Ekonomi Rakyat Belum Pulih, PKS Tolak Pemerintah Naikan TDL

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI menolak rencana Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menaikan atau melaksanakan penyesuaian Tarif Dasar Listrik (TDL) dalam waktu dekat.

Menurut Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI bidang Pembangunan dan Industri, Dr H Mulyanto, penyesuaian tarif dasar listrik di saat pandemi adalah langkah yang tidak tepat, mengingat kegiatan ekonomi masyarakat belum pulih benar atau masih terseok-seok.

Selain itu, ungkap anggota Komisi VII DPR RI membidangi Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Ilmu Pengetahuan&Teknologi (Iptek) dan Lingkungan Hidup (LH) itu, harga listrik di Indonesia sudah mahal, jauh lebih tinggi dari TDL di negara-negara ASEAN, bahkan China.

Data dari Globalpetrolprice.com menyebutkan, harga listrik untuk rumah tangga di Malaysia, Vietnam dan China masing-masing Rp 895/kWh, Rp 1.190/kWh, dan Rp 1.219/kWh. Harga listrik PLN untuk pelanggan rumah tangga rata-rata Rp 1.467/kWh. Harga listrik di Thailand lebih mahal dari Indonesia, yakni Rp 1.771/kWh.

“Harga listrik rumah tangga di Indonesia hampir dua kali lipat dari harga listrik rumah tangga di Malaysia dan masih jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga listrik di Laos, Vietnam dan China.

Untuk harga listrik pelanggan bisnis, dibandingkan Malaysia, Vietnam dan China, termasuk Thailand harga listrik PLN jauh lebih murah. Beda dengan Malaysia atau Vietnam yang memilih kebijakan penyediaan listrik murah untuk pelanggan rumah tangga. “Indonesia lebih memilih kebijakan menyediakan listrik murah untuk pelanggan bisnis,” jelas Mulyanto.

PKS usul, ke depan Pemerintah perlu mengkaji seksama kebijakan harga listrik ini agar lebih adil dan berpihak kepada masyarakat kecil ketimbang kepada para pengusaha. Selain itu, PLN harus terus melakukan efisiensi yang berkeadilan atas angka BPP (biaya pokok pembangkitan listrik)-nya. “Masak harga listrik kita kalah murah dibandingkan dengan Malaysia. Ini kan aneh,” imbuh Mulyanto.

Wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten itu juga meminta PLN negosiasi ulang mengenai jadwal operasi pembangkit baru agar tidak menekan keuangan PLN. Jangan sampai program 35 ribu MW semakin menambah surplus listrik yang sudah lebih dari 30 persen sehingga akhirnya membuat PLN terkena penalti untuk membayar TOP (take or pay) atas listrik yang tidak digunakan.

“Ini kan mubazir, yang ujung-ujungnya menjadi beban keuangan Negara. Jangan sampai masyarakat berpikir negatif bahwa kenaikan tarif listrik ini terjadi karena PLN didikte Pengusaha listrik swasta (IPP), karena ketergantungan PLN yang semakin besar terhadap listrik swasta,” tambah Mulyanto. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait