Jhon Redo; Tineke Jadi Terdakwa Akibat Memblokir Rekeningnya Sendiri

  • Whatsapp
Tineke Jadi Terdakwa Akibat Memblokir Rekeningnya Sendiri

SURABAYA – beritalima.com, Jhon Redo, penasehat hukum Tineke Vita Agustine Riani alias Hot Mom, percaya majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya bakal independen menyidangkan dugaan penipuan yang didakwakan terhadap kliennya. Jhon Redo menyebut kasus Tineke tidak layak diteruskan ke persidangan karena cek/giro Tineke hanya dipinjamkan kepada terdakwa Oen Lexsye Nota Ota Riani alias Alek, bukan kepada Henky Soesanto.

“Kasus ini nuansanya mengada-ada, kasus yang tidak ada diada-adakan. Menurut saya sangat tidak adil kalau kasus ini dilimpahkan ke pengadilan, sebab tidak ada hubungan hukum apapun antara Tineke dan Henky,” kata Jon Rido di Hotel Prima Royal, jalan Kranggan, Surabaya, Minggu (3/6/2018).

Kepada awak media, Jhon juga mengaku kasus Tineke ini dipaksakan oleh Polrestabes Surabaya dan Kejaksaan Negeri Surabaya. Sehingga diperlukan terobosan hukum agar proses hukum tidak merugikan pihak yang tidak melakukan dugaan pidana.

“Perkara ini sudah menyalahi Perkap No 12/2009 pasal 8 ayat (2). Dalam hal tindak pidana yang dilaporkan oleh seseorang tempat kejadian (locus deliciti) berada diluar wilayah hukum kesatuan yang menerima laporan. Petugas SPK wajib menerima laporan, untuk kemudian diteruskan/dilimpahkan ke kesatuan yang berwenang dalam proses penyidikan selanjutnya. Azas hukum pidana yang utama itu adalah Locusnya, Pengadilan itu harus memeriksa perkara sesuai dengan cakupan wilayahnya,” sambungnya.

Jhon menceritakan, klienya Tineke tidak melakukan tindak pidana seperti yang disangkakan selama ini. Menurutnya, Tineke dijadikan tersangka karena memblokir rekeningnya sendiri, uangnya sendiri yang pernah dipinjamkan ke Alek kakaknya. Meski saran pemblokiran tersebut sebelumnya sudah dikonsultasikan lebih dulu oleh Tineke dengan pihak Bank.

“Saat itu, Alek dimintai cek sama Henky. Lantaran tidak membawa cek, spontan Tineke bertanya pada Alek, ada gak,? Alek pun menjawab pinjam dong,!!
Selang satu minggu kemudian, Tineke minta terus sama Alek supaya gironya yang pernah dipinjamkan ke Alek dikembalikan, tapi tidak diberi oleh Alek. Sebab giro dari Tineke ditahan oleh Henky. Kesal karena gironya ditahan, Tineke pun ke Bank untuk konsultasi. Oleh pihak Bank disarankan agar giro tersebut diblokir, caranya melaporkan kehilangan ke kantor polisi,” pungkas Jhon Redo.

Disisi lain, Tineke secara pribadi merasa proses perkara hukum yang membelitnya itu telah menyita banyak waktu dan pikiran, dimana sebagai ibu rumah tangga yang harus mengurus keluarga kini ia terpksa harus mondar-mandir dari Jakarta ke Surabaya untuk menghadiri sidang.

“Kami ini punya anak dan rumah tangga yang harus diurus, sekarang terpaksa harus pontang-panting Jakarta – Surabaya,” keluhnya.

Seperti yang diketahui sebelumnya, perkara yang membelit Tieneke tersebut berawal dari hubungan bisnis yakni kerjasama dibidang jual beli handphone antara Henky Soetanto dengan Oen Lexsye Nota Ota Riani alias Alek (terdakwa dalam berkas terpisah) yang tak lain adalah kakak dari Tieneke.

Terdakwa Oen Lexsye Riani alias Alek pada tanggal 25 September 2014 mendatangi kantor Henky Soesanto cq PT. Bina Tower Sejahtera di Jalan Danau Semayang No. 139 Jakarta, untuk mengajak Henky (saksi pelapor,red) kerjasama dibidang jual beli handphone merek Apple dan membutuhkan pinjaman uang sebesar Rp 4,5 miliar.

Pinjaman Uang itu adalah modal untuk mendatangkan 2 ribu unit handphone merek Apple dengan perhitungan keuntungan yang akan diberikan kepada pemodal sebanyak 15 % dari modal yang dipinjam.

Dari pinjaman itu, Lexsye alias Alek memberikan jaminan bilyet giro dengan nilai total Rp 2,5 miliar dan cek kontan senilai Rp 500 juta yang ia pinjam pada Tineke Vita Agustine.

“Iya cek itu memang saya yang pinjamkan pada Alek (Lexsye) untuk jaminan, tapi isi perjanjian kerja sama itu saya tidak tau,” terang Tineke.

Selain cek dan Giro Lexsye juga menjaminkan tiga ( 3 ) lembar sertifikat kepemilikan bangunan kios/toko yang ada di WTC Depok, Jawa Barat.

Perkara pinjam meminjam dan kerjasama tersebut menurut Jhon Redo adalah murni perkara perdata namun terlalu dipaksakan sedemikian rupa oleh pihak yang berkepentingan hingga masuk ke ranah hukum pidana.

“Artinya, pandangan penyidik terlalu subyektif dan terlalu memaksakan perkara klien kami keranah hukum pidana, padahal ini murni perkara perdata,” katanya.

Sempat terjadi tarik ulur saat proses penyidikan berlangsung, pihak pelapor meminta pada Tineke untuk menyiapkan uang sebesar 2 miliar apa bila laporannya itu ingin di cabut di kepolisian.

“Henky dimintai uang 6 miliar kalau ingin damai, sedangkan pada Tineke pelapor minta 2 miliar , perkara ini polisi juga tau,” pungkas Jhon Redo. (Han)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *