Inilah Respon BI Hadapi Financial Technologi, Regulatory Sandbox

  • Whatsapp

SURABAYA, beritalima.com – Merespon potensi perkembangan Fintech (Financial Technology), Bank Indonesia (BI) akan membuka Regulatory of Sandbox, yang rencananya pada awal Juli 2017 nanti.

Analis Senior Fintech Office Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran, Yosamartha, mengemukakan, sandbox diadakan untuk menguji produk, layanan, teknologi, dan model bisnis yang digunakan para startup yang bergerak di bidang teknologi.

“Ini wadah bagi para startup yang memang sudah punya model bisnis yang bagus, inovatif, dan unik, serta siap turun ke masyarakat. Melalui sandbox akan kita ujikan langsung ke masyarakat,” tandas Yosa di acara “Sosialisasi Peranan Bank Indonesia dan Diskusi Isu Strategis Daerah dengan Media Jawa Timur” di Java Banana Resto Banyuwangi, Rabu (26/4/2017) lalu.

Melalui sandbox para startup akan dibina dan didampingi mengenai keamanan teknologi hingga perlindungan konsumen.

“Jika model bisnisnya sudah teruji, harapannya dia akan masuk rezim perizinan. Kemudian siapa tahu jadi local champion dan memotivasi para startup lainnya,” tambah Yosa.

Sandbox hingga kini masih tahap pematangan untuk diluncurkan pada awal Juli 2017. Tidak semua startup bisa masuk sandbox, karena yang diutamakan dalam sandbox adalah inovasi teknologi yang digunakan.

“Akan ada rangkaian tes yang cukup ketat. Meski begitu, apply di website BI-nya gratis dan tidak dipungut biaya, termasuk ketika mereka kami coaching,” jelas Yosa.

Menurut Yosa, perkembangan Fintech yang begitu cepat harus segera dikawal dan diantisipasi risikonya sejak dini agar tidak tertinggal dan kesulitan. Jika dua dekade lalu inovasi teknologi keuangan masih berpusat di sisi bank, saat ini inovasi teknologi keuangan terjadi di sisi pengguna (customer).

Pergeseran ini mendorong menjamurnya Fintech. “Infleksibilitas sistem keuangan formal pasca krisis ekonomi global yang cenderung memperketat regulasi serta pesatnya inovasi teknologi mendorong akselerasi Fintech,” ungkapnya.

Indonesia merupakan perekonomian besar dengan basis konsumen yang luas dan potensial bagi perkembangan Fintech. Indonesia memiliki populasi penduduk terbesar keempat di dunia dengan kelas menengah mencapai 17,3 juta rumah tangga di 2014 dan diperkirakan melampaui 20 juta rumah tangga di 2030.

Gross Income perkapita naik eksponensial dari USD560 di 2000 menjadi USD3630 di 2014. Indonesia merupakan peringkat ke-10 perekonomian terbesar di dunia dari sisi kemampuan daya beli.

Pasar Indonesia yang besar dan belum sepenuhnya tergarap oleh sektor keuangan formal membuka peluang yang sangat besar bagi penerapan Fintech. Pangsa kredit terhadap PDB yang baru 34,77 persen dapat disasar Fintech (P2P Lending) tanpa harus menggerus pangsa pasar perbankan.

Populasi unbanked yang besar dipadu oleh akselerasi income kelas menengah menunjukkan tingginya potensi pasar. Begitu pula dengan relatif longgarnya sebaran infrastruktur fisik (khususnya jaringan kantor cabang) perbankan di Indonesia dibanding Eropa.

Menurut Yosa, secara umum perkembangan Fintech masih terhitung baru, dan BI belum memastikan bagaimana perkembangan Fintech ke depan.

Hal yang sering membingungkan masyarakat, kata Yosa, perbedaan peran BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap Fintech. Tapi menurutnya, Fintech yang menjadi kewenangan BI adalah yang bergerak di Payment, Clearing dan Settlement, sedangkan yang berhubungan dengan OJK adalah Deposity, Lending dan Capital Rising.

Mengingat saat ini startup banyak yang menawarkan payment sekaligus lending, dalam hal ini bisa saja terjadi over lapping dari masing-masing instansi.

Dengan menjamurnya Fintech, Yosa menghimbau masyarakat untuk semakin cerdas dan kritis dalam mempertimbangkan risiko dan potensi yang akan diperoleh melalui Fintech.

Terkait perlindungan konsumen, BI telah memiliki Peraturan BI Nomor 18/40/PBI/2016 tentang PPTP (Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran) yang mengatur Fintech.

Diungkapkan pula, BI dan OJK juga bekerjasama terkait pendaftaran startup yang bergerak di bidang Fintech. Namun yang mendaftar hingga saat ini baru Go-Jek.

Pendaftaran startup ini, selain perlindungan konsumen juga mengantisipasi risiko yang akan dihadapi kedua belah pihak (konsumen dan produsen). (Ganefo)

Teks foto; Analis Senior Fintech Office Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran, Yosamartha, saat menjelaskan perkembangan Fintech di Indonesia.

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *