Oleh: Saiful Huda Ems.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa dunia pendidikan kita tidak juga maju-maju dan tertinggal dari negara-negara kecil lainnya seperti Malaysia dan Singapura. Dari waktu ke waktu kita hanya mendengar kampus-kampus atau perguruan-perguruan tinggi, sekolah-sekolah dan pesantren-pesantren yang memunculkan persoalan baru, yakni sebagai sarang dari gerakan radikalisme agama, dan yang menjauhkan para mahasiswa, pelajar atau santri-santrinya dari ideologi negara, yakni Pancasila.
Memang tidak seluruhnya kampus, sekolah dan pesantren-pesantren di negeri ini yang berhasil diinfiltrasi dari pengaruh bahayanya faham-faham yang mempercepat tumbuh berkembangnya virus-virus radikalisme agama, namun tema-tema besar diskursus tentang dunia pendidikan yang selalu tidak pernah jauh dari soal radikalisme agama, setidaknya itu menjadi gambaran besar dan nyata, bahwa dunia pendidikan dan penelitian kita tidak juga maju-maju dan selalu berkutat pada pembahasan soal pengaruh bahaya radikalisme agama, yang berarti pula telah nyata sebagian besar dunia pendidikan kita telah diinfiltrasi oleh pengaruh faham-faham radikalisme yang terlarang itu.
Para ilmuwan di negara lain sibuk membahas dan menemukan bagaimana manusia bisa menciptakan oksigen untuk bisa hidup di Planet Mars, tetapi kita masih sibuk berdebat soal Pancasila, NU, Muhammadiyah, FPI, HTI, Wahabisme, Sunni-Syiah, Kampret dan Cebong dlsb. Para ilmuwan di negara lain sibuk membahas dan menciptakan danau di tengah gurun sahara yang tandus dan gersang, namun kita disini malah sibuk membahas prilaku Capres stres karena berulang-ulang gagal jadi presiden, dan sibuk membahas Gubernur gak bener yang hanya gemar dan pawai membolak-balik kata tanpa makna. Para tekhnolog di negeri lain mulai merancang dan menemukan mobil terbang, tapi kita disini malah sibuk berperang melawan akademisi-akademisi sinting yang yang menyebarkan hoax dan menebarkan kebencian serta permusuhan bertendensi SARA. Ada hal yang tidak beres dalam dunia pendidikan kita, ada yang tidak beres dalam mentalitas kita sebagai sebuah bangsa.
Presiden Jokowi nampaknya sangat menyadari akan semua ketidak beresan yang terjadi pada dunia pendidikan kita dan mentalitas kita sebagai sebuah bangsa itu, karenanya Presiden Jokowi mulai melakukan oto kritik dalam kinerja kabinetnya sendiri yang mengurusi soal pendidikan dan riset, tekhnologi dan pendidikan tinggi. Presiden Jokowi mulai memperingatkan pada para pihak yang berkepentingan itu agar tidak lagi berkutat pada perdebatan usang, kuno soal kurikulum yang selalu terjadi dari periode ke periode jabatan kementrian pendidikan, yang telah kita ketahui bersama telah terjadi semenjak zaman kepemimpinan Soeharto hingga sekarang. Karena itu munculnya menteri pendidikan dan kebudayaan serta menteri riset dan perguruan tinggi yang memahami akar persoalan yang terjadi pada dunia pendidikan, kebudayaan dan riset, tekhnologi dan pendidikan tinggi sangatlah kita semua nantikan, agar kita semua harapkan mereka dapat menemukan terobosan-terobosan baru untuk menyelesaikannya.
Indonesia termasuk negara yang menganut sistem demokrasi terbesar ke tiga di dunia setelah India dan Amerika Serikat, dan termasuk negara berpenduduk muslim terbesar pertama di dunia. Sudah sepantasnya jika Indonesia harus memulai mereformasi dunia pendidikannya kembali, agar bangkit menjadi negara termaju di dunia untuk soal kualitas dunia pendidikannya. Jika NU saja dapat menjadi pembelajar bagi negara-negara berpenduduk muslim di dunia dalam menerapkan Islam Nusantara yang berakar dari dipadukannya nilai-nilai keislaman dengan nilai-nilai kebudayaan Nusantara, kenapa tidak negeri ini menjadi contoh teladan dalam menyukseskan reformasi dunia pendidikan? Tak ada yang mustahil selama kita semua masih bisa bernafas dan menikmati indahnya sinar Matahari dan cahaya Rembulan, karena kesuksesan dipersembahkan oleh Tuhan bagi siapapun yang berusaha sungguh-sungguh untuk menggapainya…(SHE).
Jakarta, 18 Juni 2019.
Saiful Huda Ems (SHE). Advokat dan penulis.