PONOROGO, beritalima.com- Ratusan warga di Ponorogo, Jawa Timur, belum mempunyai Nomor Induk Kependudukan (NIK). Akibatnya, mereka terancam tidak bisa mendapatkan layanan publik. Hal ini disebabkan, karena mereka enggan didata dan malas mengurus KTP Elektronik.
Kepala Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Ponorogo, Endang Retno Wulandari, mengatakan, kenyataan ini baru muncul beberapa waktu lalu saat Disdukcapil Ponorogo melakukan kunjungan ke Desa Jrakah, Kecamatan Sambit.
“Saat kami komunikasi untuk sebuah keperluan, kebetulan ada perangkat desa melaporkan kalau ada 30 orang di desanya yang belum punya NIK. Itu baru Jrakah, belum daerah lain. Mungkin ada ratusan yang belum punya NIK,” kata Retno, kepada wartawan, Selasa 3 Januari 2017.
Menurutnya lagi, ada beberapa hal yang membuat warga belum memiliki NIK. Di antaranya adalah keengganan mereka untuk didata. Ada pula yang merasa bahwa NIK tidak ada gunanya bagi mereka, apalagi mereka telah berusia tua dan merasa tidak akan bersentuhan lagi dengan berbagai kepentingan publik.
“Padahal, memiliki NIK sangat penting. NIK tunggal nasional merupakan catatan jati diri sebagai warga negara Indonesia. Kalau tidak punya, lha mereka ini warga mana. Dengan memiliki NIK, mereka bisa mendapatkan layanan publik seperti BPJS, SIM dan layanan publik lainnya. Sekarang, semua layanan sudah berdasarkan NIK,” tambah Retno.
Sementara itu, hingga akhir Desember lalu, jumlah warga Ponorogo yang belum melakukan perekaman untuk memiliki e-KTP atau KTP Elektronik mencapai 28 ribu orang. Mereka telah memiliki NIK berdasarkan pendataan pada KTP lama, namun belum melaksanakan pendataan identitas lain seperti retina, sidik jari dan sebagainya.
“Untuk itu kami jemput bola sampai ke desa-desa. Tapi juga belum maksimal. Semula ada sekitar 40 ribuan warga yang belum perekaman, sekarang tinggal 28 ribu saja,” jelasnya.
Terkait perekaman e-KTP, Bupati Ponorogo, Ipong Muchlissoni, mengatakan, saat in imemang masih banyak warga yang belum melakukan perekaman e-KTP. Hampir sama dengan Retno, ia menyebut banyak warga yang enggan untuk melakukan perekaman.
Namun angka 28 ribu ini, menurut Ipong, adalah hasil dari upaya Dinas Dukcapil yang cukup ulet. Selain upaya dari staf Dinas Dukcapil, menurutnya, penurunan dari 40 ribu ke 28 ribu adalah hasil dari pengumuman semacam ‘hoax’ dari pemerintah pusat yang menyatakan bahwa orang yang belum melakukan perekaman akan dihapus sebagai warga negara.
“Hoax itu membuat keengganan warga berkurang. Padahal kalau tidak punya e-KTP (belum perekaman) kan tidak bisa dapat SIM atau mendaftar menikah dan lainnya,” terang Ipong.
Persoalan blangko dan server menurut Ipong tidak ada masalah. Sebab hal ini kendalanya berasal dari pusat. Untuk blangko dimungkinkan sedang dilelang. Sedangkan server di Ponorogo tidak bermasalah. “Server pusat kan yang masalah. Karena antre seluruh Indonesia,” pungkasnya. (Dibyo)