Diduga Ada Jual-Beli Trotoar Di Gelaran Pesta Rakyat Trenggalek

  • Whatsapp

TRENGGALEK, beritalima. com
Trotoar merupakan salah satu fasilitas pendukung penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan. Yang di antara fasilitas-fasilitasnya adalah lajur sepeda, tempat penyeberangan pejalan kaki, halte, dan/atau fasilitas khusus bagi penyandang cacat dan manusia usia lanjut sebagaimana yang dikatakan dalam Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).

Namun, di gelaran Pesta Rakyat dalam rangkaian peringatan HUT Kemerdekaan ke-73 Republik Indonesia dan HUT ke- 824 Trenggalek ada dugaan jual-beli trotoar yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu. Dari hasil investigasi lapangan, para pembeli diduga harus membayar per-3 meter trotoar seharga 300 ribu rupiah selama Pesta Rakyat berlangsung.
Padahal penting diketahui, ketersediaan fasilitas trotoar merupakan hak pejalan kaki yang telah disebut dalam Pasal 131 ayat (1) UU LLAJ. Ini artinya, trotoar diperuntukkan untuk pejalan kaki, bukan untuk orang pribadi ataupun kepentingan lain. Hal itu sebagaimana disampaikan Kapolres Trenggalek, AKBP Didit Bambang Wibowo melalui Kasatlantasnya AKP Riki Tri Dharma.

“Masih berkaitan dengan trotoar sebagai perlengkapan jalan, berdasarkan Pasal 28 ayat (2) UU LLAJ, setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan,” jelas Kasatlantas muda yang ramah ini pada beritalima. com, Senin(20/8)
Lebih lanjut dikatakannya, dalam Pasal 25 ayat (1) huruf h UU LLAJ bahwa setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan jalan, yang salah satunya berupa fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan yang berada di jalan dan di luar badan jalan. Ini artinya, sebagai salah satu fasilitas pendukung jalan, trotoar juga merupakan perlengkapan jalan.

“Fungsi trotoar pun ditegaskan kembali dalam Peraturan Pemerintah (PP) tahun 2006 tentang Jalan, Pasal 34 ayat (4) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki. Hal ini berarti, fungsi trotoar tidak boleh diselewengkan dengan cara apapun, termasuk dimiliki secara pribadi atau untuk kepentingan tertentu dengan alasan apapun karena trotoar hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki,” imbuh perwira pertama asli Padang Sumatra Utara ini.

Ada 2 (dua) macam sanksi yang dapat dikenakan pada orang yang menggunakan trotoar sebagai milik pribadi dan mengganggu pejalan kaki:
1. Ancaman pidana bagi setiap orang yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan adalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah) (Pasal 274 ayat (2) UU LLAJ); atau
2. Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) (Pasal 275 ayat (1) UU LLAJ).
Dilain pihak, Pemerintah Kabupaten Trenggalek dalam hal ini Dinas Kesatuan Polisi Pamong Praja dan Pemadam Kebakaran (SatpolPP dan Damkar) sebagai pengawal dan penegak Perda terkesan lepas tangan terkait masalah tersebut. Indikasi itu dapat dilihat dari statement KasatpolPP dan Damkar, Ulang Setiyadi.

“EO menguasai kawasan jalan seputar aloon-aloon, jalan Ahmad Yani dan jalan Panglima Sudirman termasuk trotoarnya. Saya tidak tahu menahu terkait sewa atau jual beli itu, semua merupakan wewenang serta urusan Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) om,” ungkapnya saat diklarifikasi via WhatsApp.
Heru Gondrong

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *