Diduga Ada Pemenang ‘Fiktif’, Bank Mega Lelang Rumah Warga Gondanglegi Tanpa Pemberitahuan

  • Whatsapp
H David Debitur Bank Mega Rumah dilelang tanpa pemberitahuan.

Kabupaten Malang, beritalimacom| Warga Jalan Kyai Mojo RT 18 RW02 Gondanglegi Kulon Kabupaten Malang Jawa Timur, mengeluhkan kecurangan Bank Mega yang melakukan lelang tanpa pemberitahuan kepada debitur, yang dalam hal ini dialami sendiri oleh H David hingga mengakibatkan kehilangan asset rumah dan tanah.

“Rumah dan tanah saya dieksekusi tanpa ada pemberitahuan oleh Bank Mega melalui Pengadilan Negeri Kepanjen Kabupaten Malang pada tahun 2022,” keluhnya kepada awak media Sabtu 11/05/2024.

Bacaan Lainnya

Hal ini berawal pada tahun 2012, bahwa dirinya sedang pailit dan tidak bisa membayar pinjaman ke Bank Mega yang beralamat di jalan Jaksa Agung Suprapto No.27, Samaan, Kecamatan Klojen, Kota Malang, Jawa Timur.

“Pada tahun 2012 memang kondisi saya sedang koleb dan tidak bisa bayar, kemudian saya minta kepada pihak bank untuk dibantu terkait permasalahannya, apakah bisa di Restructuring atau penataan kembali karena usaha tiga-tiganya sendang pailit dan juga tutup” kata H. David pada Sabtu (11/5/2024).

Saat itu ia meminta kerendahan dari Bank Mega untuk bisa dipertimbangkan. Namun pihak bank katanya tidak bisa dan harus diselesaikan atau harus dilunasi.

“La kalau saya harus nutup, atau saya harus bayar. Sementara untuk pemasukan saja tidak ada jelas tidak bisa” keluhnya.

Masih kata H. David, kemudian pihak bank menyampaikan ada satu jalan yakni pelunasan dengan pelunasan khusus.

“Kalau dengan pelunasan khusus, kemampuannya diangka Rp. 330 juta pada waktu itu. Kemudian saya titip uang sebesar 30 juta. Dengan perjalanan waktu, kekurannya masih belum dapat, akhirnya saya meminta kelonggaran waktu dan meminta potongan Kembali kalau bisa” ungkapnya.

Dan akhirnya permohonannya disetujui dari Rp. 330 juta menjadi Rp. 250 juta, dan itupun masih masih belum bisa.

“Akhirnya pada tahun 2016, saya disuruh membuat surat pernyataan yang berisi bahwa mengajukan permohonan pelunasan kredit di Bank Mega sebesar Rp. 160 juta dan sudah titip 30 juta dan 130 juta yang katanya masih diajukan ke Bank Mega pusat” kata H. David.

Anehnya, sekitar 3 bulan setelah membuat surat tersebut, tiba-tiba ada orang yang dating dan mengaku sebagai pemenang lelang rumah tersebut.

“Padahal saya tidak pernah ada panggilan atau surat peringatan setelah membuat surat pernyataan itu, dan pemenang lelang datang, kok bisa wong ini saja saya masih menunggu kabar surat pengajuan dari bank Mega pusat, kok tau-tau kesini kok katanya sudah mengaku pemenang lelang” ungkapnya.

Akhirnya pihak pemenang lelang bersikukuh tidak bisa karena sudah membeli melalui lelang. Dan ia menyuruhnya menanyakan Kembali ke bank Mega.

“Saya datang ke Bank Mega, namun tidak pernah ditemui oleh pihak dari bank Mega” keluhnya.

Pada tahun 2020, ada panggilan dari pihak pengadilan Negeri Kepanjen yang mau dilakukan eksekusi karena sudah ada keputusan.

“Saya juga tidak tahu apa putusannya karena saya selama ini tidak pernah tahu, bahwa saya tidak pernah menyetujui bahwa rumah ini mau dilelang” jelasnya.

“Dan saat itu saya sampaikan bahwa saya masih mempunyai itikad untuk melunasi kekurangan saya yang sudah disampaikan oleh pihak Bank Mega” lanjutnya.

Menurut H. David, eksekusi dilakukan tiga kali. Pertama dan kedua gagal, ketiga eksekusi berhasil namun itu dilakukan ketika dirinya tidak ada dirumah atau di obyek.

Setelah di eksekusi tahun 2022. Saat ini kondisi rumah kosong dan setelah dieksekusi memang dikosongkan dan tidak ada yang menempati sampai sekarang.

Terkait hal itu Nanang Nelsen Ketua Lembaga Perlindungan Konsumen (LPK) menambahkan bahwa, proses lelang itu diduga ada kongkalikong antara Bank dan pihak ketiga dengan modus oleh pihak Bank dianggap macet.

“Kami menganggap proses melelangnya itu yang melanggar hukum, padahal, hutang debitur itu Rp 300 juta namun, pihak Bank melelang dengan harga Rp 300 juga ini nggak bisa itu, padahal obyek yang dilelang itu, nilainya Rp 1 Miliar lebih, kalau dielang dengan harga hutang, itulah pelanggarannya,” ungkap Nanang kepada awak media.

Ia juga menerangkan soal proses peminjaman kepada debitur dalam hal ini H David, bahwa pihak Bank Mega tidak melakukan survei lokasi obyek, yang seharusnya survei itu dilakukan untuk menilai harga obyeknya. Yang nantinya bisa menentukan jumlah nilai pemimjaman.

“Berdasarkan nilai jual obyek, daerah itu paling tidak harga obyek senilai Rp 1 Miliar dan jumlah peminjaman maksimal kalau dengan harga segitu adalah senilai Rp 500 juta, tapi pihak Bank tidak maksimal hanya diutangi atau pencairan Rp 300 juta terus dianggap kredit macet,” katanya.

Selain itu, Nanang menganggap bahwa pihak Bank Mega juga telah melakukan dugaan adanya pelelangan fiktif. Pasalnya, sampai saat ini pemenang lelang belum pernah melihat obyek rumahnya.

“Memang ada nama muncul pemenang lelang, namun hanya sekedar nama saja, buktinya hingga sekarang rumah tak pernah dilihat, bahkan kita gugatpun pemenangnya gak pernah hadir di pengadilan,” tandasnya.

Sementara itu, terkait permasalahan tersebut hingga berita ini diunggah pihak Bank Mega tidak bisa dihubungi.

 

Penulis: Redaksi 

 

beritalima.com

Pos terkait