SURABAYA, beritalima.com -Untuk menjalin tali silaturahim antara yunior dan senior, sejumlah pengurus PWI Jatim kemarin melakukan anjangsana ke para seniornya. Kegiatan ini bagian dari rangkaian peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2017 tingkat Jawa Timur. Para wartawan senior yg dikunjungi adalah Dahlan Iskan, Hadiaman Santoso, Amak Syarifuddin dan Sam Abede Pareno. Rombongan pengurus wartawan itu dipimpin oleh Akhmad Munir, Ketua PWI Jatim.
Dahlan Iskan, wartawan senior yang kali pertama dikunjungi meminta para wartawan untuk tetap menjaga nama baik pers. Dia menjelaskan, walau statusnya saat ini sebagai tersangka, hal itu tidak merusak nama baik pers karena kasusnya tidak ada hubungannya dengan pers.
“Waktu ditunjuk menjadi dirut PLN saya melapor ke Pak Yacob Utama. Saya katakan kepada Pak Yacob bahwa saya tetap akan menjaga nama baik pers. Saya tidak akan mencederai pers. Setelah jadi tersangka pun saya ke beliau dan berjanji akan mempertanggungjawabkan statusnya sebagai tersangka. Pak Yacob bilang keoada saya kalau saya tidak mencederai profesi wartawan,” kata Dahlan Iskan kepada para pengurus PWI Jatim di kediamannya.
Bahkan, Dahlan yang juga masih menjadi ketua SPS pernah berniat mundur dari jabatan itu akibat menjadi tersangka. Namun, katanya, para pengurus lain tidak mengizinkan dan tetap dipersilakan memimpin SPS dengan alasan kasus ini tidak ada hubungannya dengan pers.
“Kehadiran teman-teman ini membuat saya senang dan bergembira. Saya juga mengucapkan terima kasih atas dukungannya,” kata Dahlan.
Semantara, Hadiaman Santoso, mantan Pimred harian Surya, lebih banyak memberi supprot kepada wartawan agar tetap menjalankan profesinya dengan baik. Kata dia, profesi wartawan itu harus tetap dijunjung tinggi agar bisa memberi pencerahan kepada masyarakat. “Apalagi sekarang ini banyak informasi-informasi hoax. Ini tugas wartawan untuk menetralisirnya,” ungkap Hadiaman di kediamannya kawasan Tenggilis Surabaya.
Berbeda lagi dengan Amak Syarifuddin. Wartawan senior yang pernah menjadi ketua PWI Jatim tajum 1974 itu mengaku sangat fanatik dengan profesinya sebagai wartawan. Bahkan si usianya yang sudah 86 tahun, dia tetap menulis di sebuah koran mingguan sebahai kolumnis. “Saya ini fanatik dengan PWI. Setiap saya mendengar kata PWI darah kewartawanan saya mengalir deras. Sebab, yang penting wartawan harus tetap menjaga etika jurnalistik,” katanya.
Sementara itu, Sam Abede Pareno, wartawan senior yang kini menekuni dunia akademis menilai bahwa wartawan memang harus profesional. Untuk mencapai itu perlu diuji secara bertahap sesuai tingkatannya. Dia menjelaskan dulu pernah ada aturan sebelum menjadi anggota biasa di PWI para wartawan harus menjadi calon anggota lalu dites dan kemudian menjadi anggota biasa. Namun tahapan itu sekarang sudah tidak ada lagi. Sam Abede juga kurang setuju jika kompetensi wartawan itu diuji oleh yag bukan induk profesinya.
“Yang benar, yang bisa menentukabln seorang wartawan itu profesional adalah organisasi profeai wartawan sendiri, bukan yg lain,” katanya serius.
Akhmad Munir, Ketua PWI Jatim, dalam kegiatan iniĀ mengapresiasi para wartawan senior dengan memberikan sebuah piagam penghargaan. “Ini bukti kami sangat peduli dengan para senior kami. Mulai tahun ini kami mengagendakan kegiatan silaturahim kepada para senior kami yang dulu pernah bejuang di bidang pers. Bentuknya anjangsana seperti sekarang ini. Mereka adalah para guru kami dalam dunia pers,” kata Munir. (*)