Ramadhan, Momentum Perkuat Keikhlasan Dalam ‘Ubudiyah

  • Whatsapp

Dr. Lia Istifhama, M.E.I. (Ketua Yayasan Universitas Islam Taruna)

Dan diriwayatkan pula dari Nabi Muhammad SAW., bahwa beliau bersabda: “Barangsiapa merasa gembira dengan masuknya bulan Ramadhan, maka Allah mengharamkan tubuhnya terhadap neraka.”

Hadis tersebut diterangkan dalam Kitab Durratun Nasihin yang ditulis oleh Imam Al-Khubawy. Kitab ini merupakan salah satu rujukan dalam mengkaji tentang Bulan Ramadhan. Kitab yang tersusun dalam satu jilid dengan 75 majlis (bab) tersebut, memiliki sistematika, yaitu pada awal majlis (bab) dicantumkan sebuah ayat yang terkait dengan judul atau tema yang ditentukan, tafsir dan penjelasan atas ayat tersebut, dan selanjutnya ditulis hikayat-hikayat yang korelatif serta hadits-hadits Nabi.

Imam Al-Khubawy pun sering kali mencantumkan kitab rujukan yang digunakan, seperti Misykat al-Anwar (Imam Al Ghazali), Tanbih al-Ghafilin (As-Samarqandi), Hayat al-Qulub (Sayyid Muhammad Baqir Al-Majlisi), dan lain-lain. Majlis pertama menerangkan tentang fadhilah Bulan Ramadlan atau mengenai keutamaan Bulan Ramadhan, disusul dengan bab keutamaan puasa, keutamaan ilmu, ketentraman hati dengan menyaksikan kekuasaan Allah dan seterusnya yang berakhir dengan penjelasan tentang keutamaan membaca Surah al-Ikhlas dengan menyertakan basmalah.

Salah satu keutamaan Bulan Ramadhan yang diterangkan dalam Kitab Durratun Nasihin, adalah tentang keikhlasan dalam menjalankan ‘ubudiyah (ibadah). Hadis yang menerangkan tentang keikhlasan, dinukilkan dari Kitab Zahratur Riyadh, yaitu bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan ikhlas maka diampuni dosanya yang telah lalu.”

Sedangkan dalam Hadis lainnya, diterangkan bahwa Rasulullah SAW pernah memberi pesan kepada salah satu sahabatnya:

“Wahai Ka’ab ibn ‘Ajrah, puasa adalah perisai, sedekah dapat menghapus kesalahan, dan shalat merupakan kedekatan atau petunjuk. Wahai Ka’ab ibn ‘Ajrah, daging yang tumbuh dari barang haram tidak akan masuk surga, dan neraka lebih utama untuknya. Wahai Ka’ab ibn ‘Ajrah, manusia ada dua, ada yang menyerahkan jiwanya (kepada Allah) dan ada yang membiarkannya atau membinasakannya.” (Hadis Riwayat Ahmad dan Bazzar).

Makna dari puasa sebagai perisai, bahwa puasa adalah benteng kita dari segala perbuatan haram maupun hawa nafsu yang membatalkan puasa. Puasa juga menghalangi manusia dari api neraka pada hari kiamat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah seorang hamba yang berpuasa di jalan Allah kecuali akan Allah jauhkan dia (karena puasanya) dari neraka sejauh tujuh puluh musim” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Dan menginjak hari kedua Ramadhan, maka marilah kita senantiasa menjaga ibadah kita, terutama puasa. Kita bangun keikhlasan di tengah usaha kita menjaga kesempurnaan puasa kita hingga waktu berbuka tiba.

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait