Ayah Maafkan Aku

  • Whatsapp
Ilustrasi istimewah

beritalima.com – Aku hanya memanggilmu Ayah disaatku kehilangan arah, aku hanya mengingatmu Ayah disaatku telah jauh darimu. Dia selalu memberi sesuatu kesan yang mendalam dalam setiap pengorbanan untuk hidupku.

Setelah mendengar kata Ayah, yang terpikirkan betapa besar pengorbanan yang ia lakukan apapun itu hanya demi keluarga. Bahkan kata super hero sangat cocok untuk sesosok “Ayah”. Tapi tidak bagiku, sebelum aku menyadari semua tentang dia.

Aku terlahir dari keluarga sangat sederhana. Aku memiliki kedua orang tua, ayahku kini tak lagi berkerja karena memang faktor usia dan ibuku hanya ibu rumah tangga seperti pada umumnya. Aku memiliki banyak saudara, dua saudara laki-laki dan tiga saudara perempuan, dan aku terlahir sebagai anak ke-4 dari 6 bersaudara. Semua pendapatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di peroleh dari ketiga kakakku.

Sejak kecil aku sudah terbiasa dengan pertengkaran di dalam keluargaku. Jujur saja sampai dewasa pun masih ada pertengkaran di dalam keluargaku walau tidak sesering dahulu, tapi lagi-lagi setiap pertengkaran selalu ayahku yang menjadi motor dalam semuanya.

Orangtuaku sering sekali bertengkar bahkan pernah kami anak-anaknya semua dilibatkan dalam pertengkaran. Entah, kadang penyebab dari pertengkaran-pertengkaran tersebut hanya karena hal sepele tapi ayah selalu melebarkan masalah ke mana-mana hingga menjadi panjang dan rumit.

Ayahku sering memarahiku, aku masih ingat saat ia memarahiku karena aku tidak sering mencuci motorku padahal aku sering mencuci motorku tapi ini masih wajar ia memarahiku.

Aku pernah melawan ayahku karena saat itu aku tak tahan dengan pertengkaran orangtuaku yang begitu mengganggu telingaku, sebenarnya aku tak berniat melawanya aku hanya bermaksud meleraikan mereka. Tapi yang kudapat adalah sebuah amarah bahkan pukulan, Ya! Aku dipukuli dengan perabotan rumah tangga seperti sisir, piring, remot tv dan sapu olehnya. Sungguh itu perbuatan yang sangat tak wajar sebagai seorang Ayah. Walaupun aku tahu, aku salah tapi aku tak menyangka hal tersebut membuat amarahnya disalurkan kepadaku apalagi aku seorang anak perempuan, sejak itu aku menjaga jarak darinya.

Sejak hari itu aku menghindari pembicaraan dengan ayahku dan aku mulai memberontak menjadi anak nakal, seperti suka berbohong dan membangkangnya.

Memang, ayahku memiliki karakter yang keras untuk mendidik anak-anaknya, tapi cara itu sudah kuno, salah dan itu membuatku semakin menjadi-jadi sebagai anak yang membangkang dan tidak berlaku sopan.

Terkadang aku iri dengan kawan-kawanku yang selalu menceritakan saat sekolah tentang kehidupan keluarga mereka yang harmonis dan mendekati kata sempurna sebagai keluarga. Mereka juga menceritakan betapa hebatnya sosok ayah mereka, seperti membebaskan mereka melakukan apa yang diinginkan, mendapat perlakuan yang baik, tidak pernah dimarahi, memberikan ucapan manis dan hadiah.

Sedangkan aku? Aku bahkan diperlakukan cukup keras ya aku tahu itu bukanlah kesengajaan tapi tetap saja tidak seharusnya ia melakukan hal itu pada seorang anak dan pernah saat ulang tahunku ayahku bahkan lupa dengan hari yang begitu spesial bagiku, padahal saat itu aku mengharapkan ucapan dan hadiah seperti kawan-kawanku. Itulah aku masih berpikir seperti kanak-kanak.

Tahun ke tahun terus ku lalui hingga tumbuh menjadi dewasa, pikiran ku mengenai sumua pun menjadi terbuka, cara pandangku menjadi lebih baik, dan bertanggung jawab akan perbuatan sendiri. Begitupun cara pandangku terhadap perlakuan ayahku dahulu, aku mulai mengerti dan menyadari bahwa ayahku melakukanya karena menurutnya tindakkan yang ia ambil merupakan cara terbaik untuk ku saat itu.

Aku mulai menyadari mengapa ayahku selalu keras dan penuh amarah. Menjadi sosok Ayah bukanlah hal yang mudah, ia begitu berat menanggu semua beban dan fikiran segala sesuatunya.

Dari sebuah kedewasaan aku mengerti kenapa ayah melakukan semua hal yang kunilai buruk itu, ternyata ayah ku menanggung beban pikiran tentang keuangan keluargaku dan ayahku terkena tipu oleh temannya yang meminjam uang tapi tak dikembalikan, saat itu sehingga membuat ia melampiaskan semua beban itu kepada ku, aku tahu sebenarnya ia tidak ingin melakukannya. Aku bahkan pernah meminta uang kepada ayahku dengan memaksa padahal aku tahu ia tak memiliki uang tapi aku mengatakan bahwa aku ingin uang dari ayah seperti kawan ku yang selalu diberi uang oleh ayahnya bukan dari kakak.

Bahkan betapa bodohnya aku karena ketidaketahuanku ternyata selama ini ayaku menderita penyakit hernia. Ayahku didiagnosa hernia sejak cukup lama. Itu karena ia memakasakan diri untuk berkerja yaitu berkerja sebagai supir sewa mobil bag. Ketika itu ayahku mendapat sewaan dan ayahku membantu mengangkut barang-barang wajarlah ayahku sebenarnya sudah dalam masa manula tidak seharusnya ia melakukan pekerjaan itu hanya demi mencari uang karena permintaanku hingga terjadilah turun bero timbullah penyakit hernia. Namun ayahku tidak langsung bilang akan penyakitnya ia lebih ingin memendam rasa sakitnya. Ya Tuhan, aku sungguh menyesali perbuatanku padahal ayahku selalu ingin mencoba melakukan yang terbaik untukku.

Saat operasi ayahku tiba, aku menatap dari luar ruang ia berbaring lemah menahan sakit akan suntikkan yang menusuk kulitnya agar terbius, aku tau itu pasti sangat menyakitkan dari kejauhan aku berdoa agar operasi ayahku berjalan lancar. Sungguh aku baru menyadari betapa ia benar-benar mengorbankan segala sesuatu untukku bahkan keluargaku.

Selama ini aku berpikir salah tentang ayahku. Ayahku bahkan melakukan hal yang baik untukku ia berkerja keras demi aku dan ia juga selalu memanjatkan doa untukku disetiap doa-doa. Memang penyesalan selalu datang belakangan dan hal ini yang aku alami, Ya! Aku menyesal. Ayah maafkan aku untuk semua telah kulakukan.

(Adinda Harum Agustin)

Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta. Jurusan : Teknik Grafika Dan Penerbitan (Jurnalistik).

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *