Refleksi Otda dan Otsus, Baiknya Diproses Kembali Yang Pernah Dibahas DPR dan Pemerintah

  • Whatsapp

JAKARTA, beritalima.com – Refleksi Otonomi Daerah dan Otonomi Khusus 2019, digelar Institut Otonomi Daerah, di Graha Niaga, Selasa (10/12/2019) hadir Keynote Speech Ahmad Doli Kurnia Tanjung, Ketua Komisi II DPR RI, Prof. Dr. H. Djohermansyah Djohan, MA, founder, i-otda dan founder i-otda lainnya seperti Prof. Dr. R. Siti Zuhro, MA, Prof. Dr. Satya Arinanto, SH.,, MH, dan Dr. J. Kristiadi.

Ahmad Doli Kurnia Tanjung dalam pandangannya menyampaikan bahwa banyak bangunan politik terkait pemilu harus disempurnakan agar lebih baik lagi. Oleh karena itu menurutnya dalam kesepakatan harus didasari oleh kesadaran. Mengingat era reformasi saat ini kata Doli, tiap lima tahun selalu eksperimen terus. Maka dari itu katanya sudah saatnya duduk bersama untuk membuat sistem yang serius, karena waktunya tidak banyak, tahun 2021 sudah selesai apalagi tentang Otdadan Otsus ada dua dimensi yaitu politik dan ekonomi.

“Kami dari Komisi II DPR, sedang dalam kajian pilkada menjadi bangunan sistem politik secara keseluruhan. Revisi undang – undang berkembang antara rezim pilkada dengan pemilu. Apalagi sekarang ini, ada 315 yang minta dimekarkan,” tandas Doli, saat Media Gathering, Refleksi Otda dan Otsus 2019.

Sementara kata Prof. Siti Zuhro, dalam proses pemekaran, indikator kerja daerah harua menjadi pertimbangan penting untuk keberhasilan pemekaran. Pemekaran daerah kabupaten/kota, merupakan kebijakan yang kontradiktif dan sangat tidak tepat. Karena itu, Indonesia tetap perlu mempertahankan kebijakan moratorium pemekaran daerah.

Lebih lanjut, Prof Djohermansyah Djohan, Guru Besar IPDN yang juga sebagai Presiden Institute Otonomi Daerah (i-otda) menjelaskan bentuk pengelolaan kewenangan pemerintahan, terdiri dari dua bentuk pengelolaan yaitu sentralostik dan desentralistik. Sentralistik kata Prof Djoe, terpusat tidak ada otonomi, urusan pemerintah dikendalikan oleh Pemerintah Pusat sedangkan daerah sebagai penonton.

Lalu desentralisasi, terbagi lagi menjadi dua kewenangan yakni simetrik/otonomi daerah dan asimetrik/otonomi khusus. Dijelaskam Prof Djoe, Desentralisasi Asimetrik merupakan pelimpahan kewenangan atau transfer of power, pemerintah pusat memberikan kepada pemerintah daerah di daerah tertentu. Tujuannya adalah untuk merangkul daerah yang bergejolak atau konflik.

“Dana Otda dan Otsus begiti besar di Papua dan Papua Barat tapi tidak lernah selesai, karena di Papua dan Papua Barat memiliki akad masalah yaitu integrasi Papua ke dalam NKRI masih memgandung kontroversi, pelanggaran HAM dan kekerasan oleh aparat keamanan terhadap OAP, marginalisasi dan kriminalisasi rasisme terhadal OAP, dan pembangunan papua kurang berhasil,” tandas Prof. Djoe.

Lanjutnya kata Presiden i-otda, berbagai penyesuaian RUU Pemerintahan Otonomi Khusus di Tanah Papua (RUU Otsus Plus), yang pernah dibahas bersama DPR, sebaiknya diproses kembali. ddm

beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *