Serapan Anggaran Pemulihan Ekonomi Rendah, Anis Kritisi Pemerintah Jokowi

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Politisi senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Komisi XI DPR RI membidangi Keuangan, Perbankan dan Pembanguan, Dr Hj Anis Byarwati mengkritisi rendahnya serapan anggaran Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Menteri Keuangan (Menke), Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Kerja (Raker) terakhir Komisi X DPR dengan topik Progres Realisasi Pelaksanaan APBN Perpres 72/2020, Realisasi PEN dan Perkembangan Stabilitas Sistem Keuangan bersama Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) baru-baru ini menyebut serapan PEN baru 55 persen.

Anis menyorotinya rendahnya realisasi serapan dana program PEN dan meminta Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencari akar masalahnya untuk segera diatasi. Seperti dikatakan Menkeu, sampai pertengahan November 2020 serapan baru mencapai 55,1 persen atau Rp 383,01 triliun dari pagu anggaran Rp 695,2 triliun. Ini berarti, sampai akhir tahun atau dalam waktu dua bulan, ada sekitar Rp 312,01 trilyun dana yang harus diserap Pemerintah.

Dari enam kluster program, hanya Perlindungan Sosial dan Dukungan untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang penyerapannya di atas 50 persen. Kluster Perlindungan Sosial sudah menyerap 77,3 persen dan Dukungan UMKM 82,9 persen. Kluster Insentif Korporasi serapannya baru 3,2 persen atau Rp 2,001 triliun dari pagu Rp 62,22 triliun.

Sektor Kesehatan yang memicu krisis saat ini, serapannya masih rendah yakni 35,1 persen. “Ini disayangkan. Sebagai leading sektor dalam pandemi ini, harusnya ada strategi tepat dan jelas dalam penggunaan anggaran kesehatan. Faktor Kesehatan bukan hanya menurunkan kasus Covid-19 tetapi juga berdampak signifikan kepada pemulihan ekonomi. Ekonomi tak akan pulih sepenuhnya jika Covid-19 terus bertambah.”

Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini juga menyoroti serapan kluster Insentif usaha yang baru terserap 31,6 persen atau Rp 38,13 triliun dari pagu Rp 120,61 triliun. Jika dirinci, program ini terdiri dari sejumlah pelonggaran pajak bagi pelaku usaha yang meliputi Pph Pasal 21 ditanggung pemerintah, pembebasan pajak import Pph Pasal 22, pengurangan angsuran Pph Pasal 25, pengembalian pendahuluan PPN, penurunan tarif Pph Badan dan stimulus lainnya.

Pada sisi lain, dunia usaha sendiri saat ini tengah lesu karena pandemi Covid-19. “Lesunya dunia usaha, menjadikan insentif ini kurang dimanfaatkan. Akibatnya daya serapnya sangat rendah. Bahkan para analis menyebutkan bahwa stimulus ini seperti tidak relevan dengan kebutuhan yang ada di lapangan. Insentif diberikan sementara dunia usaha yang diberikan insentif sedang lesu. Ini menjadi catatan yang harus diperhatikan bersama,” kata Anis.

Anis yang ekonomi dari Universitas Airlangga (Unair) ini menegaskan, rendahnya realisasi PEN ini menjadi permasalahan besar. “Menurut saya, Pemerintah tidak hanya dianggap gagal menggunakan toolsnya untuk menangani penyebaran pandemi dan mendorong pertumbuhan ekonomi, (karena serapan 52 persen belum mampu mendorong pertumbuhan ekonomi), tetapi juga mendorong opportunity loss yang sangat besar dari beban hutang pada masa depan.”

Untuk menjalankan Program PEN, Pemerintah harus menggelembungkan defisit anggaran hingga di atas 5 persen. “Bila hutang direalisasikan tapi anggarannya tidak digunakan, ada miss opportunity anggaran yang sangat besar. Karena itu, Pemerintah harus melakukan identifikasi akar masalah terkait lambatnya serapan dana PEN itu,” demikian Dr Hj Anis Byarwati. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait