Pajak/Redistribusi Naik Pengusaha Kecil Torut Menjerit

  • Whatsapp

TORAJA UTARA-www.beritalima.com-Terbitnya Peraturan Daerah ( Perda) No.2/2011 terkait restribusi setiap usaha di Kabupaten Toraja Utara,kini menimbulkan keresehan sejumlah pedagang kecil.

Pasalnya,tidak sedikit pedagang kecil saat ini ‘menjerit’ setelah terbitnya Perda tersebut yang memberatkan para pedagang.

Seperti yang diungkapkan oleh pemilik warung makan di Rantepao,menjual makan khas Toraja,sebut saja Elis (40),terbitnya Perda No.2/2011 mereka merasakan kenaikan restribusi ‘mencekik’.

“Kami warung makan merasakan sangat berat adanya tarif restribusi terlalu tinggi,ini imbas akibat terbitnya Perda restribusi tersebut dan adanya kenaikan PAD Kabupaten tahun 2017 sebesar 101 milyar,”terangnya,Rabu 16 Maret 2017.

Perda No.2/2011 dari hasil amandemen Perda No.8/2013,terkait tentang restribusi.Setelah adanya target PAD sebesar 101 milyar, Eksekutif dan Legislatif harus peras ‘otak’ guna mencapai target tersebut.

Terbitnya Perda itu,membuat segenap Akomodasi Perhotelan/Penginapan serta Restaurant dikenakan kenaikan restribusi sebesar 10 persen,yang dinilai para pedagang sangat memberatkan mereka.

Pungutan restribusi itu langsung di komodir atau ditangani oleh Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Toraja Utara.

Adanya kenaikan restribusi tersebut akhirnya timbulkan reak-reak sejumlah pemilik warung makan, yang menimbulkan munculnya persoalan baru.Bahkan keluhan sejumlah warung makan adanya lonjakan restribusi terkesan ‘mencekik’ ini sama saja secara pelan-pelan mematikan nasib warung makan dengan pendapatan pas-pasan.

“Restribusi usaha kecil saat ini setelah terbitnya Perda No:2/2011,melonjaknya nominal yang harus dibayar hingga 1,5 juta rupiah per bulan sungguh memberatkan kami,”ucap pemilik warung Alias (40),yang memiliki usaha di jalan Diponegoro Rantepao.

Dengan penghasil Rp.450.000 perharinya, keuntungan sebagian digunakan untuk pekerja ,biaya listrik,PDAM, dan sewa kontrakan usaha, jadi perlakuan restribusi daerah itu setelah terbitnya Perda No.2/2011 bisa kami gulung tikar pada akhirnya bangkrut” terang Alfias.

Meski demikian dalam pembuatan Perda pajak/restribusi tidak memberatkan masyarakat sehingga hak dan kewajiban warga dapat berjalan berdampingan tanpa adanya merasa dirugikan guna menciptakan masyarakat mandiri.(Gede Siwa).

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *