Fraksi PKS Desak Pemerintahan Jokowi Cabut Izin Operasi Pembakit Listrik Sorik Merapi

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi VII DPR RI, Dr H Mulyanto mendesak Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencabut izin operasi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) PT Sorik Merapi Geothermal Power (SMGP) di Mandailing Natal, Sumatera Utara.

Soalnya, politisi senior yang juga Doktor Teknik Nuklir lulusan Tokyo Institute of Technology (Tokodai), Jepang 1995 itu menilai manajemen SMGP tidak mampu mengelola dan mengoperasikan PLTP secara benar sehingga menyebabkan musibah kebocoran gas buang yang menewaskan lima warga dan lebih 50 orang dirawat di rumah sakit.

Menurut wakil rakyat Dapil III Provinsi Banten ini kejadian mal-operasional yang sangat fatal sekaligus preseden buruk bagi bangsa ini yang tengah mendorong penggunaan EBT. Apalagi, musibah itu terjadi pada saat Komisi VII DPR RI tengah mempersiapkan RUU EBT.

“Pelepasan uap/gas adalah operasi rutin di PLTP dan bersifat alamiah, dimana uap air bercampur dengan gas. Sebab itu, uap air itu harus dikelola sedemikian rupa dengan prosedur baku sebelum dilepas melalui cerobong uap, agar uap air yang dibuang ke lingkungan itu mememuhi batas aman dalam wilayah aman,” kata Mulyanto.

Namun, dari laporan Dirut PT SMGP dan Dirjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI ditemukan fakta-fakta, bahwa pengelolaan keselamatan PLTP ini sembrono.

Korban meninggal dan pingsan di temukan pada titik 96-125 m dari cerobong pelepasan gas, padahal wilayah aman instalasi adalah di atas 300 m dari cerobong. Itu artinya, pihak perusahaan tidak melakukan sterilisasi pada wilayah di dalam radius instalasi 300 m, yang menjadi SOP pelepasan gas.

Ini disebabkan jarak antara pembangkit dengan pemukiman penduduk relatif dekat dan tidak ada kontrol pada batas radius 300 m, sehingga dengan mudah penduduk masuk ke dalam radius operasi tersebut,” jelas Mulyanto.

Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bidang Pembangunan dan Industri itu juga menyayangkan durasi singkat dan minim sosialisasi kepada masyarakat atas rencana operasi tersebut.

Sosialisasi dilakukan sekitar 3 jam sebelum operasi. Dan, itu dilakukan tenaga keamanan yang tidak cukup pengetahuan akan bahaya operasi pelepasan gas/uap ini. Petugas tak paham potensi bahaya pelepasan gas beracun itu.

Operasi pelepasan uap tidak dihadiri well pad superintendent (pengawas penanggung jawab pelepasan gas) yang mengarahkan pelaksanaan simulasi pengukuran arah, kecepatan, ketinggian angin, pengukuran konsentrasi gas dan memandu penggunaan detektor sebelum dilakukan pelepasan, sehingga pelepasan gas beracun itu aman bagi keselamatan manusia dan lingkungan.

“Ini sungguh operasi pelepasan uap/gas PLTP yang ugal-ugalan dan melanggar SOP, sebuah tindakan mal operasional berat. PLTP Kamojang, yang dioperasikan Indonesia Power, selama lebih dari 35 tahun melakukan operasi tersebut secara aman,” tegas Mulyanto.

Karena itu, menurut dia, sangat pantas kalau izin operasional PLTP SMGP, yang sahamnya 90 persen milik perusahaan China ini dicabut. Izin dapat dipertimbangkan kembali, setelah pihak perusahaan melaksanakan rekomendasi Pemerintah bagi perbaikan operasi PLTP ke depan dan dinilai layak oleh Komisi VII DPR RI.

Untuk diketahui PT SMGP mengoperasikan 5 unit PLTP dengan kapasitas terpasang total 240 MW. Operasi komersil pertama PLTP Unit 1 Oktober 2019 yakni 45 MW. Indonesia memiliki kapasitas terpasang energi panas bumi 2.132 MW atau sekitar 9 persen dari potensi sumber daya energi panas bumi yang 24 GW atau setara dengan 3 persen dari total kapasitas terpasang pembangkit listrik nasional yang 70 GW.

Ini adalah kapasitas terpasang PLTP terbesar nomor dua dunia. Dengan potensi sumber daya yang ada, Indonesia berpeluang menjadi negara nomor satu yang memiliki kapasitas terpasang PLTP terbesar di dunia. (akhir)

 

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait