SURABAYA, Beritalima.com|
Tim PKM Universitas Airlangga (Unair) turut unjuk gigi dalam mengatasi stunting. Mereka adalah Ahmad Ahda Maulana yang memimpin Verdian Agus Saputra, Alvia Mita Ayu Permani, dan Afrohiyatid Diniyah hingga lolos pendanaan PKM.
Proposal yang mereka ajukan adalah Rancang Bangun Model Islamic Social Finance untuk Stunting Guna Mendukung Terwujudnya Good Health and Well-Being SDGs di Kabupaten Bangkalan. Pemilihan Kabupaten Bangkalan menimbang fakta bahwa Bangakalan menyumbang populasi stunting tertinggi di Jawa Timur.
“Di Jawa Timur, tingkat prevalensi stunting tertinggi ada di Kabupaten Bangkalan dengan angka 28,2% atau sebanyak 1.931 balita terjangkit stunting,” ungkap Ahda mewakili tim pada Selasa (12/9/2023).
Manfaatkan Islamic Social Finance
Ahda bersama keempat anggota tim lainnya memanfaatkan model islamic social finance (ISF) guna menyelesaikan permasalahan itu. Tim tersebut melihat bahwa pada riset-riset sebelumnya, pemanfaatan ISF hanya berfokus pada sektor ekonomi, pembiayaan usaha, bantuan anak yatim, dan pendidikan.
Padahal, permasalahan masyarakat Indonesia tidak hanya berputar pada hal-hal itu. Kesehatan juga menjadi aspek fundamental penentu kualitas hidup dan masih jarang terlibat dengan pemanfaatan dana ISF.
“Dalam riset ini kami mengaitkan mengenai permasalahan di sektor kesehatan khususnya di stunting karena beberapa faktor stunting juga berkaitan dengan ekonomi dan konsumsi nutrisi,” jelasnya.
Jalin Kerja Sama dengan Sejumlah Pemangku Kepentingan
Tim PKM Unair itu melihat dana ISF memiliki potensi yang besar. Kendati demikian, mereka juga sadar bahwa efektivitas program akan berjalan maksimal ketika mereka bekerja sama dengan sejumlah pemangku kepentingan yang tepat.
“Dari riset, kami menginovasikan antara stunting dengan ISF mengoordinasikan beberapa OPD di Kabupaten Bangkalan seperti DKBP3A dan Dinkes yang memang terjun secara langsung menangani stunting serta Baznas Kabupaten Bangkalan,” sebutnya.
Salah satu data penting datang dari Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Bangkalan. Tim itu menemukan bahwa salah satu faktor tingginya angka stunting di Bangkalan berkaitan dengan tingkat ekonomi.
Di sisi lain, Baznas sebagai penghimpun dana ISF masih belum secara khusus menyalurkan dana untuk fokus pada pengentasan stunting. Dengan demikian, perlu adanya kolaborasi sinergis dari setiap pemangku kepentingan agar stunting di Bangkalan dapat segera teratasi dan setiap elemen masyarakat dapat merasakannya.
“Oleh karena itu, perlu dukungan penuh dari berbagai kalangan, baik dari masyarakat, lembaga, maupun pemerintah,” lanjutnya.
Dengan begitu, Ahda bersama tim pelaksana mendapatkan kemudahan pengembangan dan implementasi berdasarkan data yang mereka dapatkan. Sebagai tindak lanjut, mereka kemudian mengaitkan beberapa teori sehingga dapat membentuk satu model kebijakan dan langkah tepat bagi masyarakat Bangkalan. (Yul)