Oleh: Syafrudin Umar, Lc *)
Sejarah umat manusia selalu diwarnai dengan dinamika kepahlawanan. Tiada suatu negara pun yang tidak memiliki pahlawan. Allah yang telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna menghendaki agar mereka menjadi khalifah di bumi ini.
Untuk itu, dilahirkan-Nya lah pahlawan-pahlawan pada setiap zaman bagi setiap kaum. Ramadhan banyak sekali mempengaruhi perubahan seorang mukmin, mereka yang benar-benar bersahabat dengan Ramadhan dan menjadikan Ramadhan sebagai bulan perubahan.
Sang pahlawan pun tidak banyak pertimbangan dalam menyambut bulan suci ini karena fadhilah atau keutamaan di dalamnya sangat lah luar biasa. Mereka tahu cara dan bagaimana menghadapi bulan ini, serta tahu apa yang dikatakan AlQur’an dan hadits tentang bulan ini. Jangan pernah satu detikpun lewat dan terbuang begitu saja. Hidangan lezat ruhiyah Ramadhan untuk diri dan keluarga tidak pernah sekalipun di sia-siakan oleh para pahlawan untuk selalu berbuat.
Para pahlawan Ramadhan mempunyai sifat yang unik, karena selain mereka diberikan perubahan oleh Ramadhan, merekapun mampu memberikan perubahan untuk keluarga, orang disekelilingnya, dan masyarakat. Dari kebaikan sekecil butiran pasirpun mereka raih.
Sikap para pahlawan terdahulu pun sudah tertulis dalam tinta emas oleh kalangan sejarawan, padahal mereka tidak berharap dan menghendaki bahwa mereka ingin dicatat namanya, akan tetapi begitulah sikap sejarah terhadap pahlawan. Ruh, harta, tahta dan jasad mereka pun diberikan untuk Allah dalam bulan yang suci ini. Sehingga peristiwa-peristiwa besar seperti perang dalam bulan Ramadhan menjadi saksi betapa para pahlawan siap bertarung dalam kegiatan kegiatan kebaikan besar yaitu mempertahankan aqidah dan negara mereka.
Sebut saja perang Badar yang terjadi di tahun kedua Hijriyah. Sebanyak 313 orang berhadapan dengan 1000 orang Quraisy Mekah. Kaum muslimin dengan jumlah yang sedikit berhasil mengalahkan lawannya. Begitu juga perang Tabuk, fathu makkah, Andalusia yang ditaklukan oleh 12.000 pasukan Thariq bin Ziyad dengan meluluh lantakan 25.000 pasukan yang dipimpin oleh Roderick penguasa Visigoth Spanyol, yang berakhir dengan tewasnya Roderick.
Selain itu, pasukan utsmani juga berhasil menggagalkan pengepungan kota Selestriya yang terletak di wilayah Qorum yang dilakukan oleh 60 ribu pasukan Rusia, pengepungan yang terjadi selama 35 hari itupun tidak membawa dampak apapun walau hanya di hadapi oleh 15 ribu tentara Utsmaniyah yang kebanyakan berasal dari Mesir. Begitu juga hancurnya kekuatan Israel oleh Mesir di Suez terjadi para Ramadhan yang bertepatan dengan 6 Oktober 1973 dengan hancurnya benteng Berlif dan kembalinya dataran Sinai ke pangkuan Mesir.
Peristiwa-peristiwa kebangkitan besar itu tak luput dari kejadian yang dilakukan dari peristiwa-peristiwa kebaikan kecil oleh para pahlawan di sekitar mereka. Atau bagi para penulis yang menjadi pahlawan seperti Imam Ghazali dalam menyelesaikan Kitab Ihya Ulumuddin di bulan Ramadhan. Atau mereka yang membagikan ifthor di jalan-jalan dan menjemput hak-hak faqir miskin untuk sama berbagi kepedulian terhadap sesama. Mereka semua pahlawan yang memulai kebaikan dari yang terkecil.
Mereka hebat ketika menjadi prajurit dan hebat pula ketika menjadi pemimpin. Dalam jiwa Pemimpin dan yang dipimpin tertanam tekad yang bulat untuk berjuang. Mereka optimis akan kekuatannya yang takterkalahkan, dan yakin bahwa pasukannya tak akan menemui kesulitan. Optimis, bahwa setiap langkah akan diikuti oleh kemenangan. Mereka terus maju dan maju hingga mencapai kesuksesan.
Pengorbanan seorang pahlawan begitu besar. Mungkin kita masih ingat kisah Umar bin Abdul Aziz r.a kehidupannya patut diteladani oleh para pahlawan zaman ini. Begitu menjadi khalifah, Umar bin Abdul Aziz langsung memanggil pembantu dan meminta orang-orang yang ada di rumah supaya mengeluarkan peti-peti simpanan keluarga dan membongkar isinya. Mereka mengeluarkan isinya yang antara lain terdapat banyak catatan harta. Ketika pembantunya itu disuruh membacakan, ternyata catatan-catatan itu adalah milik bani Abdul Aziz seluruhnya.
Satu persatu catatan itu dibacakan, dan tiap kali mendengar satu catatan, beliau mengatakan, “Ya itu kepunyaanku dari ayahku,” lalu dirobeknya dan harta yang tercatat di situ diserahkan ke Baitul maal. Yang lain dibacakan, beliau katakan, “Ya, ini kepunyaanku dari ibuku,” beliau robek lalu hartanya diserahkan ke Baitul Maal seraya berdoa, “Semoga ibuku mendapat rahmat Allah.”
Dibacakan pula catatan yang lainnya, kata beliau, “Ya, ini kepunyaanku hasil dagang dan usahaku,” lalu dirobeknya catatan itu dan harta yang tercatat diserahkan ke Baitul Maal, seraya mengatkan, “Kiranya Tuhan merahmati aku…”. Begitulah sikap para pahlawan terhadap hartanya dalam bersedekah, maka jangan sia-siakan Ramadhan kali ini untuk berjiwa Pahlawan.