Seniman Ponorogo Tak Terima Reog Dibuat Ngamen

  • Whatsapp

MADIUN, beritalima.com- Seribu lebih seniman Reyog di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPRD setempat, Rabu 29 Maret 2017.

Aksi mereka, memprotes hadirnya pertunjukan Reyog keliling yang menampilkan seni reyog yang dinilai menyimpang untuk kepentingan komersil atau untuk ngamen door to door. Mereka juga berharap DPRD Ponorogo mempertegas keberadaan reyog sebagai seni asli Ponorogo dengan menerbitkan Perda.

Apalagi, pemerintah sedang memperjuangkan agar kesenian Reyog diakui badan dunia Unesco sebagai warisan budaya asli Indonesia.

Dalam aksinya, mereka menari, memainkan dhadhak merak dan berakrobat. Selain itu, mereka juga melakukan orasi. Sejumlah tulisan di atas kertas juga dibentangkan. Intinya mereka keberatan dengan pertunjukan keliling grup reyog Singo Bolang asal Madiun di Ponorogo.

Ketua Paguyuban Pandemen Reyog, Trililantoko, mengatakan, hal utama yang membuat para pegiat Reyog meradang adalah tampilan reyog oleh grup Singobolang dalam pertunjukannya beberapa hari terakhir di sejumlah titik di Ponorogo.

“Dalam pertunjukan, mereka ini mengkolaborasikan dengan debus. Sehingga seolah-olah reyog adalah seni yang menggunakan ilmu hitam. Ini sangat merugikan kami. Orang Ponorogo yang sedang berupaya meyakinkan dunia bahwa reyog adalah seni yang penampilannya bisa dilatihkan, seni yang bisa dipelajari dan ilmiah meski ada aksi dan akrobat seperti sebuah kanuragan ,” kata Trililantoko, usai beraudiensi dengan sejumlah anggota DRPD Ponoorogo.

Selain terkesan dicampur ilmu hitam, keberatan berikutnya adalah munculnya penari jathil yang mengenakan busana kurang sopan. Di antaranya adalah kostum yang minim sampai memperlihatkan pusar penari perempuan.

Bahkan, lanjut pria yang akrab disapa Koko ini, di tengah pertunjukan, beberapa penari jathil tiba-tiba berganti peran menjadi pembarong dan mengenakan dhadhak merak tanpa berganti kostum alias masih mengenakan kostum jathil.

“Kami melihat ada pelanggaran kesusilaan dan ada penyimpangan pakem luar biasa. Ini kami tidak bisa terima,” terangnya.

Hal lain yang juga membuat gusar adalah adanya penarikan tiket dalam pertunjukan oleh grup reyog Singo Bolang. Menurut para pengunjuk rasa, penarikan tiket ini lebih mirip pengamen dan tidak pantas dilakukan, terutama di Ponorogo yang merupakan gudangnya reyog.

Dengan adanya berbagai kasus soal reyog seperti pengakuan oleh Malaysia, pembakaran dhadhak merak reyog di Filipina dan reyog kelilingan dengan sejumlah penyimpangan membuat para pegiat menginginkan adanya peraturan daerah atau peraturan bupati.

“Perda akan bisa melestarikan reyog, menjaga bentuk dan pakem serta lebih mudah diakui dunia, dalam hal ini Unesco,” paparnya.

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua DPRD Ponorogo, Miseri Effendi, mengatakan, pihaknya akan segera memberikan delegasi ke Komisi D DPRD Ponorogo untuk mengkaji Perda Seni dan Budaya yang pernah diterbitkan oleh DPRD Ponorogo beberapa tahun lalu.

“Kita akan lihat lagi Perda itu. Setelah itu bisa kita tambahi pasal soal reyog secara tegas,” kata Miseri. (Dibyo).

Foto: Istimewa

beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *