menjadi instrumen pengantar produk pembangunan kepada masyarakat baik yang diselenggarakan Pemerintah maupun Non Pemerintah.
Dijelaskan, kebutuhan pembaruan ruang lingkup pengaturan UU Pelayanan Publik dilakukan pada pelayanan publik berbasis elektronik, menfasilitasi pengembangan inovasi, pelaksanaan pengawasan dan audit pelayanan publik dan penanganan pengaduan, upaya penyelesaian sengketa.
Anggota PPUU, Agustin Teras Narang mengatakan, jika RUU Perubahan atas UU Pelayanan Publik merupakan sebuah lompatan besar dari kondisi yang ada. Dijelaskan, saat ini Indonesia berada di Government 1.0, sedangkan RUU yang sedang dikembangkan berada di 4.0. Karena itu, ia dibutuhkan pembangunan berbasis digital untuk mendukung pelayanan publik yang baru.
“Saya juga melihat apakah kita harus melakukan revolusi mental, bukan lagi sebatas reformasi birokrasi sehingga langkah pembuatan RUU ini ke depan betul-betul mampu menjawab situasi, kondisi dan kita gabungkan dengan apa yang harus dihadapi ke depan,” ucap Senator Dapil Provinsi Kalimantan Tengah ini.
Ketua PPUU DPD RI, Badikenita Br Sitepu berharap, UU Pelayanan Publik dapat diperbarui sehingga mendukung fungsi DPD RI sebagai wakil daerah dalam konsep pelayanan publik. Adanya perubahan UU itu dapat memungkinkan DPD RI lebih terlibat dalam aspirasi daerah.
“Saat pelaksanaan Musrenbang, DPD RI diundang, tetapi hanya launching saja. Ini kami harapkan bagaimana UU Pelayanan Publik dapat meng-update situasi, bagaimana kita bisa menginformasikan di provinsi,” ucap Senator dapil Sumatera Utara ini. (akhir)_