Langgar Tata Cara Pembuatan UU, Fahri: MK Bisa Batalkan Total Isi UU Cipta Kerja

  • Whatsapp

READ.ID– Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (Waketum DPN) Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Fahri Hamzah menilai Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai ‘The Guardian of Constitution atau Penjaga Konstitusi’ akan membatalkan seluruh isi dari Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan Rapat Paripurna DPR RI, Senin (5/10).

Soalnya, kata Wakil Ketua DPR RI 2014-2019 ini, UU Omnibus Law Cipta Kerja jauh melampaui tata cara pembuatan undang-undang sebagaimana mestinya. Selain itu, juga kurangnya sosialisasi saat pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja sebelum disahkan secara cepat DPR.

“Omnibus Law itu, jelas melanggar kontstitusi karena prinsipya dalam negara demokrasi itu, merampas hak UU, itu nggak boleh. Pembuatan UU harus mengacu kepada tata cara pembuatan UU, bukan hanya soal sosialiasi, tapi harusnya pakai Perpu dan diuji di DPR,” kata Fahri.

Menurut Fahri, UU Cipta kerja ini bukan UU hasil revisi atau amandemen, melainkan UU baru yang dibuat dengan menerobos banyak UU. Selain melangggar konstitusi, UU Cipta Kerja ini juga merampas hak publik dan rakyat, sehingga jelas-jelas melanggar HAM.

“Ini bukan open policy, tapi legal policy. UU ini (UU Cipta Kerja, red) dianggap oleh publik dan konstitusi merampas hak publik dan rakyat sehingga berpotensi dibatalkan secara keseluruhan oleh MK. Bisa dibatalkan total oleh Mahkamah Konstitusi,” tegas dia.

Politisi senior ini mengaku, tak habis pikir dengan bisikan para penasihat hukum dan tata negara Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang lebih mendorong pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU daripada mengajukan Perppu atau melakukan sinkronisasi aturan teknis.

“Mohon maaf, penasehat hukum dan tata negaraya Jokowi kurang pintar. Pak Jokowi itu bukan lawyer atau ahli hukum, mestinya ahli hukum yang harus dengar Pak Jokowi. Ini Pak Jokowia yang nggak mau dengar ahli hukum atau ahli hukumnya yang tidak mau dengerin Pak Jokowi. Tapi kelihatanya ada pedagang yang didengar oleh Pak Jokowi daripada ahli hukumnya.”

Fahri berpendapat apabila UU Cipta Kerja ini nantinya dibatalkan secara keseluruhan oleh MK, ini bisa menimbulkan kekacauan pada aturan lain yang terkait. Sebab, Omnibus Law ini bukan tradisi Indonesia dalam membuat regulasi, sehingga akan sulit diterapkan.

MK sebagai penjaga kontitusi (The Guardian Of Constitution) akan mempertimbangkan untuk membatalkan UU Cipta Kerja, apabila ada judicial rewiew.

“Kalau di judicial rewiew di Mahkamah Kontititusi, misalnya hakimnya menjatuhkan putusan isinya dibatalkan total, maka aturan lain jadi kacau. Demokrasi dan aturan kita sebenarnya sudah cukup, tidak perlu Omnibus Law Cipta Kerja ini,” kata dia.

Karena itu, Fahri berharap agar Presiden Jokowi tidak otoriter dalam menerapkan UU Cipta Kerja. Jokowi harus mengumpulkan semua pihak duduk satu meja dan berbicara mengenai UU Cipta Kerja, sehingga publik bisa memililiki pemahaman yang sama dengan pemerintah.

“Itu bisa disiasati. Tidak usah menjadi otoriter kalau sekedar mengajak rakyat berpatispasi dalam pembangunan. Tidak perlu otoriter, ajak semua ngobrol agar memahami kepentigan untuk akselerasi kita. Saya kira semua akan ikut mendukung,” kata Fahri.

Ditambahkan, pemeritah seharusya tidak perlu melibatkan DPR sejak awal dalam menuntaskan permasalahan Omnibus Law. Cukup panggil seluruh stakeholder terkait selesaikan secara sepihak di internal pemerintah, dan tidak perlu menerebos banyak UU.

“Kalau ada aturan baru yang tak melanggar hukum tentu akan didukung publik. Nggak usah ajak DPR, nggak perlu repot-repot begini. Omnibus Law itu nanti akan dihajar terus karena bertentangan dengan publik dan buruh. Kasihan Pak Jokowi nanti diakhir jabatannya,” demikian Fahri Hamzah. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait