JAKARTA, Beritalima.com– Perilaku bisnis korporasi yang cenderung abai terhadap tanggungjawab sosial berkelanjutan kembali mendapat sorotan. Kali ini sorotan dilontarkan senator dari Dapil Provinsi Papua Barat, Dr Filep terkait dengan kondisi Sekolah Dasar (SD) YPK Sarito, Kecamatan Sumuri, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat yang rusak parah.
Wakil Ketua I Komite I DPD RI itu menyampaikan kekesalannya lantaran mengetahui kondisi SD YPK Serito yang sebelumnya dibangun lantaran masyarakatnya dipindahkan dari Kampung Tanah Merah karena akan dibangun kilang gas alam cair.
SD YPK Serito adalah ring I perusahaan LNG Tangguh. Namun, sekolah ini sekarang dalam keadaan rusak parah. “Kita pertanyakan komitmen LNG Tangguh menjalankan CSR,” ungkap Filep dalam keterangan pers yang disampaikan kepada Beritalima.com, Sabtu (11/9).
Pemegang gelar doktor hukum lulusan Universitas Hasanuddin (Unhas) Makasar tersebut mengatakan, salah satu tujuan CSR yang paling urgen di negara berkembang adalah meningkatkan kualitas Pendidikan. Karena itu, Pemda wajib memberikan ‘teguran keras’ kepada perusahaan yang tidak menjalankan tanggungjawab sosial dan lingkungan dengan baik.
Good corporate citizenship dan good business ethics itu harus menjadi perhatian. Kalau tidak, keseimbangan sosial sulit tercapai. Perusahaan jangan hanya menyedot Sumber Daya Alam (SDA) saja, tetapi sebaliknya memarginalkan masyarakat yang menjadi korban kepentingan investasi gas di Bintuni.
“Dampak kehadiran perusahaan di Papua mayoritas hanya berorientasi kepada bisnis semata tanpa peduli dengan kepentingan dan apa yang menjadi hak masyarakat adat dan pembangunan daerah. Dimana keadilan itu?,” kata dia.
Filep mengatakan, masyarakat ring I (daerah sekitar perusahaan) merupakan pihak yang patut mendapat apresiasi lantaran mengorbankan diri dan keluarga untuk pindah demi dibangunnya kilang. Tidak hanya itu, ring II Perusahaan (meliputi daerah-darah diluar ring I) juga merupakan kesatuan elemen yang menjaga keberlangsungan perusahaan.
Maaf, seringkali perusahaan menomorduakan CSR, tanggungjawab sosial dan moral perusahaan dan menganggap itu sesuatu diluar managemen Perusahaan karena tidak menguntungkan.
“Lalu disederhanakan dengan bagi-bagi sembako di hari-hari Besar. Kita yang menyaksikan ini, harus mempertanyakan kembali komitmennya. Ini masyarakat tidur diatas tumpukan gas, tapi kesejahteraannya sama sekali diabalikan.” ungkap senator yang akrab disapa Pace Jas Merah ini.
Karena itu, Filep mengusulkan agar besaran CSR benar-benar dimuat secara tertulis didalam Perda masing-masing Provinsi.
“Kita belum lihat berapa besaran CSR yang ditetapkan. Sementara perusahaan sudah puluhan tahun beroperasi.”
Kita, jelas Filep, juga meminta Pemerintah Daerah (Pemda) mengevaluasi anggaran bagi hasil Migas di Papua Barat, termasuk meminta penegak hukum untuk mengevaluasi dan mengaudit dana bagi hasil migas yang selama ini dialokasikan untuk pemerintah dan kabupaten sehingga warga mengetahui apa dana bagi hasil tersebut benar-benar digunakan dengan sebak-baiknya atau tidak.”
Pada sisi lain, berdasarkan hasil data Badan Pusat Statistik (BPS) 2020, Bintuni menempati posisi ke-lima termiskin di wilayah Papua Barat dengan presentasi 29,39 persen penduduk miskin setelah Pegaf 33,81 persen, Tambrauw 32,80 persen, Teluk Wondama 30,91 persen serta Maybrat 30,78 persen. (akhir)