Bambang: Tiket Pesawat Mahal, Jokowi-JK Belum Berdayakam Maskapai Berbiaya Murah

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Pemerintah dibawah pimpinan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) belum memberdayakan maskapai penerbangan berbiaya murah (low-cost carrier).

Padahal, kata Bambang Haryo Soekartono, keberadaan maskapai penerbangan berbiaya murah sangat strategis ketika maskapai yang economy ful service menaikkan harga tiket.

“Tiket pesawat bisa mahal karena komponen pesawat dan fasilitas yang diberikan memang mahal. Di sinilah maskapai berbiaya murah jadi pilihan masyarakat,” kata anggota Komisi V DPR RI itu menanggapi mahalnya harga tiket pesawat belakangan ini.

Wakil rakyat dari Dapil Provinsi Jawa Timur tersebut mengatakan, temuan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), ada kartel tiket pesawat tidak sepenuhnya benar.

Ya, memang sebelumnya KPPU menemukan sumber masalah melonjaknya harga tiket pesawat salah satunya temuan Dirut Garuda Indonesia yang merangkap sebagai Komisaris Utama Sriwijaya Air.

“Yang kita persoalkan harusnya tarif maskapai low-cost carrier. KPPU malah tidak menemukan apa pun. Dan, baru terakhir ini menemukan jabatan rangkap Dirut Garuda jadi komisaris utama Sriwijaya Air,” kata Bambang.

Walau ada jabatan rangkap, lanjut dia, kan masih ada kompetitor lain, yaitu Lion Air. Apakah benar ada indikasi kartel. “Kalau Dirut Garuda jadi komisaris di anak perusahaannya memang wajar. Saya pikir, kita belum bisa mengatakan ini adalah kartel,” jelas Bambang.

Dikatakan politisi Partai Gerindra tersebut, di luar negeri ada bandara khusus bagi perusahaan penerbangan berbiaya murah. Mulai landing fee, airport tax, apron fee, dan fasilitas lainnya diberikan tarif murah.

Inilah alternatif penerbangan yang bisa diakses masyarakat bila tiket pesawat lainnya mahal. Sayangnya, perlakuan seperti itu tidak ada di Indonesia. Semua penerbangan diberikan perlakuan sama. “Inilah yang menyebabkan ekonomi berbiaya tinggi,” kata dia.

Ekonomi berbiaya tinggi juga terjadi ketika lalu lintas di udara dan lalu lintas di bandara begitu padat. Bahkan, di bandara besar seperti Medan, Denpasar, Jakarta, pesawat yang ingin mendarat harus berputar-putar dulu di udara menunggu antrian. “Ini kan memboroskan bahan bakar,” kata Bambang.

Menurut Bambang, pesawat itu tidak bisa mendarat langsung. Ini juga menjadi penyebab ekonomi biaya tinggi karena menghabiskan bahan bakar. Percuma bahan bakar diturunkan kalau pengaturan ruang udara termasuk lalu lintasnya tidak efektif dan efesien. “Akhirnya, mereka harus antri cukup lama di atas dan menghabiskan bahan bakar,” demikian Bambang Haryo Seokartono. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *