Christeven Tidak Ingat Ada Penalty Dalam Perjanjian Kerjasama Tambang Nikel dengan Christian Halim

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Cerita pengusaha merasa jengkel karena ketidaktahuannya berbisnis dibidang pertambangan digambarkan saksi Christeven Mergonoto dalam sidang kerjasama Tambang Nikel di Desa Ganda-Ganda, Kecamatan Petasia, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah dengan terdakwa Christian Halim.

Christeven Mergonoto, mengaku kesal bukan kepalang setelah tahu uang dan kepercayaanya hilang akibat infra struktur penambangan Biji Nikel yang dibangun terdakwa Christian Halim tidak sesuai RAB. Kekesalannya makin bertambah ketika mengetahui Jetty yang dibangun tidak berhuruf T, melainkan hanya dibuat seperti huruf I dengan panjang yang tidak maksimal pula.

“Itu saya ketahui ketika datang ke lokasi tambang. Karena kesal, kemudian saya dengan terdakwa menyepakati menghentikan proyek infrastruktur pertambangan tersebut. Proyek itu saya nyatakan selesai, meski tanpa berita acara serah terima. Kesalnya lagi, malahan dibilang kalau proyek tambang ini tidak feasibel kalaupun bisa susah karena sangat dalam,” aku saksi di ruang sidang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Senin (01/3/2021).

Menyikapi infrastrukturnya tidak sesuai Spek sambung Christeven, pihaknya menggandeng PT Prima Mineral Engginering (PME) melakukan apraisal atas pekerjaan yang sudah dilakukan oleh terdakwa Christian Halim. PT. PME menilai seharusnya menelan biaya Rp 6,7 miliar.

“Sangsi dengan perhitungan PT PME, kemudian saya menggandeng apraisal independen dari ITS. Hasil audit independen dari ITS yakni sebesar Rp 11 miliar lebih. Berdasar audit independen tersebut diketahui kerugian saya derita dalam perkara ini adalah 9 miliar,” sambungnya.

Ditanya tim penasehat hukum terdakwa Christian Halim, apakah saksi sudah pernah membayar hasil penambangan sebanyak 17.000 metrik ton yang pernah dihasilkan oleh terdakwa,? yang apabila dikalikan biaya jasa kontraktor menjadi sekitar Rp 2 miliar. Saksi menjawab belum pernah.

“Belum pernah saya bayarkan,” jawab saksi Christeven.

Ditanya lagi, apakah ada penaltinya jika para pihak yang sudah mengikatkan diri dalam perjanjian penambangan Nikel tanggal 26 September 2019 tersebut tidak sesuai target,? Sebab dalam pasal 6 ayat 1F tentang hak dan kewajiban dinyatakan ada penghentian pekerjaan jika berturut-turut 3 bulan atau 6 bulan berturut-turut gagal mencapai target produksi. Saksi menjawab tidak ingat,

“Saya tidak ingat perjanjian itu. Selama ini saya berdasarkan asas kepercayaan dan mediasi semata,” jawabnya.

Sebelumnya Christeven menjelaskan awal mula dirinya mengenal terdakwa Christian Halim dari koleganya yang bernama Pangestu Hari Kosasih sekitar bulan Agustus 2019. Perkenalan terjadi di kantor Pangestu di daerah Pakuwon Surabaya.

“Saat berkenalan, dia mengaku sebagai ahli pertambangan dan berpengalaman. Dia juga mengaku sebagai keponakan dari Hence Wongkar, salah satu kontraktor ternama di Sulawesi. Makanya saya percaya dan akhirnya bersepakat mendirikan PT Cakra Inti Mineral (CIM) bersama-sama dengan Pangestu Hari Kosasih dan Mohammad Gentha Putra. Gentha saya ajak bergabung sebab dia yang punya Ijin Usaha Pertambangan, (IUP),” jelasnya.

Dipaparkan Christeven, dari kerjasama tersebut disepakati melakukan pekerjaan penambangan Biji Nikel seluas 38 Hektar di Desa Ganda-Ganda Kecamatan Petasia Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah dan terdakwa menjanjikan serta menyanggupi menghasilkan tambang nikel 100.000 matrik/ton setiap bulannya dengan catatan harus dibangun infrastruktur yang membutuhkan dana sekitar Rp. 20, 5 Miliar.

“Belakangan diketahui uang tersebut diminta kembali sebesar Rp 1 miliar ke saksi Mohammad Gentha Putra dan Rp 500 juta oleh saksi Ilham Erlangga, uang itu kemudian dinyatakan sebagai Jaminan bagi pemegang IUP,” papar saksi Christeven.

Atas keterangan saksi, terdakwa Christian Halim menyatakan keberatan. diantaranya terkait pembuatan Jetty disepakati letter T.

“Hal itu tidak benar karena dalam RAB awal tidak tercantum pembuatan Jetty baru. Sebab desain dan ijin Jetty berbentuk letter T belum keluar dan baru ada di bulan Desember 2019,” bantahnya.

Terdakwa juga menolak keterangan saksi bahwa dirinya bersepakat menghentikan proyek,

“Saksi menghentikan secara sepihak dengan whatsapp ke pekerja lapangan baru kemudian saya diajak bertemu oleh saksi,” lanjutnya.

Terdakwa juga menolak bahwa saksi memilih mentransfer ke rekening Terdakwa secara pribadi atas keinginan terdakwa, karena itu adalah pilihan Saksi sendiri untuk menghindari pajak karena perusahaan milik Terdakwa sudah PKP. Terdakwa juga membantah bahwa dia bilang kalau proyek tambang tersebut tidak feasible, namun Terdakwa bilang bahwa proyek penambangan tersebut bisa dikerjakan namun dengan biaya yang lebih tinggi.

Usai sidang, pengacara Terdakwa dari kantor LQ Indonesia Law Firm Jakarta Pusat yakni Advokat Alvin Lim SH, MSc, CFP didampingi Jaka Maulana SH, Anita Natalia Manafe SH dan Leo Detri SH, MH menyatakan Jaksa sengaja menyembunyikan fakta jumlah uang Rp 1,5 miliar yang diterima Gentha dan Ilham Erlangga hal itu tanpa sepengetahuan Christeven.

“Ini yang jadi pertanyaan, dalam perusahaan yang didirikan secara bersamaan tapi yang satu menerima Rp 1,5 miliar yang satunya tidak tahu,” ujarnya.

Terkait kerugian yang dialami Terdakwa sesuai hitungan apraisal yang dilakukan pihak ITS, Alvin menyebut hal itu tidak bisa dijadikan patokan.

“Apraisal itu tidak menghitung secara pasti tapi hanya kira-kira. Dan masing-masing apraisal punya pendapat yang berbeda-beda pula,” ujarnya.

Alvin menyebut, yang namanya bisnis namun tidak boleh ambil keuntungan, hal itu tidak wajar. Dan dengan ada atau tidaknya perjanjian antara Terdakwa dengan pelapor dan sudah dibayarkan nilai kesepakatan itu berarti bahwa saksi pelapor menyetujui.

“Kalau masalah untung itu wajar, bisnis tidak boleh untung siapa yang menanggung bensin, waktu, tenaga dan sebagainya,” ujarnya.

Diketahui, ChristIan Halim dipolisikan
Christeven Mergonoto salah satu direktur PT Santos Jaya Abadi (Kapal Api) setelah proyek infrastruktur PT Cakra Inti Mineral (CIM) bersama Pangestu Hari Kosasih dan Mohammad Gentha Putra di tambang nikel di desa Ganda-Ganda Kecamatan Petasia, Kabupaten Morowali Utara dinyatakan tidak sesuai Spek.

Menanggapi hal itu, Advokat Alvin Lim, SH, MSc, CFP menyatakan bahwa laporan polisi tersebut dipaksakan dan sangatlah prematur, karena Proyek Infrastruktur tersebut belum dilunasi ditambah masih adanya 1.5 miliar uang jaminan yang sudah diambil kembali oleh Pelapor dan disita oleh penyidik.

Belum dilunasinya jumlah RAB inilah yang menjadi dasar Kliennya kehabisan dana untuk menyelesaikan Proyek Infrastruktur sesuai Spek yang di sepakati. (Han)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait