Jejak Langkah HPN: Dari Adinegoro ke Press Card Nomor Satu

  • Whatsapp
Yousri Nur Raja Agam di halaman Masjid "terapung" Al Alam, di Teluk Kendari.

Catatan: Yousri Nur Raja Agam *)

HARI Pers Nasional (HPN) 2022, baru saja berlangsung. Tahun ini acara puncak HPN dipusatkan di halaman Masjid terapung Al Alam,  Kendari,  Sulawesi Tenggara.

Ada yang istimewa dengan peringatan  HPN ini. Setiap tahun HPN itu dilaksanakan berpindah-pindah dari ibukota provinsi satu ke ibukota provinsi lainnya di Indonesia. Setiap tahun, tanggal 9 Februari, upacara puncak HPN itu, selalu dihadiri oleh Presiden RI. Sehingga HPN dapat dikatakan sebagai pesta masyarakat daerah dengan komponen pers. Sebab, kegiatan-kegiatan HPN ini melibatkan komunitas masyarakat dari daerah penyelenggaraan HPN itu.

Tahun 2022 ini, Presiden Joko Widodo sebelumnya juga sudah dijadwalkan hadir, ternyata batal. Alasannya, karena terjadi peningkatan ancaman Covid-19 dengan varian baru, Omicron. Akhirnya, Jokowi membuka acara HPN 2022 secara virtual dari Istana Presiden Bogor, Rabu (9/2/2022).

Hal yang sama juga terjadi tahun 2021 lalu. Acara puncak yang berlangsung di Ancol, Jakarta Utara, dengan alasan yang sama, masa pandemi Covid-19, Jokowi hadir melalui layar lebar secara virtual dari Istana Negara, Jakarta Pusat.

Kegiatan HPN untuk pertama kali dirayakan tahun 1985. Adanya HPN ini berawal dari keputusan Kongres ke 28 PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) tahun 1978, di Padang,  Sumatera Barat. Keputusan Kongres di Padang itu, akhirnya disetujui dalam Sidang Dewan Pers, 19 Februari 1981.

Dewan Pers, menyampaikan hasil Sidang itu kepada Pemerintah, yang menyetujui hari lahir PWI, tanggal 9 Februari 1946, dijadikan HPN. Sebab PWI sebagai organisasi wartawan tertua di Indonesia  setelah Indonesia merdeka.
Presiden Soeharto,  menyetujui dan mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) No.5 tahun 1985, tanggal 23 Januari 1985.

Maka mulai tahun 1985, untuk yang  pertama HPN dilangsungkan di Jakarta. Berlanjut tahun berikutnya 1986 di Jogjakarta, 1987 di Jakarta, 1988 di Padang,  1989 di Surabaya, 1990 di Ujungpandang (Makassar), 1991 di Banjarmasin, 1992 di Jakarta,  1993 di Bandung, 1994 di Medan, 1995 di Manado,  1996 di Solo, 1997 di Jakarta, 1998 di Palembang, 1999 di Jakarta, 2000 di Solo, 2001 di Jakarta, 2002 di Banjarmasin,  2003 di Bali,  2004 di Jakarta, 2005 di Pekanbaru,  2006 di Bandung, 2007 di Samarinda,  2008 di Semarang,  2009 di Jakarta, 2010 di Palembang,  2011 di Kupang NTT, 2012 di Jambi, 2013 di Manado, 2014 di Bengkulu, 2015 di Batam, 2016 di Lombok NTB, 2017 di Ambon, 2018 di Padang, 2019 di Surabaya,  2020 di Banjarmasin,  2021 di Jakarta dan 2022 di Kendari, dan HPN 2023 rencananya di Medan, Sumatera Utara.

Kegiatan HPN

Berbagai kegiatan diselenggarakan untuk menyemarakkan HPN. Mulai dari Pameran Pers dan Media yang diikuti oleh seluruh komponen pers nasional, media, serta pendukung lainnya. Selain itu diselenggarakan Konvensi Nasional Media Massa, Seminar-seminar, penyerahan Anugerah Jurnalistik dan Pers, Bakti Sosial, serta  hiburan rakyat.

HPN juga menjadi ajang silahturahmi dan penyatuan pemikiran untuk kemajuan pers khususnya dan bangsa Indonesia umumnya. Kegiatan ini merupakan agenda tahunan terbesar dan paling bergengsi bagi komponen pers Indonesia.

Penyelenggaraannya dilaksanakan secara bersama antara komponen pers, masyarakat, dan pemerintah. Tentunya, pemerintah daerah yang menjadi tuan rumah tempat penyelenggaraan. Landasan ideal HPN ialah sinergi. Sinergi antar komponen pers, antara komponen pers, masyarakat dan pemerintah, seperti tergambar pada untaian pita (umbulumbul) yang membentuk huruf HPN.

Komponen pers itu, awalnya Pemerintah diwakili Departemen Penerangan (Deppen), atau Kanwil Deppen di daerah. Termasuk di sini TVRI (Televisi Republik Indonesia) dan RRI (Radio Republik Indonesia). Sedangkan dari masyarakat pers, selain Dewan Pers dan PWI adalah SPS (Serikat Penerbit Suratkabar), SGP (Serikat Grafika Pers),  P3I (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia) dan PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia).

Pada masa peralihan dari Orde Baru ke Era Reformasi, Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie, mengesahkan Undang-Undang No.40 Tahun 1999 tentang Pers. Maka kemerdekaan pers itu melahirkan kebebasan mendirikan berbagai organisasi, termasuk organisasi pers. Setelah memasuki era reformasi, Deppen dibubarkan Presiden Abdurrahman Wahid, alias Gus Dur. Namun pada waktu Megawati jadi Presiden, dibentuk Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), sebagai ganti Deppen. Organisasi pers yang menjadi konstituen Dewan Pers, mulai gabung dengan komponen pers. Di antaranya IJTI (Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia), ATVSI (Asosiasi Televisi Swasta Indonesia) dan ATVLI (Asosiasi Televisi Lokal Indonesia), SMSI (Serikat Media Siber Indonesia),  AMSI (Asosiasi Media Siber Indonesia), PFI (Pewarta Foto Indonesia) dan JMSI (Jaringan Media Siber Indinesia).

Anugerah Adinegoro

Setiap HPN, juga diselenggarakan penyerahan hadiah untuk lomba karya jurnalistik,  yang disebut Anugerah Adinegoro. Nama ini diambil dari nama pejuang dan perintis pers. Nama aslinya adalah Djamaluddin Gelar Datuk Marajo Sutan.  Adinegoro adalah nama samaran Djamaluddin di zaman Belanda.

Dulu, Anugerah Adinegoro merupakan penghargaan untuk lomba karya jurnalistik PWI Jakarta Raya (Jaya) sejak tahun 1974. Kemudian dialihkan menjadi lomba tingkat nasional oleh PWI Pusat pada HPN. Sedangkan lomba karya jurnalistik PWI Jaya, berubah menjadi Anugerah Jurnalistik MH Thamrin.

Anugerah Jurnalistik Adinegoro,  juga berkembang dari karya tulis, bertambah dengan kategori lainnya. Ada foto dan karikatur, sampai radio dan televisi. Bahkan, terakhir juga kategori media siber atau online.

Kegiatan HPN lainnya, adalah penerbitan buku. Sebab, Indonesia sangat tertinggal dari negara lain dalam penerbitan  buku. Untuk itulah, berdasar data yang disampaikan Ketua IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia) Jakarta, HE Afrizal Sinaro, yang menyebut rendahnya jumlah penulis di Indonesia. Nah untuk meningkatkan minat baca masyarakat diadakan kegiatan penerbita buku pada HPN. Ternyata,  setelah adanya ransangan penerbitan buku pada HPN ini, minat wartawan menulis buku kelihatan meningkat.

Press Card Number One

Tradisi lain sejak HPN 2010 di Palembang adalah penganugerahan “Kartu Pers Nomor Satu” atau “Press Card Number One” (PCNO).

Anugerah Kartu Pers Nomor Satu untuk pertamakalinya, diberikan kepada beberapa orang tokoh utama Pers Nasional.

Para tokoh itu di antaranya Rosihan Anwar, Jakob Oetama, Herawati Diah, Dahlan Iskan, Goenawan Mohamad, Fikri Jufri, Karni Ilyas, Abdullah Alamudi, AJ Muaya, Andy  F.Noya, Ariestides Katoppo, Arswendo Atmodiloto, Atmakusumah Astraatmadja, August Parengkuan,  Azkarmien Zaini,  Bambang Harymurti dan seterusnya, termasuk 21 orang tokoh pers daerah. Jumlahnya sampai nomor 83 di tahun 2010 itu.

Tahun 2011, saat HPN  di Kupang NTT, sebanyak 54 tokoh pers nasional dan daerah. Tahun 2012, pada HPN yang berlangsung di Jambi, ada 43 wartawan terpilih menerima PCNO. Tahun 2013 secara simbolis, di HPN Manado, untuk 18 wartawan senior. Tahun 2014, tidak ada Anugerah PCNO. Tahun 2015, pada HPN di Batam diserahkan kepada 18 orang dan Tahun 2016,  sebanyak 17 orang menerima Kartu Pers Nomor Satu (KPNS) yang diserahkan saat HPN 2017 di Ambon. Sedangkan untuk  Tahun 2017 tidak ada PCNO. Begitu pula saat HPN di Padang Tahun 2018, tanpa penganugerahan PCNO.
Berikutnya Tahun 2019, ketika HPN diselenggarakan di Surabaya,  diserahkan 22 PCNO. Tahun 2020 di Banjarmasin, KPNS diterima oleh 16 wartawan, dan di Tahun 2021 saat HPN di Ancol, Jakarta, sebanyak 10 orang penerima PCNO. Dan Tahun 2022, di Kendari, Sulawesi Tenggara,  terpilih 30 penerima Anugerah PCNO.

PCNO itu berupa kartu berukuran standar KTP (Kartu Tanda Penduduk) yang menampilkan dua bahasa, yakni Indonesia dan Inggris.
Yang bahasa Inggris NUMBER ONE PRESS CARD berwarna Biru dan dibaliknya bahasa Indonesia KARTU PERS NOMOR SATU warna merah muda. Ada foto dan nama pemiliknya. Di bagian bawah tertulis: Pemegang Kartu ini adalah wartawan profesional dengan kompetensi dan Integritas tinggi. Di baliknya yang berbahasa Inggris tertulis: This Card holder is a professional journalist with competence and high integrity.

PCNO atau KPNS ini rencananya diserahkan tiap tahun kepada wartawan senior terpilih dan diusulkan dari berbagai daerah di Indonesia. Hingga tahun 2022, sudah lebih 311 PCNO yang dianugerahkan oleh PWI Pusat bersama Panitia Pusat HPN kepada wartawan senior yang memenuhi syarat.

Salah satu syaratnya adalah wartawan senior berusia 50 tahun ke atas, telah 25 tahun lebih mengabdikan diri di dunia pers dan jurnalistik.

Penghargaan Kartu Pers Nomor Satu adalah penghargaan PWI Pusat bersama Panitia HPN kepada insan pers yang terus berjuang mengabdi dalam kemajuan dunia pers.

Seleksi wartawan senior penerima penghargaan dilakukan tim juri yang dibentuk PWI Pusat kemudian diputuskan dalam rapat pleno PWI Pusat.

Penghargaan Press Card Number One (PCNO) tersebut berupa “pin emas” bertuliskan Press Card Number One. Dilengkapi dengan
Kartu Pers Nomor Satu, di baiknya berbahasa Inggris Press Card Number One. Di samping itu juga  “Sertifikat” dan Surat Keputusan yang ditandatangani langsung oleh Penanggung Jawab HPN. Tahun 2022 ini, SK nya ditandatangani oleh Atal Sembiring Depari dan Ketua Pelaksanaan, Auri Jaya.

Selaku Ketua Umum PWI Pusat, Atal Sembiring Depari, menyatakan bahwa penghargaan PCNO diberikan kepada wartawan profesional dengan kompetensi dan memiliki integritas tinggi. Maja untuk  pemberian penghargaan ini telah melalui seleksi yang  dilakukan oleh tim dan telah disahkan dalam rapat pleno pusat HPN.

Jadi, jelas Atal S Depari, penghargaan ini merupakan bentuk pengakuan kepada orang-orang pers yang telah menunjukkan kinerja profesional. Selain itu, juga berdedikasi, pengorbanan kepada dunia pers, kemerdekaan pers dalam tahun-tahun pengabdiannya di dunia pers.

Kartu utama buat Insan Pers dari PWI Pusat ini, selain sebagai penghargaan kepada orang-orang yang memiliki dedikasi tinggi terhadap dunia pers. Tidak hanya itu, penghargaan ini juga sebagai simbol upaya masyarakat pers, untuk memperhatikan orang – orang yang patut menjadi teladan atas prestasi yang dicapai.

Dengan diberikannya penghargaan tersebut, Atal berharap sebagai motivasi dan aspirasi bagi insan pers untuk meneruskan jejak tokoh-tokoh yang telah menerima penghargaan tersebut.

Anugerah Kebudayaan

Bersamaan dengan acara  penyerahan anugerah kartu Pers nomor satu kepada wartawan senior, juga ada “Anugerah Kebudayaan” kepada pemerintah kabupaten dan kota yang berperan aktif melestarikan budaya.

Ketua Umum PWI Pusat  H.Atal Sembiring Depari mengatakan, anugrah ini sejalan dengan pemikiran Presiden Joko Widodo, yang menganggap budaya sebagai DNA bangsa Indonesia.

Oleh karena itu,  panitia HPN 2022 sekarang ini ingin melihat  praktik-praktik budaya yang membangun bangsa Indonesia itu.

Regulasi Hak Cipta

Sebagai catatan yang juga perlu digarisbawahi pada HPN 2022 ini adalah,  dukungan Presiden Jokowi  tentang regulasi hak cipta jurnalistik. Ia menyebut dalam sambutan pembukaan HPN secara virtual,  bahwa segera diterbitkan regulasi tersebut untuk menjadikan industri pers semakin sehat dan kuat.

Jokowi  menyampaikan ada beberapa pilihan yang bisa diputuskan terkait regulasi hak cipta jurnalistik.

Ke depan, masyarakat Indonesia tidak boleh hanya menjadi pasar bagi produk teknologi digital global.
Secepatnya, harus dibangun dan dikembangkan teknologi inovatif yang membantu memudahkan masyarakat mendapatkan informasi berkualitas, akurat, dan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Untuk itu, Presiden Jokowi meminta Pers Indonesia mampu memperbaiki kelemahan sambil melanjutkan agenda-agenda besar bangsa. Termasuk, menguatkan pijakan untuk melompat lebih tinggi dan mampu berselancar di tengah-tengah perubahan transformasi digital.

*) Yousri Nur Raja Agam
Penerima Press Card Number One
Pada HPN 2022 di Kendari.

beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait