JAKARTA,, beritalima.com | Perkembangan kejahatan siber kian meningkat diantaranya melalui modus VCS (Video Call Sex .red) biasanya melalui medsos WA, Fb, IG maupun telegram. Dikarenakan tidak dilakukan secara tatap muka langsung namun hanya meminta data-data diri sesuai KTP maka aktifitas ini sangat mudah digunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab untuk memeras seseorang.
“Para pengguna VCS diperas dan diancam dengan modus menghubungi nomor WA, telepon ke istri, keluarga hingga video rekaman akan disebar ke medsos lain,” jelas Denny Felano, Ketua Isu Strategis Bidang Advokasi Hukum Angkatan Muda Ka’bah (AMK) dalam rilisnya.
Sehubungan dengan dapat tidaknya seseorang dapat dijerat dengan UU Pornografi dalam kasus VCS, Denny Felano menjelaskan dalam hal pria dan wanita saling memberikan persetujuan untuk perekaman video seksual mereka dan foto serta video tersebut hanya digunakan untuk kepentingan sendiri sebagaimana dimaksud dalam pengecualian yang dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi, maka tindakan pembuatan dan penyimpanan yang dimaksud tidak termasuk dalam ruang lingkup “membuat” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 UU Pornografi.
Menurut Ketua Isu Strategis Bidang Advokasi Hukum Angkatan Muda Ka’bah (AMK) ini, perbuatan tersebut tidak dapat dijerat pidana berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi. Namun demikian, si penyedia jasa VCS masih dapat dijerat dengan Pasal 4 ayat (2) UU Pornografi atas penyediaan jasa yang mengandung unsur pornografi.
Layanan video call merupakan komunikasi dua arah, ini menunjukkan bahwa dalam VCS terjadi komunikasi dua arah antara seseorang dan penyedia jasa VCS. Oleh karena itu, tambah Denny, ini dapat diasumsikan bahwa dalam layanan VCS, yang mentransmisikan konten asusila bukan hanya penyedia jasa VCS, melainkan pengguna jasa VCS tersebut, dengan penyedia jasa VCS sebagai penerimanya.
“Dalam hal ini kaitanyya dengan UU ITE, menurut hemat saya, pengguna jasa VCS berpotensi dipidana berdasarkan UU ITE dan perubahannya, oleh sebab itu sebaiknya hindari penggunaan jasa VCS,” pesan Denny.
AMK Siap Advokasi Korban
Ketua Isu Strategis Bidang Advokasi Hukum Angkatan Muda Ka’bah (AMK) mengingatkan agar tetap berhati-hati dan tidak sembarangan saat menyerahkan data pribadi seperti menyerahkan data KTP kepada pihak lain agar tidak menjadi korban pemerasan atau pengancaman dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, sehingga dapat menyebabkan kerugian baik secara materiel maupun imateriel.
“Apabila ada yang menjadi korban pemerasan, maka jangan takut untuk segera melapor ke pihak yang berwajib, akan tetapi saya juga menyarankan, agar sebaiknya dapat menghindari penggunaan layanan jasa VCS tersebut,” kata Denny Felano, Selasa, (9/11/2021).
Ditandaskan Angkatan Muda Ka’bah (AMK) siap memberikan Advokasi Hukum bagi para korban VCS, dimana para korban tersebut merupakan korban pemerasan atau intimidasi lainnya.
“Kami sepakat bahwa VCS harus diberantas akan tetapi tindakan pemerasan atau bentuk intimidasi lainnya bagi para korban tidak dapat dibenarkan dan bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku sebagaimana disampaikan di atas,” tegas Ketua Isu Strategis Bidang Advokasi Hukum Angkatan Muda Ka’bah.
“Pemberian pendampingan dan advokasi bagi para korban sangatlah penting. Diharapkan dengan banyaknya para korban yang memberanikan diri untuk melapor, maka VCS dapat diberantas karena hal ini berkaitan dengan “delik aduan” dalam tindak suatu pidana.” Tukas Ketua Isu Strategis Bidang Advokasi Hukum Angkatan Muda Ka’bah. (Edi)