Lelaki Tua Yang Menginspirasi

  • Whatsapp

beritalima.com | Matahari bersinar begitu terik kala itu. Siang yang begitu panas di Bulan Ramadhan. Dari kejauhan terlihat sosok lelaki tua yang mendorong sepedanya. Dengan pakaian yang lusuh dan usang, lelaki itu mencoba meneriakan sesuatu.

“Singkong…singkong, kacang….”
Begitulah kira-kira teriakannya. Mencoba menarik pelanggan untuk membeli dagangannya.
Dialah Pak Abdul, lelaki tua pendorong sepeda yang genap berusia 70 tahun. Di usia senjanya, ia masih semangat mencari nafkah untuk keluarganya. Setiap hari ia berkeliling untuk menjajakan dagangannya. Dagangannya selalu berganti, menyesuaikan stok yang ia punya. Kala itu, ia mencoba menjajakan singkong dan kacang. Ditemani sepeda ontel tua dan keranjang sederhana di belakang, Abdul menawarkan dagangannya kepada pelanggan.

Terlihat peluh membasahi tubuhnya. Baju usangnya pun terlihat basah karena keringat. Kulitnya sedikit gelap akibat terpapar matahari terus menerus. Namun senyumnya selalu ia sunggingkan di bibirnya. Selalu ceria. Tidak terasa beban sedikitpun baginya.

Setiap hari Abdul harus menempuh jarak lebih dari 10 kilometer untuk berkeliling mencari pembeli. Ia tinggal di Cibinong, Bogor. Lokasi yang cukup jauh dari Kelapa dua, Depok. Dengan sepeda tuanya ia menempuh jarak yang tidak dekat itu. Setiap hari, tanpa kenal lelah.
“Bapak pulang ke Cibinong naik apa, naik sepeda pak?” tanyaku kala itu.

“Iya neng, masa naik pesawat. Kan saya punyanya cuma sepeda,” jawabnya ringan, diiringi dengan tawa renyah.
Dengan kondisinya yang seperti itu ia masih bisa tertawa, seakan tidak ada beban yang ia pikul di bahunya. Jarak yang lumayan jauh tidak berarti baginya. Bahkan suatu ketika ia pernah bercerita bahwa ia pernah menempuh jarak yang lebih jauh dari itu. Hanya untuk menawarkan dagangannya ke pelanggan setianya.

Pak Abdul sosok yang periang. Ia senang sekali bercerita. Ia terkadang bercerita tentang pahitnya kehidupan, tentang kerja kerasnya selama ini, dan tentang keluarganya di rumah. Di setiap ceritanya selalu ia selipkan guyon. Tawanya selalu menghiasi tiap ceritanya. Tawanya seakan menutupi rasa lelahnya. Ia selalu ramah dengan siapapun, tanpa terkecuali.

Saat menjajakan dagangannya, Abdul selalu mendorong sepedanya. Ia tidak menggowesnya. Selain dengan harapan ada pembeli yang memberhentikannya, di usianya yang senja Abdul tidak begitu kuat jika harus menggowesnya terus menerus. Ia harus menyimpan energinya untuk pulang ke rumah nanti. Apalagi di Bulan Ramadhan, ia harus pandai mengatur energinya supaya puasanya tidak batal.

Ya, dia tetap menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim. Menunaikan rukun islam yang ketiga, puasa. Jarak tidak menjadi hambatan baginya. Bahkan terik matahari yang membuat tubuhnya dibasahi peluh pun tidak menghalanginya untuk taat pada perintah Tuhannya.
“Alhamdulillah puasa. Saya sudah berdagang seperti ini dari dulu, jadi sudah biasa. Tidak merasakan apa-apa,” ujarnya.

Kondisinya yang seperti itu tidak membuat dirinya kufur akan nikmat Tuhannya. Ia tetap bersyukur atas apa yang sudah Tuhan berikan. Ia bersyukur diberi nikmat sehat dan panjang umur. Baginya kebahagiaan bukan soal harta saja. Sosoknya begitu menginspirasi.

Dibalik kondisinya yang serba kekurangan, terselip jiwa dermawan di dalamnya. Beberapa kali ia mampir di depan rumahku. Entah menjajakan dagangannya ataupun hanya sekedar mengobrol. Tidak jarang ia menawarkan dagangannya dengan cuma-cuma kepada keluargaku. Padahal ia pun sedang sulit ekonominya, tapi ia berusaha berbagi dan memikirkan orang lain.

Beberapa kali ia menasehatiku layaknya orang tuaku. Begitu banyak hal yang ia sampaikan. Ia bicara tentang kehidupan, tentang hubungan dengan Tuhan, dan hubungan sesama manusia. Ia juga menasihatiku tentang jodoh. Darinya aku belajar banyak hal. Meskipun dalam kondisi ekonomi yang sulit, Pak Abdul tetap semangat. Itulah yang paling berkesan untukku.

Pak Abdul sudah menginjak usia senja. Sudah seharusnya ia beristirahat di rumah. Aku hanya berharap agar ia sehat selalu dan panjang umur. Semoga kehidupannya selalu dihujani kebahagiaan. Keluarganya selalu rukun dan damai. Dan semoga Tuhan memperkenankan hambanya itu masuk ke dalam surga-Nya kelak.

Maya Selawati Dewi-Politeknik Negeri Jakarta

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait