TRENGGALEK, beritalima.com –
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Trenggalek berupaya keras mewujudkan generasi muda yang unggul. Salah satunya dengan cara pencegahan terhadap pernikahan usia dini (pernikahan anak-anak). Sebab pernikahan tersebut (usia anak-anak) dinilai banyak memiliki dampak buruk.
Hal itu, sebagaimana disampaikan Ketua Tim Penggerak (TP) PKK Kabupaten Trenggalek Novita Hardini yang memang sedang getol dalam mengkampanyekan pencegahan pernikahan dini. Mengingat, lebih banyak keburukan yang tak bisa terelakkan ketika ini terjadi.
“Mengingat banyaknya dampak buruk yang terjadi, maka dengan alasan apapun pernikahan anak harus bisa dicegah,” sebutnya.
Menurut Novita, diantara dampak buruk yang ditimbulkan oleh adanya pernikahan anak adalah, potensi bayi lahir ‘stunting’ hingga masalah ekonomi yang berujung pada tingginya angka perceraian.
Kondisi tersebut, dinilai tidak sejalan dengan upaya pemerintah, Kabupaten Trenggalek, untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) unggul.
“Maka dari itu dalam setiap kesempatan Pemerintah Kabupaten Trenggalek selalu mengkampanyekan stop perkawinan anak,” imbuh istri Bupati Trenggalek ini.
Masih kata dia, bila ingin menciptakan generasi berkualitas, haruslah seluruh pihak saling bantu mencegah terjadinya pernikahan anak. Sehingga, “kalau kita benar-benar ingin menciptkan itu (SDM unggul) mari kampanyekan stop pernikahan usia anak. Ini kan sama halnya dengan menembak semua sasaran pembangunan kita,” tandas dia.
Guna mewujudkan itu, Ketua TP PKK Trenggalek ini menyebut bahwa sejumlah langkah telah dilakukan Pemkab Trenggalek. Diantaranya, meluncurkan program ‘Desa Nol Perkawinan Anak’ dengan menggandeng UNICEF hingga gerakan orang tua asuh. Pun begitu, usaha itu tidak akan berhasil maksimal pastinya tanpa dukungan seluruh elemen masyarakat.
“Yang pasti, demi menekan angka perkawinan anak perlu komitmen bersama dan dukungan seluruh masyarakat,” tandas Novita.
Saat disinggung terkait masih adanya perkawinan anak di beberapa wilayah, dirinya juga menguraikan, jika harus diakui tidak mungkin secara penuh fenomena tersebut dicegah karena memang lebih dipengaruhi oleh beberapa faktor. Baik itu dari sisi kultur serta kebiasaan di lingkungan tempat tinggal tertentu atau pula faktor ekonomi hingga pergaulan bebas.
“Sumber permasalahnya bermacam-macam. Ada yang memang karena budaya, pergaulan bebas ataupun faktor ekonomi. Kemudian, tak semua kasus pernikahan anak dilatarbelakangi oleh hamil di luar nikah. Jadi itu yang perlu kita evaluasi dan advokasi bersama,” pungkasnya. (her)