Nabil Haroen: Omnibus Law Harus Syurga Buat Buruh, Investor dan Negara

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Daya saing pekerja Indonesia lemah dan selama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tumbuhan ekonomi bukannya naik, bahkan cenderung turun. Bahkan saat ini pertumbuhan ekonomi cenderung turun dari lima persen turun menjadi sekitar 4,7 persen. Karena itu, Pemerintahan Jokowi berinsiaitif untuk mempermudah inevstasi masuk ke Indonesia melalu Rancang Undang-Undang (RUU) Omnibus Law dimana investasi masuk dan tenaga kerja terlindungi sehingga kesejahteraan yang menjadi cita-cita negara dapat dicapai.

“Kita harus obyektif. Omnibus law tersebut justru untuk memperkecil pengangguran, menciptakan lapangan kerja baru, mempermduah investasi sehingga kesejahteraan pekerja atau buruh dapat dicapai. Kalau ada dari RUU O,nibus Law itu dianggap bermasalah, ya harus kita bahas bersama,” tegas Abdul Kadir Karding.

Hal itu dikatakan anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPR RI, Abdul Kadir Karding dalam Forum Legislami dengan Tema ‘Kesiapan DPR Bahas Omnibus Law RUU Ciptaker” bersama Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi Nasdem, Willy Aditya, anggota Komisi X DPR RI Muchamad Nabil Haroen dan Netty Prasetiyani dan Wakil Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Iswan Abdullah di Press Room Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Selasa (3/3).

Menurut Karding, pengangguran saat ini mencapai 45,8 juta orang. Jumlah ini cukup besar dan kalau dibiarkan bisa menjadi problem ekonomi, sosial dan politik. Ditambah daya saing lemah serta proses investasi yang sulit. Karena itu, pemerintah ingin keluar dari kondisi itu melalui omnibus law.

“Itu niat baik pemerintah sesuai Nawacita Jokowi agar Indonesia 2045 menjadi kekuatan ke-4 ekonomi di dunia setelah China, Amerika, India dan Indonesia. Saat itu gaji pekerja mencapai Rp 11 juta. Jadi, hal ini adaptasi pemerintah terhadap dinamika global. Tapi, pasti tak akan liberal dan tetap berpijak pada Pancasila dan peradaban bangsa ini,” ungkap Karding.

Sementara itu, Willy Aditya, anggota DPR RI dari Dapil XI Provinsi Jawa Timur mengakui, omnibus law sebagai wujud politicall Jokowi sebagai pemimpin negara untuk menyelamatkan perekonomian nasional. “Secara prosedur draf Omnibus Law sudah diterima pimpinan DPR RI. Hanya belum diputuskan Bamus DPR RI apakah dibahas di Baleg atau pansus?”

Juga akan berlaku nasional atau lokal, atau di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) atau kawasan industri, menurut Willy, omnibus law ini sebagai konstruksi pemikiran untuk mempermudah investasi, perizinan dan melindungi pekerja. “Tak ada yang liberal. Tapi, ayo kita cermati bersama dalam pembahasan nanti,” kata Willy.

Pada kesempatan serupa, Muchamad Nabil Haroen mengapresiasi buruh karena mereka sering beraudiensi dengan komisi IX. “Saya menghargai apa yang dilakukan buruh karena menyampaikan aspirasi dan kritik dengan cara-cara terhormat sehingga apa yang disuarakan itu bisa didiskusikan bersama.”

Dikatakan, kalau kritik itu disampaikan di jalanan dan tak ada diskusi aktif, interaktif, tentu kita tak mendapatkan masukan sehingga ini meringankan , kerja Komisi IX yang memang membidangi tenaga kerja dan kesehatan.

Terkait dengan soal RUU Omnibus Law, ungkap Nsbil, saya mendengar di internal pemerintah itu juga masih ada yang belum beres. “Saya ndak tahu di mananya karena seriwing-seriwing jadi ngal bisa saya jelaskan.”

Kemudian Surat Presiden sudah masuk ke pimpinan DPR RI. Tapi, surat itu kan belum dibaca di Paripurna. “Nggak tahu ini dilempar ke Baleg atau ke Komisi IX. Yang jelas, Pemerintah bersama dan DPR harus bersama-sama bagaimana mensosialisasikan RUU ini kepada masyarakat secara baik, sehingga tak menciptakan kegaduhan baru. Kita sudah terlalu banyak yang gaduh, kemarin soal WNI ex ISIS mau dipulangkan, Corona ditambah lagi dengan Omnibus Law. Kasihan masyarakat.”

Jadi, kata Nabil, memang kita harus sama-sama belajar, membaca dengan cermat dan teliti supaya ini betul-betul bisa menghadirkan syurga untuk Indonesia yakni surga untuk buruh, investor dan negara. “Saya yakin itu bisa dilakukan, kalaupun kita harus mengambil pelajaran soal bagaimana menciptakan tiga surga ini kepada luar negeri, tidak masalah, tapi tetap harus disesuaikan dengan kekhasan dan karakteristik masyarakat Indonesia, bukan liberal,” demikian Muchamad Nabil Haroen. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait