Soal Fenomena Influencer Abu Janda, Dedi Mulyadi: Banyak Aksi Kurang Referensi

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Anggota DPR RI yang juga pegiat media sosial, Dedi Mulyadi menyebut fenomena Permadi Arya alias Abu Janda adalah salah satu masalah intelektualitas influencer. Politisi Partai Golkar yang Bupati Purwakarta dua periode itu menilai, Abu Janda termasuk pesohor yang banyak aksi namun minim referensi.

“Abu Janda adalah problem minimnya gagasan kaum influencer. Banyak aksi kurang isi. Banyak aksi kurang referensi,” ungkap Ketua Komisi IV DPR RI tersebut dalam keterangan tertulis yang diterima awak media akhir pekan ini.

Lebih jauh Dedi menjelaskan, Abu Janda selalu muncul dengan pakaian tradisional Jawa. Namun, cara bicara dan tindak tanduknya tidak mewakili budaya Jawa. “Saya malah bertanya, sebenarnya Abu Janda ini mewakili siapa?”

Kalau mewakili kaum tradisi, ungkap Dedi, tradisi mana yang dia kembangkan? “Kalau mewakili kaum nahdiyin dia nyantri di mana dan kitab apa yang dia sukai. Balau bicara tentang plruaslisme, nasionalisme, maka dilarang untuk bersikap rasialisme,” jelas Dedi.

Dedi mengatakan, negeri ini membutuhkan orang-orang yang memiliki karya nyata dan sikap keteladanan yang memadai. Hanya dengan kedua sifat itulah, kata Dedi, masyarakat bisa membangun Indonesia yang majemuk ini secara baik.

Menurut dia, berbagai tindakan yang membuka ruang perdebatan tanpa dasar hanya akan melahirkan konflik yang tak berkesudahan. “Saatnya menata negeri ini dengan baik. Demokrasi harus diisi oleh orang-orang cerdas,” sebut Dedi.

Dedi mengatakan, demokrasi hanya akan diisi oleh orang-orang cerdas dan objektf, tanpa membabi-buta berbicara kepada sebuah kelompok pemikiran yang berbeda. “Kalau kaum pluralis membabi buta pada kelompok yang dianggap berbeda, apa bedanya dengan kaum fundamentalis?”

Menurut politisi senior ini, kerangka berpikir tentang kebangsaan hanya akan diisi jiwa kebangsaan. Sebaliknya, ketika bicara tentang kebangsaan atau nasionalisme, kalau jiwanya hanya diisi jiwa kelompok atau isme, itu tidak ada artinya.

“Artinya, kebangsaan atau nasionalisme hanya menjadi paham berdasrkan isme yang kita yakini. Dalam perjalanannya hanya saling mengalahkan. sehingga isme-isme itu hanya isu atau kemasan. Nasionalisme itu isi dari sistem kebangsaan kita, bukan kemasan,” ketus Dedi.

Dia menilai, hari ini isme-isme itu berubah menjadi kemasan politik, karena kemasan politik, seringkali perilaku mereka yang merasa nasionalis tapi tidak mencerminkan nasionalisme.

“Ternyata tidak bisa objektif, tetap berpihak. Di luar golongan kita, kita anggap salah. Fenomena Abu Janda itu salah satunya. Dia juga termasuk problem influencer yang minim gagasan tapi banyak aksi,” demikian Dedi Mulyadi. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait