SRABAYA, beritalima.com | Di era digitalisasi sekarang, gadget memiliki multi faktor bagi penggunanya. Bukan hanya memberikan pengaruh baik, yaitu akses informasi, melainkan juga pengaruh negatif, yaitu degradasi sosial dan penggunaan gadget berlebih bagi anak. Nah, bagaimana tips Ning Lia atau Lia Istifhama ? Sosok ibu dua anak yang masih moncer dalam Pilwali Surabaya?
“Kecenderungan seorang anak bermain gadget memang persoalan yang tidak bisa dipungkiri. Harus diakui, mengurangi penggunaan gadget bagi anak, bukan persoalan gampang. Dulu, saya waktu anak masih usia 3 tahun, sudah kenal aplikasi belajar sambil bermain. Positif banget saat itu. Dimana saya yang memang dalam sehari kerja dari pagi sampai malam, tidak bisa memiliki waktu banyak untuk mendidik anak secara kuantitatif.
Namun alhamdulillah keceriaan dan pola pendidikan yang pas untuk usia anak saat itu, tetap mereka dapatkan. Selain dari peran keluarga besar yang turut membangun lingkungan ceria dan bahagia untuk anak, aplikasi bermain sambil belajar sangat bermanfaat. Nah, baru kemudian ketika anak saya semakin besar, yaitu 6 tahun, mulai merambah game online. Ini yang mulai membuat saya khawatir. Saat itu, anak-anak tahu beragam aplikasi dari teman sebaya di sekolah maupun saudara yang lebih besar. Terlebih ketika mereka mengenal youtube, tentu ini bukan lagi perkara yang sepenuhnya bisa kita anggap positif bagi anak.
Saya tipe orang tua yang tidak kaku ya, melainkan membangun kualitas pengasuhan yang menyenangkan bagi anak karena waktu saya bersama mereka juga tidak banyak. Tapi, tetep saya sangat sadar pengaruh negatif gadget dan ini peran penting serta tanggung jawab saya untuk memberikan batasam bagi mereka. Ada beragam cara, antara lain punishment dan reward. Kalau berlebihan main gadget, ada punishment. Sebaliknya, dengan mereka berhasil mengurangi gadget, dapat reward. Saya juga suka ngajak mereka ngobrol santai tentang bahaya gadget dan pentingnya membaca buku. Yah, intinya kualitas kedekatan ibu dan anak harus dibangun kuat.
Yang terakhir, mendorong anak menyukai aktivitas outdoor. Alhamdulillah, anak saya tinggal di lingkungan pemukiman padat dan dekat dengan rumah kerabat. Jadi mereka terbiasa bermain dengan para sepupunya. Ini trik penting, karena jangan sampai anak tumbuh menjadi karakter anti sosial. Mereka harus tumbuh sebagai anak pemilik modal sosial dan solidaritas sosial yang kuat”, ujarnya.
Ditanya Pilwali Surabaya, siapkah Lia menjadi emak-e wong Suroboyo setelah Bu Risma?
“Insya Allah siap. Kesiapan ini tidak saya kaitkan dalam sebuah jabatan prestisius ya. Karena dari awal gak ada dalam kamus hidup saya untuk ngoyoh ngejar jabatan, apalagi mekso ingin menjadi orang nomer siji dalam hal apapun. Tapi kalau ditanya siap jadi emak? Iya, siap. Ini saya sampaikan bahwa semua memang ada konsekuensinya. Seperti halnya orang yang belum nikah alias masih pacaran. Saat itu ia ingin diperhatikan oleh pacarnya.
Tapi giliran ia naik fase berikutnya yaitu resmi berkeluarga, ya harus siap lebih matang menjadi ibu bagi anak-anaknya. Semakin tinggi sebuah fase, kematangan pasti telah bertambah dan kesiapan psikologis pasti mengikuti. Pokoe opo-opo ojok diukur duit. Lah kalau mikir duit, yang namanya orang pacaran tadi, lakyo gak wani-wani rabi. Padahal proses apapun, yang penting membawa kemaslahatan, bukan kekayaan”, tandasnya. (rr)