Prabowo-Airlanga Potensial, Pengamat: Tak Didapat Lagi Suara Mayoritas Seperti 2019

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Walau pemilihan presiden-wakil presiden masih dua tahun lagi, tetapi beberapa bulan belakangan pembicaraan siapa yang bakal maju dan dipilih menggantikan kedudukan Joko Widodo (Jokowi) sebagai orang nomor satu di Indonesia sudah hangat dibicarakan.

Sudah banyak yang mencoba untuk mengutak-atik kemungkinan pasangan yang bakal dimajukan. Ada yang coba menduetkan Prabowo Subianto-Puan Maharani, Ganjar Pranowo-Sandiaga Salahudin Uno.

Bahkan Puan dengan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Terakhir duet Prabowo-Airlangga dan Anies-Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) atau Ganjar-Anies Baswedan.

Pengamat politik Universitas Esa Unggul Jakarta, Muhammad Jamiluddin Ritonga ketika bincang-bincang dengan Beritalima di Jakarta, Jumat (4/6) mengatakan, duet Prabowo-Airlangga pada Pilpres 2024 pasangan yang potensial.

Mereka tidak hanya merupakan ketua umum partai besar tapi elektabilitas partai yang mereka pimpin juga tinggi. Airlangga merupakan Ketua Umum Partai Golkar 2020-2024 dan peringkat kedua Pemilu Legislatif (Pileg) lalu.
Demikian pula dengan Prabowo yang menjadi Ketua Umum Gerindra, peringkat ketiga raihan kursi di DPR RI periode ini. Bahkan Prabowo berada dalam tiga besar hasil survei untuk capres mendatang. “Duet ini potensial karena berasal dari partai yang punya eleltabilitas tinggi,” kata pengamat ini.

Apalagi, kalau Gerindra dan Golkar berkoalisi, sudah memenuhi ambang batas presiden untuk mengusung Prabowo-Airlangga. Sebab pada Pileg 2019, Gerindra memperoleh 12,57 persen atau 78 kursi dan Golkar dapat 12,31 persen atau 85 kursi. Jadi, kalau dua partai ini berkoalisi, tidak perlu pusing lagi perahu untuk mengusung duet Prabowo-Airlangga.

Masalahnya, kata pengamat yang akrab disapa Jamil ini, siapa yang layak jadi capres dan cawapres? “Kalau dilihat dari Pileg 2019, perolehan suara Gerindra dan Golkar tidak berbeda signifikan. Karena itu, baik Prabowo maupun Airlangga bisa menjadi capres atau cawapres.

Namun, kalau dilihat dari elektabilitas personal, elektabilitas Prabowo jauh mengungguli Airlangga. Prabowo elektabilitas sangat tinggi, sementara Airlangga sangat rendah. “Atas dasar elektabilitas personal, Prabowo yang layak jadi capres dan Airlangga menjadi cawapres,” kata Jamil.

Sayangnya, Prabowo dan Airlangga berasal dari partai nasionalis. Kalau pasangan ini diusung tentu akan berhadapan dengan calon PDIP yang juga dari nasionalis.

Ini tentu tidak menguntungkan bagi pasangan Prabowo-Airlangga untuk memenangkan pilpres 2024. Karena itu, kalau calon pasangan ini ingin memenangkan pilpres 2024, perlu dukungan dari partai Islam atau ormas Islam yang cukup besar.

Masalahnya, apakah partai Islam dan Ormas Islam mau mengusung duet Prabowo-Airlangga? Kalau partai Islam kemungkinan masih ada yang mau mendukung pasangan ini. Peluang itu sangat bergantung dari kemampuan Prabowo-Airlangga menyakinkan partai Islam tentang peluangnya untuk menang pada pilpres 2024.

Namun, untuk sebagian besar Ormas Islam, tampaknya agak sulit untuk mau mendukung pasangan Prabowo-Airlangga. Sebab, ormas Islam dan para pendukungnya pada Pemilu 2019 sudah ‘tersakiti’ dengan Prabowo karena dia mau menerima pinangan Presiden Jokowi masuk anggota Kabinet Indonesia Maju (KIM).

Dari kacamata ilmu komunikasi Politik, Jamil melihat Prabowo bakal ditinggal banyak pendukungnya pada Pemilu 2019 termasuk kelompok emak-emak.

“Tidak bakal ada lagi suara mayoritas buat Prabowo seperti yang terjadi di Provinsi Sumatera Barat dan Aceh pada Pemilu 2019,” demikian Muhammad Jamiluddin Ritonga. (akhir)

beritalima.com

Pos terkait