Praperadilan SP3 Kasus Waduk Sepat Kandas

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Upaya praperadilan yang diajukan warga Pedukuhan Sepat terkait SP-3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) Polda Jatim akhirnya kandas. Praperadilan yang dikuasakan kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya ini ditolak setelah penerbitan SP3 oleh Polda Jatim dianggap telah sesuai prosedur.

Dalam amar putusannya, hakim tunggal Dwi Winarko menyakan, langkah yang dilakukan penyidik Polda Jatim untuk melakukan penghentian penyidikan sudah sesuai prosedur. “Permohonan kita ditolak. Menurut hakim, tindakan Polda Jatim sesuai prosedur dan transparan,” jelas Wachid Habibullah, dari LBH Surabaya, saat dikonfirmasi usai sidang, Senin (26/3/2018).

Menurutnya, dalam putusan itu hakim hanya berkaitan dengan prosedur dan bukan soal materi. “Untuk pengadilan pidana soal materi bukan formil. Mereka (Polda Jatim) yang mempunyai itu, sehingga penghentikan penyidikan sesuai prosedur,” ujarnya.

Wakhid mengakui, langkah SP-3 itu merupakan hak dari penyidik, tapi pihaknya sudah mempersiapkan celah dari hasil persidangan tersebut. “Yang jelas ada unsur pidana, dan harus ada proses hukum lanjutan. Hasil sidang akan dicari celah hukum, ada kejanggalan berkaitan gambar situasi waduk,” tambahnya.

Meski kalah di praperadilan pertama, lanjut Wakhid, pihaknya akan melakukan praperadilan lagi terkait tindak pidana lingkungan. “Di fakta persidangan sudah jelas, yaitu menyebabkan banjir. Di mana dokumen perizinan belum dikeluarkan Pemkot,” pungkas Wakhid lagi.

Perlu diketahui, para warga Pedukuhan Sepat, Surabaya mengajukan praperadilan karena merasa tidak puas atas penanganan kasus yang dilaporkannya ke Polda Jatim. Kasus itu dihentikan seiring dengan keluarnya surat SP3 (surat perintah penghentian penyidikan).

Kasus ini berawal dari laporan warga soal dugaan manipulasi data yang dilakukan pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN). Waduk yang ada di RW 03 dan RW 05 tersebut berubah status kepemilikan dan saat ini dikuasai oleh PT Ciputra Surya.

Sejak saat itu warga sudah tidak bisa lagi melakukan akses di waduk tersebut. Sebab, sekeliling waduk sudah dipagari dengan seng. Pada warga mengklaim bahwa tanah tersebut merupakan tanah kas desa dan bukan milik Pemkot Surabaya yang kemudian dilakukan tukar guling dengan tanah yang kemudian digunakan untuk membangun Stadion Bung Tomo.

Para warga merasa heran atas keluarnya sertifikat hak guna bangunan (HGB) di waduk tersebut. Sebab lokasinya bukanlah daratan, melainkan waduk. Para warga ingin agar waduk seluas 6,6 hektare lebih itu dikembalikan lagi ke warga untuk dikelola. (Han)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *