Telaah Sistem Pemilihan Umum Serentak 2019 Dalam Perspektif Hak Dipilih Dan Memilih

  • Whatsapp

Oleh : Moh. Hamzah

PENDAHULUAN

Bacaan Lainnya

Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD, dan DPD. Setelah amandemen ke-IV UUD 1945 pada 2002, pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan secara langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukan ke dalam rezim pemilihan umum.

Pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat sebagai bagian dari pemilihan umum diadakan pertama kali pada pemilu 2004. Pada tahun 2007, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) juga dimasukan sebagai bagian dari rezim pemilihan umum. Di tengah masyarakat, istilah “pemilu” lebih sering merujuk kepada pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden yang diadakan lima tahun sekali.

Pemilihan umum telah dianggap menjadi ukuran demokrasi karena rakyat dapat berpartisipasi menentukan sikap dan pilihannya untuk suatu kemajuan terhadap pemerintahan dan negaranya. Pemilihan umum adalah suatu hal yang penting dalam kehidupan kenegaraan.

Pemilu adalah pengejewantahan sistem demokrasi, melalui pemilihan langsung oleh rakyat dalam memilih wakilnya untuk duduk di parlemen, maupun dalam struktur pemerintahan. Ada negara yang menyelenggarakan pemilihan umum hanya apabila memilih wakil rakyatnya untuk duduk di parlemen, akan tetapi adapula negara yang juga menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih para pejabat tinggi negaranya.

Pada umumnya yang berperan penting dalam pemilu atau yang menjadi peserta pemilu adalah partai-partai politik. Partai politik yang menyalurkan aspirasi rakyat dan mengajukan calon-calon untuk dipilih oleh rakyat melalui pemilihan secara langsung itu. Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum, akan tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu: singel member constituency (satu daerah pemilihan memilih satu wakil, biasanya disebut sistem distrik), dan multy member constituenty (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil; biasanya dinamakan proporsional representation atau sistem perwakilan berimbang).
Salah satu aspek yang menentukan keberhasilan pemilihan umum yang bisa memberikan kontribusi bagi sistem politik yang demokratis, dan efektif adalah implementasi azas pemilihan umum yang luber (langsung, umum, bebas dan rahasia), serta jurdil (jujur dan adil) yang dianut dalam sistem pemilu proporsional terbuka dan pemahaman demokrasi yang dinamis pada suatu pemerintahan negara dengan mengedepankan kedaulatan sebagai indikasi dalam dinamikanya.

PEMILIHAN UMUM SERENTAK 2019 DAN

PERWUJUDAN HAK MEMILIH DAN DIPILIH
Sebuah sistem pada dasarnya adalah suatu organisasi besar yang menjalin berbagai subjek atau objek serta perangkat kelembagaan dalam suatu tatanan tertentu. Subjek atau objek pembentuk sebuah sistem dapat berupa orang-orang atau masyarakat. Kehadiran subjek atau objek semata belumlah cukup untuk membentuk sebuah sistem, itu baru merupakan himpunan subjek atau objek. Himpunan subjek atau objek tadi baru membentuk sebuah sistem jika lengkap dengan perangkat kelembagaan yang mengatur dan menjalin tentang bagaimana subjek-objek bekerja, berhubungan dan berjalan. Dalam politik sistem itu menurut Deliar Noer (1983) meliputi sistem kekuasaan, wibawa, pengaruh, kepentingan, nilai, keyakinan dan agama, pemilikan, status dan sistem ideologi.

Sebuah sistem sederhana apapun senantiasa mengandung kadar kompleksitas tertentu. Dari uraian diatas cukup jelas bahwa sebuah sistem bukan sekedar himpunan suatu subjek atau himpunan suatu objek. Sebuah sistem adalah jalinan semua itu, mencakup objek dan perangkat-perangkat kelembagaan yang membentuknya. Selanjutnya perlu disadari bahwa, seringkali suatu sistem tidak bisa berdiri sendiri, melainkan terkait dengan sistem yang lain. Oleh karena itu sistem dalam arti luas tidak hanya menyangkut keterkaitan dalam satu komponen tertentu saja akan tetapi selalu terkait dan berhubungan dengan sub sistem yang lainnya yang dapat bersinergis dengan komponen sistem yang ada. Sejalan dengan pendapat Magnis-Suseno (1986:152) mengatakan sebagai berikut: “Pembangunan politik harus yang dituntut oleh pendekatan sistem bekerja sama dengan dan berdukung pada subsistem-subsistem yang ada, pada kekuatan-kekuatan yang bekerja. Pembangunan politik tidak secara kasar mencampuri proses-proses hidup, melainkan penuh hormat, dalam kesadaran tahu diri, menyesuaikan diri dengan apa yang sudah ada.”

1)Makna Pemilu

Makna pemilihan umum yang paling esensial bagi suatu kehidupan politik yang demokratis adalah sebagai institusi pergantian dan perebutan kekuasaan yang dilakukan dengan regulasi, norma, dan etika sehingga sirkulasi elite politik dapat dilakukan secara damai dan beradab. Lembaga itu adalah produk dari pengalaman sejarah umat manusia dalam mengelola kekuasaan.
Suatu fenomena yang mempunyai daya tarik dan pesona luar biasa. Siapapun akan amat mudah tergoda untuk tidak hanya berkuasa, tetapi akan mempertahankan kekuasaan yang dimilikinya. Sedemikian mempesonanya daya tarik kekuasaan sehingga tataran apa saja kekuasaan tidak akan diserahkan oleh pemilik kekuasaan tanpa melalui perebutan atau kompetisi.
Dalam pemilihan umum pada prinsipnya merupakan suatu interaksi antara masyarakat dengan pemerintah, dalam proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat. Hal ini sejalan dengan pendapat Surbakti (1999) yang mengcitakan bahwa konsep politik merupakan intcraksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pcmbuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertcntu.
Pemilu serentak 2019 adalah pemilu kelima dalam masa reformasi untuk memilih anggota legislatif dalam proses demokrasi. Akan tetapi pemilu serentak 2019 sebagai pemilu pertama yang menggabungkan dua jenis pemilihan yaitu pemilu presiden dan wakil presiden serta anggota legislatif. Untuk itu pemilu serentak ini menjadi pelajaran dan pengalaman berharga bagi bangsa Indonesia dalam proses demokrasi di era melenium seperti ini.

Penyelenggaraan pemilu bermaksud untuk membangun suatu institusi yang dapat menjamin transfer of power dan power competition dapat berjalan secara damai dan beradab dan bermartaabat. Untuk itu, pemilu serentak 2019 harus diatur dalam suatu kerangka regulasi dan etika yang dapat memberi jaminan agar pemilu tidak saja dapat berlangsung secara jujur dan adil, tetapi juga dapat menghasilkan (out put) pemimpin dan wakil-wakil rakyat yang kredibel, akuntabel, dan kapabel yang visioner dalam menjalankan amanah dan kekuasaan yang dipercayakan kepada mereka untuk mewujudkan kesejahteraan umum.

Agar pemilu serentak 2019 dapat menjadi agenda pelembagaan proses politik yang demokratis, diperlukan kesungguhan, terutama dari anggota parlemen, untuk tidak terjebak dalam permainan politik yang oportunistik, khususnya dalam memperjuangkan agenda subjektif dan obyektif sesuai orientasi politik masing-masing. Orientasi sempit dan egoisme politik serta egoisme sektoral harus dikesampingkan dalam merebut hati rakyat dan simpati politis yang obyektif.

Kerangka hukum dan demokrasi dalam proses politik pada penyelenggaraan pemilu harus disertai niat politik yang sehat sehingga dalam implementasinya regulasi bukan sekedar hasil kompromi politik oportunistik dari partai-partai besar ataupun melegitimasi kekuasaan untuk menjaga kepentingannya. Apabila hal itu terjadi, dikhwatirkan hasil pemilu justru akan memperkuat oligarki politik dan kekuasaan sebagai out put pemilu serentak 2019. Karena itu, partisipasi masyarakat sangatlah penting termasuk keterlibatannya pemantau atau pengawas dalam penyelenggaraan pemilihan umum serentak tersebut.

Bahkan bila dianggap penting tekanan publik perlu dilakukan agar kerangka hukum yang merupakan aturan main (rule of the game) dalam demokrasi benar-benar menjadi sarana legitimasi demokrasi yang menghasilkan pemilu serentak yang demokratis.

Untuk itu, perlu diberikan beberapa catatan mengenai perkembangan konsensus politik dari peraturan kepentingan di parlemen serta saran mengenai regulasi penyelenggaraan pemilu serentak ini. Pemilu pada hakikatnya sebagai wujud yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan tersebut (Miriam Budiharjo, 1992).

Dalam rangka penyelenggaraan pemilu serentak yang berkulitas dan berintegritas maka ; pertama, diperlukan penyelenggara pemilu yang benar-benar independen, netral dan tidak memihak atau berlaku adil. Parsyaratan ini amat penting bagi terselenggaranya pemilu yang adil dan jujur dan berkualitas. Kemudian yang kedua, adalah netralitas dari beberapa unsur seperti TNI/POLRI, ASN, Kepala Desa dan perangkat desa lainnya yang menjalankan fungsi pelayanan publik (public service) sebagai abdi negara maupun abdi masyarakat.

2)Pemilih dan Hak Pilih

Rakyat sebagai pemilih dalam penyelenggaraan pemilu dan proses demokrasi mempunyai kebebasan untuk memilih calon anggota dewan dan calon-calon pemimpoin bangsa yang memegang peranan dan bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan. Masken Jie (1961) berpendapat bahwa pemilihan bebas, walaupun bukan puncak dari segalanya, masih merupakan suatu cara yang bernilai paling tinggi, karena belum ada pihak yang dapat mencipatakan suatu rancangan politik yang lebih baik dari cara tersebut untuk kepentingan berbagai kondisi yang diperlukan guna penyelenggaraan pemerintahan dalam masyarakat manapun.

Berdasarkan asumsi itu pemilihan dapat menciptakan suatu suasana dimana masyarakat mampu menilai arti dan manfaat sebuah pemerintahan. Kedua, pemilihan dapat memberikan suksesi yang tertib dalam pemerintahan, melalui transfer kewenangan yang damai kepada pemimpin yang baru ketika tiba waktunya bagi pemimpin lama untuk melepaskan jabatannya, baik karena berhalanga tetap atau karena berakhirnya suatu periode kepemimpinan.

Rakyat harus memainkan peranan yang aktif dan langsung jika pemerintahan perwakilan diinginkan untuk menjadi dinamis dan bukan merupakan proses statis. Ada banyak kepentingan dan pengaruh warga masyarakat untuk melibatkan diri dalam proses penyelenggaraan pemilu, tetapi yang paling mendasar adalah melalui pemilihan calon anggota legislatif termasuk dalam proses calon kepemimpinan nasional yang ditentukan oleh rakyat secara langsung melalui pemungutan suara.

3) Hak Untuk Memilih

Memilih merupakan hak dari setiap individu dalam proses demokrasi. Suatu hak pilih dari setiap individu ini pada prinsipnya merupakan dasar dari kedaulatan rakyat dalam kaitannya dengan proses demokrasi dan penyelenggaraan pemilihan umum. Pada abad 19, banyak negara belum mempunyai proses pemilihan untuk posisi-posisi pada lembaga pemerintahan. Di suatu negara tertentu, hak untuk memilih seringkali dibatasi pada sejumlah kecil penduduknya. Namun perkembangan selama satu abad terakhir ini menunjukan adanya kemajuan yang berarti dalam mengalihkan hak dari beberapa orang saja menjadi hak bagi semua orang, atau lebih tepat lagi berupa hak bagi setiap warga negara.

Dalam banyak hal pada suatu negara tertentu, hak untuk memilih untuk menentukan anggota dari suatu lembaga perwakilan terbatas pada satu orang khususnya dalam pemilihan yang berbasis distrik. Namun pengecualiannya dapat dijumpai pada persemakmuran Inggris yang hukum kewarganegaraannya menyatakan bahwa warga negara dalam persemakmuran manapun dapat memilih di Inggris Raya, bila dinayatakan memenuhi syarat.

Dewasa ini sudah menjadi fenomena yang umum untuk memberikan hak pilih kepada seseorang yang sudah mencapai “umur yang bertanggung jawab”.Ada dua persyaratan lain yang sering diungkapkan dalam cara yang agak negatif. Diketahui bahwa sudah menjadi hal yang biasa disetiap negara untuk menghapus hak pilih dari mereka yang tidak waras atau catat mental dan mereka yang sedang menjalani hukuman penjara. Demikian pula, ada beberapa negara yang tidak membolehkan warganya yang telah menjalani masa tahanan dalam penjara selama waktu yang cukup lama untuk ikut memilih. Pada penyelenggaraan pemilu di Indonesia dalam kurun waktu sebelumnya, mereka yang dihukum diatas lima tahun tidak diperkenankan mengikuti pemilihan umum. Namun sejalan dengan reformasi sistemtermasuk siatem pemilu maka mengandemen konstitusi dasar yang diwujudkan dalam bentuk perundang-undangan pemilu, maka setiap warga negara mempunyai hak untuk memilih.
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilhan Umum, pasal 198 ayat (1) menjelaskan bahwa warga negara Indonesia pada hari pemungutan suara sudah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin mempunyai hak memilih. Selanjutnya pada ayat (3) menjelaskan bahwa warga negara Indonesia yang telah dicabut hak politiknya oleh pengadilan tidak mempunyai hak memilih.
Kedua ayat itu menjadikan dasar setiap warga negara untuk memilih maupun tidak memlih dalam pemilihan umum. Pada ayat 1 memberikan penafsiran bahwa setiap warga negara mempunyai hakl memilih ‘dalam kondisi apapun’ sepanjang tidak dicabut hak politiknya oleh pengadilan. Sementara pada ayat 3 memberikan penafsiran bahwa siapaun warga negara yang telah dihukum dan dicabut hak politiknya tidak mempunyai hak untuk memilih maupun dipilih dalam pemilihan umum baik dalam pemilihan legialatif maupun pemilihan presiden dan wakil presiden dan termasuk pula dalam pemilihan kepala daerah. Oleh karena itu seseorang berhak untuk memilih maupun dipilih dalam penyelenggaraan pemilu dan demokrasi ditentukan oleh regulasi kepemiluan di satu sisi, dan pada norma hukum positif pada sisi yang lain.

BAHAN BACAAN

Budiharjo, Meriam, 1992, Dasar-dasar ilmu Politik, Jakarta, Gramedia.Carter, April, 1985, otoritas dan Demokrasi, Jakarta, Rajawali Pers.
Dahl, Robert, 1994, Analisis Politik Modern, Jakarta bumi Aksara.

Surbakti, Ramlan, 1999, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Susilo,Suko,2002, Sosiologi Politik, Kediri : P.T Jenggala.

Sparingga, Daniel T., 1999 “Masa Depan Indonesia sebuah analisis Wacana tentang Perkembangan Civil Society” masyarakat Kebudayaan dan Politik, Th. Xii, No. 4 Oktober.

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *