Santri Dan Era Post Truth, Tema Webinar Nasional DEMA UINSA Surabaya

  • Whatsapp

SURABAYA, beritalima.com | Terlaksana pada Kamis (21/10), Webinar Nasional Dewan Eksekutif Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya, terlaksana sukses. Diawali dengan upacara Hari Santri, Webinar yang dipandu oleh moderator Gus Mahmud Qudory, Pengurus Pondok Pesantren Modern Al-Rifa’ie Kabupaten Malang, mendatangkan tiga narasumber, yaitu Ning Lia Istifhama yang merupakan Wakil Sekretaris MUI Jatim dan juga Doktoral UINSA, Rizal Mumazziq Zionis (Rektor INAIFAS Kencong Jember), dan Abul Ala Maududi (Praktisi Sosial).

Ning Lia mengawali pemaparannya dengan sejarah Hari Santri, yaitu momentum resolusi jihad yang digelorakan oleh sang Hadratussyaikh KH. Hasyim Asyari.

“Resolusi jihad menjadi momentum pertahanan kemerdekaan bangsa. Dengan begitu, spirit perjuangan Nahdliyyin saat itu, adalah salah satu pondasi penting membentuk hubbul wathon minal iman dan nasionalisme,” terang aktivis perempuan yang juga Ketua I STAI Taruna Surabaya.

Tagline Hari Santri Nasional (HSN) 2021 yaitu Santri Bertumbuh, Berdaya, Berkarya, juga disampaikan oleh ning Lia.

“Berbicara bagaimana santri bertumbuh, berdaya, dan berkarya, adalah bagaimana pondasi ilmu ada dalam pribadinya. Dalam hal ini, disampaikan oleh Amirul Mukminin Ali ra., bahwa ada tiga jenis kategori manusia. Yaitu seorang yang berilmu dan mengajarkan ilmunya dan seorang yang terus mau belajar. Keduanya ini adalah orang yang berada di atas jalan keselamatan. Sedangkan ketiga, orang yang tidak berguna dan gembel dan selalu mengikuti setiap orang yang bersuara karena tidak punya pendirian dan tidak dinaungi oleh cahaya ilmu.”

“Saat kita bicara penguatan ilmu, maka dari sinilah kita bicara bahwa pondasi ilmu adalah pesantren. Pesantren menerapkan model pembelajaran sesuai anjuran Rasulullah SAW, yaitu secara Rabbani, bahwa pembelajaran dilakukan secara bertahap dari yang sederhana berangsur menuju yang sulit. Pesantren juga menyiapkan karakter ‘syubbanul yaum rijalul ghod’, yaitu pemuda sekarang yang kelak menjadi pemimpin.”

Ning Lia juga menambahkan bahwa karakter santri yang memiliki modal sosial kuat, menjadi pondasi terbentuknya pemimpin yang bijak dan sekaligus sebagai agen penyelamat karakter sosial atas potensi degradasi di era digitalisasi.

“Mari para santri menyiapkan diri sebagai penyelamat kebenaran. Jika ada dis-informasi atau kebohongan yang terjadi di tengah masyarakat, maka semoga para santri bisa menampilkan karya untuk mengimbangi informasi atau kebohongan yang beredar dengan bangun framing untuk yang benar bagi masyarakat. Hal ini penting karena peran kita sebagai anak bangsa.”

Sedangkan gus Rijal, menjelaskan agar para santri tidak mudah larut dalam arus namun juga jangan terlalu idealis di tengah masyarakat.

“Jangan melawan atau menentang arus, dan jangan juga mudah katut (ikut) arus, melainkan buat arus dan kembangkan potensi diri.”

Pemateri terakhir, yaitu Gus Abul Ala, mengambil bahasan tentang bahayanya platform sosial media pada terwujudnya post truth.

“Mari kita isi platform sosial media dengan tulisan atau content positif. Dari situ, kita bisa mengangkat peran penting santri bagi negeri ini.”

Webinar oleh DEMA UINSA tersebut dihadiri beberapa aktivis mahasiswa UINSA, diantaranya Aulia Ramadhany dan Fachrul Fatih dan dihadiri partisipan dari berbagai Kabupaten Kota. (RED)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait