SURABAYA, beritalima.com – Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur, Dr. H. Akhmad Sukardi mendukung ujicoba pelaksanaan program Public Expenditure and Financial Accountability (PEFA) di lingkungan Pemprov Jatim. Tujuannya adalah agar ke depan manajemen keuangan publik dapat lebih efesien, efektif, transparan dan akuntabel.
Dukungan itu disampaikan Sukardi saat menerima Tim Kemendagri dan Bank Dunia di Ruang Kerja Sekdaprov Jatim, Jl. Pahlawan 110 Surabaya, Jumat (10/3) pagi.
Sukardi mengatakan, program PEFA lebih bagus karena diawasi langsung oleh Bank Dunia, serta lebih kompleks dan detail dari yang sudah ada. Jadi otomatis hasilnya juga lebih bagus, serta mendukung terciptanya good governance di Pemprov Jatim. Apalagi Pemprov Jatim getol mengeluarkan dan memperoleh penghargaan berbagai inovasi pelayanan publik.
Namun, lanjut Sukardi, sebelum program ini benar-benar diterapkan, harus ada sinergi yang baik antara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam mengatur daerah, khususnya terkait standar laporan dan tuntunan keuangan. Selama ini, dua kementerian itu meminta laporan dengan model yang berbeda.
“Selama ini kami selaku pemerintah daerah kebingungan, karena di pusat kurang sinergi. Bahkan, tiap kementerian minta laporan dengan model sendiri-sendiri. Bappenas minta format A, Kemendagri formatnya B, dan Kemenkeu formatnya C. Jadi daerah kebingungan, apalagi SDM kami terbatas, dan sekarang masih moratorium CPNS. Berbeda dengan pusat yang punya lembaga ikatan dinas seperti STAN, tambahan SDM kami hanya dari pembukaan lowongan CPNS umum” katanya.
Sinergi itu diperlukan karena peraturan-peraturan yang dibuat antara kementerian satu dengan lainnya tidak sama. Contohnya, PP 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) yang tidak cocok dengan permen-permen yang dibuat Mendagri. “Jadi solusinya cuman satu, pusat harus bersinergi dulu sebelum mengatur daerah” jelasnya.
“Jadi kami sepakat untuk program PEFA ini, silahkan anda kaji dulu seperti apa pelaksanaannya, tapi yang perlu diingat, ini harus jadi sebuah produk aturan yang jelas, jangan sampai tumpang tindih dengan aturan lama. Solusinya Kemenkeu dan Kemendagri harus klop, kompak mengatur daerah. Ini program yang bagus, tapi harus disiapkan anggaran, SDM yang kompeten, dan aturan yang settle. Sebab BPK tidak memeriksa berdasarkan ujicoba, jika kita salah, kita akan masuk kategori ketidakpatuhan” pungkasnya.
Pada kesempatan itu, Silvi, perwakilan Bank Dunia menjelaskan, PEFA adalah sebuah organisasi yang ditunjuk oleh Bank Dunia untuk melakukan pendampingan kepada negara-negara berkembang untuk mengembangkan manajemen keuangan publik Dalam melakukan assesment tersebut telah menunjuk 5 daerah di Indonesia yakni Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Badung, dan Kabupaten Balikpapan.
PEFA menyediakan suatu kerangka kerja untuk penilaian dan pelaporan kekuatan dan kelemahan Manajemen Keuangan Publik (MKP) dengan menggunakan indikator kuantitatif untuk mengukur kinerja. PEFA dirancang untuk memberikan suatu gambaran mengenai kinerja MKP pada titik-titik spesifik secara tepat waktu menggunakan suatu metodologi yang dapat direplikasi dalam penilaian–penilaian selanjutnya, serta memberikan suatu ringkasan mengenai perubahan–perubahan dari waktu ke waktu.
“Ibaratkan dokter, PEFA akan melihat/mendiagnosis kesehatan keuangan daerah, mulai perencanaan, penyajian laporan keuangan, manajemen pendapatan, manajemen pengeluaran, dan resiko-resiko fiskal beserta cara untuk mengantisipasinya. Metode kami menggunakan evidence based alias bukti-bukti yang nyata dan terverifikasi” katanya.
Hadir pada kesempatan itu, Tim konsultan Dirjen Bina Keuangan Daerah dan perwakilan Direktorat Penangggungjawaban Kemendagri, dan perwakilan SKPD yang sudah diujicoba PEFA, diantaranya BPKAD, Bapenda, Dinkes, Dispendik, PU Bina Marga, PU Pengairan, BPOM, dan Setwan. (**)